BAB 2
REVIEW SSK DAN PRIORITAS PEMBANGUNAN SANITASI
- Profil Kabupaten Banyuasin
Kabupaten Banyuasin adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Sumatera Selatan. Kabupaten Banyuasin terbentuk dari hasil pemekaran Kabupaten Musi Banyuasin. Secara yuridis pembentukan Kabupaten Banyuasin disahkan dengan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2002.
Luas Kabupaten Banyuasin + 1.183.299 Ha atau sekitar 12,18 % Luas Provinsi Sumatera Selatan. Secara geografis terletak antara 1° 37′32.12″ Sampai 3° 09′15.03″ LS dan 104° 02′21.79″ Sampai 105° 33′38.5″ BT .
Kondisi topografi Kabupaten Banyuasin didominasi oleh daerah yang relatif datar atau sedikit bergelombang, yaitu terdiri dari 80% luas dataran rendah basah berupa pesisir pantai, rawa pasang surut dan lebak serta 20% luasan merupakan dataran berombak sampai bergelombang dengan kisaran ketinggian 0 – 60 M di atas permukaan laut. Topografi datar atau sedikit bergelombang 0-12 dan 13-24 Mpdl menyebar di seluruh kecamatan sedangkan topografi berombak sampai bergelombang 25-36 dan 37-48 Mdpl berada di sebagian kecil Banyuasin dua, Tungkal Ilir serta selatan baguan timur Kabupaten Banyuasin serta sebagian kecil wilayah Betung dan Banyuasin III untuk 49-60 Mdpl.
Dilihat dari kelerengannya, daratan Kabupaten Banyuasin berada pada kisaran kemiringan lereng 0-2% seluas 1.181.610 Ha dan 2-5% seluas 1.689 Ha.Beberapa wilayah yang berada pada dataran rendah dengan kisaran kemiringan lereng 0-2% berupa lahan rawa pasang surut tersebar di sepanjang Pantai Timur sampai ke pedalaman meliputi wilayah Kecamatan Muara Padang, Makarti Jaya, Muara Telang, Banyuasin II, Pulau Rimau, Air Salek Muara Sugihan, sebagian Kecamatan Talang Kelapa, Betung dan Tungkal Ilir. Selanjutnya berupa lahan rawa lebak terdapat di Kecamatan Rantau Bayur, sebagian Kecamatan Rambutan, sebagian kecil Kecamatan Banyuasin I. Sedangkan lahan kering dengan topografi agak bergelombang dan kisaran kemiringan lereng 2-5% terdapat di sebagian besar Kecamatan Betung, Sembawa, Banyuasin III, Talang Kelapa, Rantau Bayur dan sebagian kecil Kecamatan Muara Sugihan, Rambutan dan Kecamatan Tungkal Ilir.
Secara administratif wilayah Kabupaten Banyuasin memiliki 19 (sembilan belas) kecamatan, Daerah yang berbatasan dengan wilayah Kabupaten Banyuasin mempunyai batas wilayah sebagai berikut
- Kependudukan
Penduduk sebagai objek sekaligus subjek pembangunan merupakan aspek utama yang mempunyai peran penting dalam pembangunan. Oleh karena itu data penduduk sangat dibutuhkan dalam perencanaan pembangunan. Dilihat dari persebaran penduduk di Kabupaten Banyuasin, hingga awal tahun 2012 Kecamatan Talang Kelapa merupakan Kecamatan dengan persentase persebaran tertinggi, yaitu sebesar 15,49% dan Kecamatan Air Kumbang adalah kecamatan dengan persebaran terendah, yaitu hanya sebesar 2,14 %. Untuk selengkapnya dapat dilihat tabel berikut.
Laju pertumbuhan penduduk merupakan barometer untuk menghitung besarnya semua kebutuhan yang diperlukan masyarakat, seperti perumahan, sandang, pangan, pendidikan dan sarana penunjang lainnya. Berdasarkan hasil registrasi penduduk, Jumlah penduduk Kabupaten Banyuasin dalam kurun waktu tahun 2008 sampai dengan awal tahun 2012 mengalami peningkatan dengan rata-rata laju pertumbuhan peduduk sekitar 2,6%. Total jumlah penduduk tersebut di tahun 2008 sebesar 798.360 jiwa dan meningkat di awal tahun 2012 menjadi 906.736 jiwa. Jumlah penduduk terbesar yaitu di Kecamatan Talang Kelapa sebesar 127.432 jiwa di tahun 2008 dan terus meningkat hingga awal tahun 2012 mencapai 140.439 jiwa.
Tingkat kepadatan penduduk di Kabupaten Banyuasin dalam kurun waktu tahun 2008 sampai dengan Awal Tahun 2012 masih tergolong sangat rendah, akan tetapi tiap tahunnya mengalami peningkatan dengan rata-rata kepadatan di tahun 2008 sebesar 67 jiwa/km2 menjadi 77 jiwa/km2 di Awal tahun 2012, Kecamatan Talang Kelapa merupakan kecamatan dengan rata-rata kepadatan penduduk tertinggi. Pada awal tahun 2012, rata-rata kepadatan penduduk di Kecamatan Talang Kelapa mencapai 441 jiwa/Km2. Tingginya tingkat kepadatan penduduk di Kecamatan Talang Kelapa disebabkan karena kecamatan ini letaknya strategis karena lebih dekat dengan Kota Palembang. Sementara kecamatan dengan rata-rata kepadatan penduduk terendah adalah Kecamatan Muara Sugihan, yang pada awal tahun 2012 rata-rata kepadatan penduduknya hanya 11 jiwa/Km2. Persebaran kepadatan penduduk Kabupaten Banyuasin, sedangkan perkembangan dan Rata-rata kepadatan penduduk di Kabupaten Banyuasin dapat dlihat pada tabel 2.1 :
Untuk mengetahui perkiraan jumlah penduduk Kabupaten Banyuasin sampai dengan tahun 2018 akan digunakan pendekatan Lung Polinomial Methods, dengan dasar pemikiran bahwa perkiraan pertambahan penduduk ke depan tidak lagi selamanya mengikuti pola pertumbuhan yang berlaku di wilayah perencanaan karena sebagai daerah baru dengan potensi/peluang untuk kemungkinan berusaha lebih baik akan menjadi daya tarik yang kuat bagi penduduk luar untuk memasuki wilayah Kabupaten Banyuasin. Penggunaan Metoda Lung Polinomial berlandaskan pada angka pertumbuhan rata-rata Kabupaten Banyuasin sebesar 1,62 % per tahun. Berikut ini hasil perhitungan proyeksi penduduk Kabupaten Banyuasin di setiap Kecamatan hingga tahun 2018.
- Area Berisiko
Berdasarkan hasil studi EHRA. Penentuan area beresiko dilakukan bersama-sama seluruh anggota Pokja berdasarkan hasil dari ketiga data tersebut. Area beresiko dibagi atas 4 klasifikasi, yakni:
- Kurang berisiko
- Resikosedang
- Resikotinggi
- Resikosangattinggi
Area ‘beresiko sangat tinggi’ adalah kelurahan yang dianggap memiliki resiko kesehatan lingkungan yang tinggi karena buruknya kondisi sanitasi. Berdasarkan informasi yang tersedia, kelurahan memiliki potensi resiko terhadap kesehatan dan mendesak untuk dilakukan intervensi tertentu yang kemungkinan akan memperbesar potensi terjadinya kasus kejadian penyakit. Tujuan dari Pemetaan Area Berisiko adalah memetakan area area yang memiliki tingkat resiko sanitasi dan klasifikasi area berdasarkan tingkat resiko kesehatan lingkungan akan menjadi salah satu pertimbangan dalam menentukan prioritas program pembangunan dan pengembangan sanitas
Dari tabel di atas tampak bahwa ada 46 Desa yang berisiko Sangat Tinggi, 159 berisiko Tinggi Penentuan penyebab utama risiko pada masing- masing desa ditentukan melalui hasil Studi EHRA(data primer). Dari tabel di atas ada fenomena dimana untuk area beresiko sangat tinggi, dan tinggi menjadi issue prioritas untuk ditangani, kemudian diikuti upaya penanganan masalahnya
Wilayah di Kabupaten Banyuasin menghasilkan katagori klaster berdasarkan hasil studi EHRA dan persepsi SKPD sebagaimana dipelihatkan pada peta diatas menggambarkan Wilayah (kecamatan atau desa/kelurahan) yang terdapat karakteristik yang identik/homogen dalam hal tingkat risiko kesehatannya. Pada peta diatas menggambarkan daerah yang tingkat resikonya kesehatan sangat tinggi digambar dengan warna dapat dilihat pada gambar diatas.
- Keuangan Daerah
Dari perhitungan yang sudah ditampilkan di Table 2.6. akhirnya dapat dijelaskan untuk perkiraan besaran pendanaan sanitasi KabupatenBanyuasinkedepan selama 5 tahun (2012-2018) .
Dari perkiraan belanja langsung sejak 2013 sampai dengan 2018, total pendanaan sebesar Rp. 1.706,572,150,749,-. Untuk perkiraan APBD murni untuk sanitasi total pendanaan sebesar Rp. 56.449.772.481,- sedangkan untuk perkiraan komitmen pendanaan sanitasi total pendanaan sebesar Rp. 42.862.544.476,-.
- Dari
- Air Limbah
- Permasalahan Air Limbah
Resume permasalahan utama untuk permasing-masing sub-sektor diuraikan dalam bentuk tabel, dimana uraian permasalahan dibagi menjadi 2 kelompok yaitu dari sisi:
- Sistim per sub-sektor (sesuai Diagram Sistim Sanitasi /DSS) dan
- Aspek lain (seperti dari sisi Pendanaan, Kelembagaan, Peran Masyarakat dll). Identifikasi dan klasifikasi terkait permasalahan ini dapat mengacu ke dokumen Kebijakan dan Strategi Nasional.
Tabel Permasalahan Mendesak
Diagram Sistem Sanitasi
Input
|
User Interface
|
Pengumpulan dan Penampungan/
Pengolahan Awal
|
Pengaliran
|
Pengolahan Akhir
|
Pembuangan/ Daur Ulang
|
Kode/Nama Aliran
|
Black Water
(tinja, urin, glontor)
|
WC Sentor
|
Tangki Septik
|
---
|
----
|
Tanah
|
Aliran Limbah AL1
|
Black Water
(tinja, urin, glontor)
|
WC Cubluk
|
---
|
---
|
----
|
Tanah, Sungai
|
Aliran Limbah AL2
|
Grey Water
(Limbah rumah tangga)
|
Tempat Cuci Piring
|
---
|
Saluran/Selokan
|
----
|
Tanah, Sungai
|
Aliran Limbah AL3
|
Grey Water
(Limbah rumah tangga)
|
Tempat Cuci Pakaian
|
---
|
Saluran/Selokan
|
---
|
Tanah, Sungai
|
Aliran Limbah AL4
|
- Tabel Permasalahan Air Limbah Domestik
| |
User interface :
|
Keterangan
Kesimpulan
|
Pengumpulan & Penampungan / Pengolahan Awal:
|
Keterangan : Kepemilikan Akses Pribadi dan MCK = 138.214 KK
Kesimpulan :
|
Pengangkutan / Pengaliran:
|
|
Pengolahan Akhir Terpusat
|
|
Daur Ulang / Pembuangan Akhir:
|
|
Perencanaan Teknis dll.
|
|
| |
|
|
|
|
|
|
|
|
Sumber : BPS BAB III, SSK BAB III dan Study EHRA Kabupaten Banyuasin tahun 2013
- Sasaran Pembangunan Air limbah
Tabel 2.7 Rencana Pengembangan Jangka Menengah Air Limbah Domestik Kab./Kota
- Prioritas Pembangunan Air Limbah
Prioritas Pembangunan Air Limbah Kabupaten Banyuasin yang merupakan ringkasan dari rencana kota, memuat potensi dan masalah serta rencana arah pengembangan kota. Adapun rencana kota yang ada antara lain : Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Banyuasin 2010-2014. Potensi dan Masalah pengembangan Kabupaten Banyuasin meliputi potensi dan masalah terkait struktur ruang kota, pola ruang kota, dan kawasan strategis.
Penetapan Sistem dan Zona Sanitasi dilakukan untuk mengidentifikasi sistem sanitasi yang paling sesuai untuk suatu wilayah dan membantu perumusan Program dan Kegiatan yang paling sesuai dengan kondisi wilayah berdasarkan sitem yang diusulkan. Sistem sanitasi adalah suatu proses multi-langkah, di mana berbagai jenis limbah dikelola dari titik timbulan (sumber limbah) ke titik pemanfaatan kembali atau pemrosesan akhir . Setiap tahap ini disebut kelompok fungsional karena memiliki teknologi sendiri-sendiri dengan pengelolaan spesifik. Sistem sanitasi berdasarkan pentahapan implementasi jangka pendek (1-2 tahun), jangka Menengah (5 tahun), dan jangka panjang (10-15 tahun). Zona sanitasi menunjukkan dimana “sistem” tersebut akan diterapkan.
Dalam menetapkan sistem sanitasi faktor-faktor yang harus dipertimbangkan adalah : (i) faktor pengelolaan (peraturan, pengelolaan kelembagaan, pengaturan O dan M, kepemilikan aset); (ii) faktor fisik wilayah (kepadatan penduduk, pemanfaatan lahan, dan topografi); (iii) faktor keuangan dan pendanaan (kapasitas fiskal, dukungan, dan mekanisme pendanaan). Pilihan Sistem yang dapat digunakan umumnya Pelibatan masyarakat dan swasta dalam pengelolaan air limbah domestik belum ada. Pengelolaan grey water (air buangan rumah tangga seperti air bekas cucian, air bekas mandi, dan lain-lain) secara umum saluran pembuangan air limbah domestik di Kabupaten Banyuasin masih menjadi masalah, hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar keluarga tidak memiliki fasilitas saluran pembuangan air limbah (SPAL) yang memenuhi syarat
Berdasarkan kesepakatan anggota pokja kabupaten banyuasin rekomendasikan menetapkan terlebih dahulu 3 atau 4 saja sebagai Prioritas UTAMA terkait ketersediaan ANGGARAN dan RENCANA IMPLEMENTASI-nya. Apabila dalam proses ke 3 atau 4 program diatas sudah ada kepastian penganggarannya (dari berbagai sumber pendana), Pokja Kabupaten Banyuasin menetapkan prioritas lanjutan (kemungkinan bisa dilakukan pada tahun n+3 atau n+4 atau di review pada dokumen “MPS Tahunan”). Konsultasi dan koordinasi dengan seluruh Dinas terkait untuk penetapan prioritasi ini merupakan KEHARUSAN.
- Persampahan
Tabel 2.9 Permasalahan Persampahan
| |
|
Tingkat Pengolahan Sampah Rumah Tangga (RT) sbb:
|
Pengumpulan Setempat
|
|
Penampungan Sementara (TPS)
|
|
Pengangkutan:
|
|
(Semi) Pengolahan Akhir Terpusat
|
|
Daur Ulang / Tempat Pemrosesan Akhir:
|
|
Perencanaan
|
|
| |
|
|
|
|
|
|
|
|
- Sasaran Pembangunan Sampah
Kabupaten Banyuasin yang terdiri dari 19 kecamatan (304 desa/kelurahan) dengan luas 1.183.299 Ha, dengan jumlah penduduk 906.736 jiwa berpotensi setiap harinya menambah jumlah (volume) sampah seiring dengan perkembangan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Diperkirakan setiap orang menghasilkan sampah (langsung maupun tidak langsung) minimal sekitar 0,4 Kg perharinya. Jika penduduk Banyuasin berjumlah 906.736 jiwa berarti produksi sampahnya perhari sekitar 362.694,4 kg atau sekitar 368.570 ton/ hari. Dapat dibayangkan jika sampah sebanyak itu tidak mampu dikelola secara arif dan bijaksana tentu akan menimbulkan banyak masalah terutama pencemaran terhadap lingkungan.
Akses pelayanan persampahan oleh DKKP Kabupaten Banyuasin baru mencapai 10 % dari jumlah penduduk. Khusus untuk kota Pangkalan Balai sebagai ibu kota kabupaten Pangkalan Balai dan sekitarnya terlayani 25 % dari jumlah penduduk perkotaan. Perharinya timbulan sampah di Pang Balai mencapai 37 Ton dan yang mampu terangkut ke TPA Terlangu hanya sebanyak 10 Ton/hari
Permasalahan umum yang dihadapi Kabupaten Banyuasin dalam pengelolaan sampah antara lain
- Belum cukup tersedianya TPA yang memenuhi syarat dan fasilitas pendukungnya secara memadai
- Kebiasaan buang sampah sembarangan
- Rendahnya kepedulian dan kesadaran masyarakat terhadap permasalahan sampah dilingkungannya
- Timbulan sampah yang menumpuk yang diakibatkan teerbatasnya sarana prasarana angkutan.
Usulan dan prioritas program pengelolaan persampahan dalam rangka percepatan peningkatan akses dan sarana prasarana persampahan, yaitu sebagai berikut:
- Dibangunnya TPA dengan system sanitary landfill atau controlled landfill;
- Didorong untuk upaya pengurangan sampah dengan penerapan konsep 3 R (Re-duce, re-use dan re-cycling);
- Pengadaan sarana prasarana persampahan;
- Penyuluhan-penyuluhan kepada masyarakat tentang pengelolaan persampahan;
- Diadakan bimbingan teknis pengomposan untuk mengurangi volume sampah ke TPA dan dapat digunakan sebagai pupuk oleh petani.
- Permasalahan Drainase Lingkungan
Tabel 2.13 Permasalahan Drainase Lingkungan
| |
User Interface
|
Frekuensi genangan secara rutin dialami oleh sekitar 47 % rumah tangga sementara, sebagian besar atau 53% tidak secara rutin mengalami
|
Penampungan /
Pengolahan Awal:
|
grey water masih bercampur dengan saluran drainase, belum ada sumur resapan
|
Pengangkutan /
Pengaliran:
|
Kondisi drainase lingkungan berdasarkan hasil EHRA 2013:
|
Data lain berdasarkan
hasil Studi EHRA 2013:
|
|
Dokumen Perencanaan
|
|
B. Lain-lain:
| |
Dokumen
Perencanaan
|
Belum adanya dokumen perencanaan drainase (Masterplannya belum ada)
|
Kebijakan Pembangunan Antar Kawasan
|
|
Perilaku Masyarakat
|
|
Sumber : BPS BAB III, SSK BAB III dan Study EHRA Kab. Banyuasin Tahun 2013
- Sasaran Pembangunan Drainase
- Prioritas Pembangunan Drainase
- PHBS Terkait Sanitasi
- Permasalahan Prohisan
Tabel 2.17. Permasalahan Mendesak PHBS terkait Sanitasi
User Interface
|
Dari hasil studi EHRA yang dilaksanakan pada desa/kelurahan di Kabupaten Banyuasin yang menjadi perwakilan wilayah klaster diperoleh informasi bahwa 92,5% dari responden yang diwawancarai dan dilakukan pengamatan masih melakukan praktek buang air besar sembarangan (BABS).
Berdasarkan studi EHRA yang dilakukan di Kabupaten Banyuasin ternyata perilaku responden dalam CTPS pada 5+1 waktu penting masih sangat rendah yakni hanya 9 % yang melakukan kebiasaan tersebut.
Berdasarkan studi EHRA juga diperoleh data jamban bebas dari kecoa dan lalat sebesar 92,5 %.dan sisanya 7,5 % masih perlu mendapat perhatian karena jamban masih belum bebas dari lalat dan kecoa.
Penggunaan sabun terbanyak adalah pada pemanfaatan untuk mandi sebesar 97,4 %, kemudian mencuci peralatan sebesar 79,4%, mencuci pakaian sebesar 77,5%. Sedangkan penggunaan sabun untuk menceboki pantat anak menjadi pemanfaatan sabun terendah yakni hanya mencapai angka 39,7%. Hal ini perlu diperhatikan terkait nantinya pada faktor kejadian penyakit diare terhadap anak terutama anak dalam kategori usia balita.
Berdasarkan hasil studi EHRA yang dilakukan di Kabupaten Banyuasin sebanyak 84 % para ibu mencuci tangan sebelum makan, sebanyak 54,5 % setelah buang air besar dan yang harus mendapat perhatian adalah hanya 27,1 % ibu mencuci tangan sebelum menyuapi anaknya makan
Di Kabupaten Banyuasin sebagian besar tidak terjadi pencemaran pada wadah penyimpanan dan penanganan air dengan prosentase 91,3%, namun kondisi tersebut juga harus mewaspadai adanya 8,7% pencemaran pada wadah penyimpanan dan penanganan air
|
Data berdasarkan
hasil Studi EHRA 2013:
|
Masih rendahnya kesadaran sebagian kecil masyarakat untuk berperilaku hidup bersih dan sehat didukung dengan pola hidup masyarakat perkotaan yang berdampak pada penurunan kualitas lingkungan tempat tinggal. Masih banyaknya kasus penyakit berbasis lingkungan tersebut yang diakibatkan oleh kondisi sanitasi yang kurang baik dan pola hidup masyarakat yang kurang sehat, seperti yang ditunjukkan pada perilaku dibawah ini:
|
Pendanaan
|
|
Komunikasi
|
|
Keterlibatan Pelaku Bisnis
|
|
Pemberdayaan Masyarakat, Aspek Jender dan Kemiskinan
|
|
Teknis Pelaksanaan PHBS
|
|
Sumber : BPS BAB III, SSK BAB III dan Study EHRA Kabupaten Banyuasin 2013
- Sasaran PHBS Terkait Sanitasi
Tabel 2.18 Tujuan dan Sasaran PHBS Terkait sanitasi
- Review Kerangka Kerja Logis