Penanggung Jawab:
Tim Advisory Ekonomi dan Keuangan
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Selatan
Jl. Jend. Sudirman No.510, Palembang
Telp : 0711 - 354188 ext 8278, 8213, 8247
Faks : 0711 – 312013
Versi softcopy buku ini dapat diunduh melalui www.bi.go.id
Kata Pengantar
Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia-Nya Buku ”Laporan Perekonomian Provinsi Sumatera Selatan Agustus 2020” telah selesai disusun dan dipublikasikan. Buku ini menyajikan berbagai data dan informasi terkini mengenai perkembangan beberapa indikator perekonomian daerah khususnya bidang ekonomi, moneter, perbankan, sistem pembayaran, ketenagakerjaan dan keuangan daerah, yang pemanfaatannya selain digunakan untuk memenuhi kebutuhan internal Bank Indonesia juga sebagai bahan informasi bagi para pemangku kepentingan.
Perekonomian Sumatera Selatan triwulan II 2020 terkontraksi sebesar -1,37% (yoy) menurun dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 4,98% (yoy). Kontraksi pertumbuhan ekonomi ini tidak lebih dalam dibandingkan dengan kontraksi pertumbuhan ekonomi wilayah Sumatera maupun Nasional. Dari sisi permintaan, perlambatan PDRB disebabkan oleh terkontraksinya seluruh komponen penyusun pertumbuhan ekonomi sisi permintaan. Konsumsi rumah tangga, investasi dan ekspor luar negeri sebagai pangsa utama terkontraksi sebagai dampak pandemi wabah COVID-19. Dari sisi penawaran, Lapangan Usaha (LU) utama yaitu industri pengolahan dan pertambangan dan penggalian juga mengalami kontraksi. Namun LU pertanian, kehutanan, dan perikanan masih tumbuh positif meskipun melambat di triwulan II 2020. Sementara itu, realisasi anggaran pendapatan daerah di Sumatera Selatan triwulan II 2020 mencapai 35,08% dari pagu anggaran tahun 2020, realisasi belanja sebesar 26,1% dari total pagu anggaran tahun 2020.
Dalam kesempatan ini kami juga mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah berkontribusi dalam memberikan data dan informasi yang diperlukan bagi penyusunan buku ini. Harapan kami, kerja sama yang baik selama ini dapat terus berlanjut dan ditingkatkan lagi pada masa mendatang. Kami juga mengharapkan masukan dari berbagai pihak untuk meningkatkan kualitas laporan ini sehingga dapat memberikan manfaat yang lebih besar bagi pihak yang berkepentingan.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa melimpahkan berkah dan karunia-Nya, serta memberikan kemudahan kepada kita semua dalam upaya menyumbangkan pemikiran untuk pengembangan ekonomi regional khususnya dan pengembangan ekonomi nasional pada umumnya.
Halaman ini sengaja dikosongkan
Daftar Isi
BAB 1. Perkembangan Ekonomi Makro Regional 7
1.1 Perkembangan Ekonomi Makro Regional Secara Umum 7
1.2 Perkembangan Ekonomi Sisi Penggunaan 10
1.2.1 Konsumsi Rumah Tangga dan Pemerintah 12
1.2.2 Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto (PMTB)/Investasi 16
1.3 Perkembangan Ekonomi Sisi Sektoral 26
1.3.1 Lapangan Usaha Industri Pengolahan 26
1.3.2 Lapangan Usaha Pertambangan dan Penggalian 28
1.3.3 Lapangan Usaha Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 30
1.3.4 Lapangan Usaha Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 31
1.3.5 Lapangan Usaha Konstruksi 33
BAB 2. Perkembangan Keuangan Daerah 38
2.2 APBD Provinsi Sumatera Selatan 39
2.2.1 Anggaran Pendapatan APBD Provinsi Sumatera Selatan 40
2.2.2 Realisasi Belanja APBD Provinsi Sumatera Selatan 42
2.3 APBD Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Selatan 44
2.4 APBN Provinsi Sumatera Selatan 49
2.5 Realokasi dan Refocusing Anggaran Pasca Pandemi COVID-19 49
BAB 3. Perkembangan Inflasi 55
3.2 Perkembangan Inflasi Bulanan 58
3.3 Inflasi Menurut Kelompok Pengeluaran 61
3.3.1 Kelompok Makanan, Minuman dan Tembakau 62
3.3.2 Kelompok Pakaian dan Alas Kaki 62
3.3.3 Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar Lainnya 63
3.3.4 Kelompok Perlengkapan, Peralatan dan Pemeliharaan Rutin Rumah Tangga 64
3.3.6 Kelompok Transportasi 66
3.3.7 Kelompok Informasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan 67
3.3.8 Kelompok Rekreasi, Olahraga dan Budaya 68
3.3.10 Kelompok Penyediaan Makanan dan Minuman/Restoran 69
3.3.11 Kelompok Perawatan Pribadi dan Jasa Lainnya 69
3.4 Analisis Inflasi Spasial 70
3.5 Kondisi Harga Pangan di Pasar Internasional 73
3.6 Tracking Inflasi Triwulan III 2020 74
3.7 Upaya Pengendalian Inflasi 76
BAB 4. Stabilitas Keuangan Daerah Dan Pengembangan Usaha Mikro Kecil Dan Menengah 79
4.1.1 Perkembangan Penghimpunan Dana Pihak Ketiga 81
4.1.3 Perkembangan Suku Bunga 87
4.2 Ketahanan Sektor Rumah Tangga 87
4.2.1 Kinerja Sektor Rumah Tangga 87
4.2.2 Kredit Perseorangan di Perbankan 90
4.3 Ketahanan Sektor Korporasi 91
4.3.1 Kinerja Sektor Korporasi 91
4.3.4 Dana Pihak Ketiga Sektor Korporasi di Perbankan 92
4.3.5 Kredit Sektor Korporasi 93
4.4 Perkembangan Kegiatan UMKM di Sumatera Selatan 96
BAB 5. Penyelenggaraan Sistem Pembayaran Dan Pengelolaan Uang Rupiah 100
5.1 Perkembangan SIstem Pembayaran Non Tunai 100
5.2 Perkembangan Transaksi Elektronifikasi dan 105
5.3 Perkembangan Sistem Pembayaran Tunai 112
BAB 6. Perkembangan Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Daerah 126
6.1 Kondisi Ketenagakerjaan 126
6.2.1 Perubahan Garis Kemiskinan 131
6.2.2 Ketimpangan Pendapatan 132
BAB 7. Prospek Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Daerah 136
7.1 Prospek Pertumbuhan Ekonomi 136
Daftar Tabel
Tabel 1-1 Andil Pertumbuhan Ekonomi Sumatera Selatan 2018-2020 (%yoy) 11
Tabel 1-2 Pertumbuhan Ekonomi Sumatera Selatan Sisi Pengeluaran (%yoy) 12
Tabel 1-3 Hasil Survei Konsumen Provinsi Sumatera Selatan 14
Tabel 1-4. Perkembangan Nilai Impor Komoditas Utama Provinsi Sumatera Selatan (juta US$) 24
Tabel 1-5 Laju Pertumbuhan Tahunan Sektoral PDRB Provinsi Sumatera Selatan ADHK 2010 (%yoy) 26
Tabel 2-1 Komponen Anggaran Keuangan Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan Per Triwulan II 2020 39
Tabel 2-2 Anggaran dan Realisasi APBD Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan 40
Tabel 2-5 APBD Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Selatan Triwulan II 2020 45
Tabel 2-6 Alokasi Dana Transfer & Dana Desa Provinsi Sumatera Selatan Triwulan II 2020 48
Tabel 2-7 Realisasi APBN Berdasarkan Jenis Belanja 49
Tabel 2-9 Perubahan Pagu DAK Fisik Provinsi Sumatera Selatan Tahun Anggaran 2020 51
Tabel 3-1 Komoditas Utama Penyumbang Inflasi dan Deflasi Provinsi Sumatera Selatan 58
Tabel 3-2 Andil Inflasi Bulanan Per Komoditas 60
Tabel 3-3 Andil Deflasi Bulanan Per Komoditas 61
Tabel 3-4 Inflasi Provinsi Sumatera Selatan Triwulan II-2020 Berdasarkan Kelompok Pengeluaran 61
Tabel 3-5 Inflasi Kota Palembang Berdasarkan Kelompok Pengeluaran 71
Tabel 3-6 Inflasi Kota Lubuklinggau Berdasarkan Kelompok Pengeluaran 73
Tabel 3-7 Perkembangan Harga Komoditas Internasional 73
Tabel 4-2 Proporsi Penyaluran Kredit UMKM Berdasarkan Sektor Ekonomi Triwulan II 2020 96
Tabel 4-4 Program UMKM Ketahanan Pangan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Selatan 97
Tabel 4-5. Kegiatan Pengembangan UMKM dan Pengembangan Ekonomi Lokal di Sumatera Selatan 98
Tabel 5-1 Perkembangan Transaksi RTGS Provinsi Sumatera Selatan 103
Tabel 5-2 Transaksi Penggunaan Uang Elektronik 107
Tabel 6-7 Penghasilan Konsumen Terhadap Penghasilan 6 Bulan YAD Triwulan II 2020 129
Tabel 6-8 Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin 130
Tabel 6-9 Perkembangan Garis Kemiskinan Provinsi Sumatera Selatan 131
Tabel 7-1. Global Economic Outlook 139
Tabel 7-2. Volume Perdagangan Internasional 140
Daftar Grafik
Grafik 1-1 PDRB dan Laju Pertumbuhan Tahunan PDRB Provinsi Sumatera Selatan ADHK 2010 10
Grafik 1-2 PDRB dan Laju Pertumbuhan Triwulanan PDRB Provinsi Sumatera Selatan ADHK 2010 10
Grafik 1-3 Indeks Konsumsi Barang Kebutuhan Tahan Lama Survei Konsumen Bank Indonesia 14
Grafik 1-4 Perkembangan Nilai Tukar Rupiah 14
Grafik 1-5 Pertumbuhan Kredit Konsumsi Sumatera Selatan 14
Grafik 1-6 Realisasi Belanja APBD Sumatera Selatan Triwulan I 2019 dan Triwulan I 2020 16
Grafik 1-8 Perkembangan PMDN Wilayah Sumatera Selatan 19
Grafik 1-9 Perkembangan PMA Wilayah Sumatera Selatan 19
Grafik 1-10 Volume Penjualan Semen di Sumatera Selatan 19
Grafik 1-11 Perkembangan PDRB Komponen Ekspor Luar Negeri Sumatera Selatan 20
Grafik 1-12 Perkembangan Ekspor Sumatera Selatan 20
Grafik 1-13 Perkembangan Volume Ekspor Impor Sumatera Selatan 20
Grafik 1-14 Perkembangan Harga Komoditas Internasional 20
Grafik 1-15 Perkembangan Nilai Ekspor Karet Sumatera Selatan 21
Grafik 1-16 Perkembangan Nilai Ekspor Batubara Sumatera Selatan 21
Grafik 1-17 Perkembangan Nilai Ekspor Pulp dan Kertas Sumatera Selatan 21
Grafik 1-18 Perkembangan Nilai Ekspor Kelapa Sawit Sumatera Selatan 21
Grafik 1-19 Pangsa Ekspor Luar Negeri Sumatera Selatan Berdasarkan Nilai Ekspor Triwulan II 2020 23
Grafik 1-20 Pangsa Negara Tujuan Ekspor Berdasarkan Nilai Ekspor Triwulan II 2020 23
Grafik 1-21. Perkembangan Nilai Impor Provinsi Sumatera Selatan 24
Grafik 1-22. Perkembangan Volume Impor Provinsi Sumatera Selatan 24
Grafik 1-24. Pangsa Impor Provinsi Sumatera Selatan Berdasarkan Negara Asal Triwulan II 2020 25
Grafik 1-25 Likert scale Penjualan Ekspor Pelaku Usaha di Sumatera Selatan 27
Grafik 1-26 Likert scale Kapasitas Utilisasi Pelaku Usaha di Sumatera Selatan 27
Grafik 1-27 Penyaluran Kredit Sektor Industri Pengolahan Sumatera Selatan 28
Grafik 1-28 Likert scale Perubahan Harga Jual Pelaku Usaha di Sumatera Selatan 29
Grafik 1-29 Penyaluran Kredit Sektor Pertambangan dan Penggalian Sumatera Selatan 30
Grafik 1-30 Penyaluran Kredit Sektor Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan. 30
Grafik 1-31 Likert scale Penjualan Domestik Pelaku Usaha di Sumatera Selatan 32
Grafik 1-32 Likert scale Persediaan Pelaku Usaha di Sumatera Selatan 32
Grafik 1-34 Penyaluran Kredit Sektor Konstruksi Sumatera Selatan 32
Grafik 2-1 Struktur Anggaran Belanja Keuangan Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan Triwulan I-2020 (Rp Miliar) 38
Grafik 2-2 Alokasi Transfer ke Daerah dan Dana Desa Provinsi Sumatera Selatan 46
Grafik 2-3 Realisasi Transfer Ke Daerah dan Dana Desa Provinsi Sumatera Selatan TW II 2020 47
Grafik 3-1 Perkembangan Inflasi Sumatera Selatan, Sumatera, dan Nasional 56
Grafik 3-2 Inflasi Provinsi di Regional Sumatera Periode Triwulan II-2020 56
Grafik 3-3 Inflasi Kelompok Makanan, Minuman, dan Tembakau secara Tahunan dan Bulanan 62
Grafik 3-4 Inflasi Kelompok Makanan, Minuman dan Tembakau per Subkelompok Pengeluaran 62
Grafik 3-5 Inflasi Kelompok Pakaian dan Alas Kaki secara Tahunan dan Bulanan 63
Grafik 3-6 Inflasi Kelompok Pakaian dan Alas Kaki per Subkelompok Pengeluaran 63
Grafik 3-11 Inflasi Kelompok Kesehatan secara Tahunan dan Bulanan 66
Grafik 3-12 Inflasi Kelompok Kesehatan per Subkelompok Pengeluaran 66
Grafik 3-13 Inflasi Kelompok Transportasi secara Tahunan dan Bulanan 67
Grafik 3-14 Inflasi Kelompok Transportasi per Subkelompok Pengeluaran 67
Grafik 3-15 Inflasi Kelompok Informasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan secara Tahunan dan Bulanan 68
Grafik 3-16 Inflasi Kelompok Informasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan per Subkelompok Pengeluaran 68
Grafik 3-17 Inflasi Kelompok Rekreasi, Olahraga dan Budaya secara Tahunan dan Bulanan 68
Grafik 3-18 Inflasi Kelompok Rekreasi, Olahraga dan Budaya per Subkelompok Pengeluaran 68
Grafik 3-19 Inflasi Kelompok Pendidikan secara Tahunan dan Bulanan 69
Grafik 3-20 Inflasi Kelompok Pendidikan per Subkelompok Pengeluaran 69
Grafik 3-21 Inflasi Kelompok Penyediaan Makanan dan Minuman/Restoran secara Tahunan dan Bulanan 69
Grafik 3-22 Inflasi Kelompok Penyediaan Makanan dan Minuman/Restoran per Subkelompok Pengeluaran 69
Grafik 3-23 Inflasi Kelompok Perawatan Pribadi dan Jasa Lainnya secara Tahunan dan Bulanan 70
Grafik 3-24 Inflasi Kelompok Perawatan Pribadi dan Jasa Lainnya per Subkelompok Pengeluaran 70
Grafik 3-25 Perkembangan Inflasi Kota Sampel Perhitungan Inflasi 70
Grafik 3-26 Perkembangan Harga Kedelai Internasional 74
Grafik 3-27 Perkembangan Harga Gandum Internasional 74
Grafik 3-28 Perkembangan Harga Jagung Internasional 74
Grafik 4-1 Perkembangan Pertumbuhan Penyaluran Kredit di Sumatera Selatan 79
Grafik 4-2 Perkembangan Pertumbuhan Aset Perbankan di Sumatera Selatan 79
Grafik 4-1 Perkembangan Pertumbuhan Aset Perbankan di Sumatera Selatan 80
Grafik 4-2 Perkembangan Pertumbuhan Penyaluran Kredit di Sumatera Selatan 80
Grafik 4-3 Perkembangan Pertumbuhan DPK Perbankan Sumatera Selatan 80
Grafik 4-4 Perkembangan Rasio Loan to Deposit (LDR) Perbankan di Sumatera Selatan 80
Grafik 4-6 Perkembangan Komposisi DPK Perbankan di Sumatera Selatan 82
Grafik 4-7 Perkembangan Pertumbuhan DPK Perbankan di Sumatera Selatan 82
Grafik 4-8 Perkembangan Kredit Perbankan di Sumatera Selatan 83
Grafik 4-9 Perkembangan Pertumbuhan Kredit Perbankan di Sumatera Selatan 83
Grafik 4-10 Perkembangan Kredit Modal Kerja Berdasarkan Sektoral 84
Grafik 4-11 Perkembangan Kredit Investasi Berdasarkan Sektoral 84
Grafik 4-12 Pangsa Kredit Perbankan Sumatera Selatan Berdasarkan Lapangan Usaha 85
Grafik 4-13 Perkembangan Pertumbuhan Kredit Perbankan per Sektor 85
Grafik 4-14 Perkembangan NPL Kredit Berdasarkan Jenis Penggunaan 86
Grafik 4-15 Perkembangan NPL Kredit Berdasarkan Lapangan Usaha di Sumatera Selatan 86
Grafik 4-16 Perkembangan Suku Bunga Simpanan di Sumatera Selatan 87
Grafik 4-17 Perkembangan Suku Bunga Kredit di Sumatera Selatan 87
Grafik 4-18 Indeks Keyakinan Konsumen Rumah Tangga di Sumatera Selatan 88
Grafik 4-19 Persepsi Rumah Tangga Sumatera Selatan terhadap Kondisi Ekonomi Saat Ini 89
Grafik 4-21 Perkembangan Komposisi Dana Pihak Ketiga Perseorangan Sumatera Selatan 89
Grafik 4-22 Perkembangan Pertumbuhan DPK Perseorangan di Sumatera Selatan 89
Grafik 4-23 Perkembangan Komposisi Kredit Rumah Tangga Sumatera Selatan 90
Grafik 4-24 Perkembangan Pertumbuhan Kredit Rumah Tangga Sumatera Selatan 90
Grafik 4-25 Perkembangan NPL Kredit Rumah Tangga Sumatera Selatan 90
Grafik 4-26 Likert scale Penjualan dan Perkiraan Penjualan 92
Grafik 4-27 Likert scale Investasi dan Perkiraan Investasi 92
Grafik 4-28 Perkembangan Komposisi DPK Korporasi Sumatera Selatan 93
Grafik 4-29 Perkembangan Pertumbuhan DPK Korporasi Sumatera Selatan 93
Grafik 4-30 Perkembangan Kredit Korporasi Sumatera Selatan 93
Grafik 4-31 Pangsa Kredit Korporasi Sumatera Selatan 93
Grafik 4-32 Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi, Kredit, dan Risiko Industri Pengolahan 94
Grafik 4-34 Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi, Kredit, dan Risiko Perdagangan Besar dan Eceran 95
Grafik 4-35 Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi, Kredit, dan Risiko Industri Konstruksi 95
Grafik 4-37 Perkembangan Pertumbuhan Kredit UMKM di Sumatera Selatan 96
Grafik 4-38 Proporsi Penggunaan Kredit UMKM Triwulan II 2020 96
Grafik 5-1 Perkembangan Transaksi Kliring Sumatera Selatan 101
Grafik 5-2 Perkembangan Jumlah Warkat Transaksi Kliring Sumatera Selatan 101
Grafik 5-3 Jumlah Nominal Cek dan Bilyet Giro Kosong 102
Grafik 5-4 Jumlah Peredaran Warkat Cek dan BG Kosong 102
Grafik 5-5 Perkembangan Transaksi RTGS Sumatera Selatan 103
Grafik 5-6 Perkembangan Volume RTGS Sumatera Selatan 103
Grafik 5-7 Jumlah Nominal Kartu ATM/D 103
Grafik 5-8 Volume Transaksi Kartu ATM/D 103
Grafik 5-9 Pangsa Transaksi ATM/D 104
Grafik 5-10 Jumlah Kartu ATM/D 104
Grafik 5-11 Jumlah Nominal Kartu Kredit 104
Grafik 5-12 Volume Transaksi Kartu Kredit 104
Grafik 5-13 Pangsa Transaksi Kartu Kredit 105
Grafik 5-14 Jumlah Kartu Kredit 105
Grafik 5-15 Jumlah Agen LKD 107
Grafik 5-16 Jumlah Pemegang UE 107
Grafik 5-17 Transaksi Uang Elektronik Berdasarkan Nominal 108
Grafik 5-18 Transaksi Uang Elektronik Berdasarkan Frekuensi 108
Grafik 5-19 Jumlah Merchant QRIS 109
Grafik 5-20 Persebaran Merchant QRIS 109
Grafik 5-21 Proporsi Penyaluran Jumlah KPM Bantuan Sembako 110
Grafik 5-22 Proporsi Penyaluran Nominal Bantuan Sembako 110
Grafik 5-23 Proporsi Penyaluran Keluarga Penerima Manfaat (KPM) 111
Grafik 5-24 Nominal transaksi e-commerce 112
Grafik 5-23 Frekuensi transaksi e-commerce 112
Grafik 5-26 Data Netflow di Sumatera Selatan 113
Grafik 5-27 Pemusnahan Uang Lusuh di Provinsi Sumatera Selatan 114
Grafik 5-28 Aliran Uang dalam rangka Kegiatan Kas Titipan di Provinsi Sumatera Selatan 115
Grafik 5-29 Perkembangan Transaksi KUPVA BB Sumatera Selatan 117
Grafik 5-30 Transfer Dana Domestik-incoming 118
Grafik 5-31 Transfer Dana Luar Negeri-incoming 118
Grafik 5-32 Transfer Dana Domestik-Outgoing 119
Grafik 5-33 Transfer Dana Luar Negeri-Outgoing 119
Grafik 6-1 Indeks Harga yang diterima, Indeks Harga yang dibayar dan Nilai Tukar Petani 128
Grafik 6-2 Perkembangan NTP dan Inflasi Perdesaan Sumatera Selatan 128
Grafik 6-3 Nilai Tukar Petani Per Subsektor 128
Grafik 6-4 Perkembangan Penduduk Miskin 130
Grafik 6-5 Perbandingan Gini Ratio Provinsi di Indonesia (Maret 2020) 132
Grafik 6-6 Perkembangan Koefisien Gini Provinsi Sumatera Selatan 133
Grafik 6-7 Distribusi Pengeluaran Perkotaan 133
Grafik 6-8 Distribusi Pengeluaran Perdesaan 134
Grafik 7-1 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Sumatera Selatan Keseluruhan Tahun 2020 138
Grafik 7-2. Proyeksi Inflasi Tahunan Sumatera Selatan 140
Grafik 7-3. Ekspektasi Harga Konsumen 140
Daftar Gambar
Gambar 1 Peluncuran UPK 75 Tahun RI di Griya Agung 124
Halaman ini sengaja dikosongkan
Indikator Utama
PDRB & Inflasi
Perbankan
Sistem Pembayaran
Abstraksi
Perekonomian Sumatera Selatan triwulan II 2020 terkontraksi sebesar -1,37% (yoy) menurun dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 4,98% (yoy). Kontraksi pertumbuhan ekonomi ini tidak lebih dalam dibandingkan dengan kontraksi pertumbuhan ekonomi wilayah Sumatera maupun Nasional yang masing-masing sebesar -3,01% (yoy) dan -5,32% (yoy). Dari sisi permintaan, perlambatan PDRB disebabkan oleh terkontraksinya seluruh komponen penyusun pertumbuhan ekonomi sisi permintaan. Konsumsi rumah tangga, investasi dan ekspor luar negeri sebagai pangsa utama terkontraksi sebagai dampak pandemi wabah COVID-19. Dari sisi penawaran, Lapangan Usaha (LU) utama yaitu industri pengolahan dan pertambangan dan penggalian juga mengalami kontraksi. Namun LU pertanian, kehutanan, dan perikanan masih tumbuh positif meskipun melambat di triwulan II 2020.
Realisasi inflasi Sumatera Selatan di triwulan II-2020 tercatat terkendali yakni sebesar 1,72% (yoy) dan berada di bawah kisaran target inflasi nasional tahun 2020 yaitu sebesar 3±1% (yoy). Inflasi di Provinsi Sumatera Selatan menurun pada triwulan laporan jika dibandingkan dengan triwulan I-2020 yang mengalami inflasi sebesar 3,15% (yoy). Realisasi tersebut lebih rendah dibandingkan realisasi inflasi nasional yang tercatat sebesar 1,96% (yoy), namun masih lebih tinggi dibandingkan regional Sumatera yang tercatat sebesar 0,69% (yoy) pada triwulan II 2020.
Stabilitas sistem keuangan di Sumatera Selatan perlu menjadi perhatian. Kinerja intermediasi perbankan di Sumatera Selatan menurun pada sektor korporasi sejalan dengan kinerja perekonomian yang terkontraksi. Pertumbuhan kredit pada sektor rumah tangga juga menurun seiring dengan menurunnnya permintaan konsumsi rumah tangga. Sektor rumah tangga dan korporasi masih menunjukkan kondisi yang stabil yang tercermin dari nilai Non Performing Loan yang masih berada di bawah batas indikatif. Penyaluran kredit terkontraksi dan diikuti oleh penghimpunan Dana Pihak Ketiga dan aset perbankan yang melambat di triwulan II 2020.
Perekonomian Sumatera Selatan tahun 2020 diperkirakan tumbuh melambat dibandingkan tahun 2019. Adanya pandemi wabah COVID-19 menyebabkan perlambatan konsumsi rumah tangga, ekspor luar negeri, dan investasi yang disebabkan menurunnya aktivitas ekonomi untuk mengurangi tingkat penyebaran wabah COVID-19. Namun demikian, peningkatan konsumsi pemerintah untuk penanggulangan dampak wabah COVID-19 dan peningkatan kapasitas produksi pada LU industri pengolahan diperkirakan mampu menahan perlambatan pertumbuhan ekonomi. Adapun inflasi Sumatera Selatan tahun 2020 diperkirakan lebih rendah dibandingkan inflasi tahun 2019, namun masih berada pada kisaran target inflasi nasional 3,0%±1% (yoy).
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO
Perekonomian Sumatera Selatan triwulan II 2020 terkontraksi sebesar -1,37% (yoy), turun dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 4,98%(yoy). Kontraksi pertumbuhan ini tidak lebih dalam dari pertumbuhan Sumatera maupun Nasional yang juga terkontraksi masing-masing -3,01% (yoy) dan -5,32% (yoy). Perlambatan tersebut disebabkan turunnya pertumbuhan di konsumsi rumah tangga, investasi, ekspor luar negeri, dan konsumsi pemerintah, yang disebabkan oleh dampak pandemi COVID-19
PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH
Realisasi Keuangan Daerah triwulan II 2020 lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Realisasi anggaran pendapatan daerah di Sumatera Selatan triwulan II 2020 mencapai Rp14,74 triliun atau sebesar 35,08% dari pagu anggaran tahun 2020, di sisi lain realisasi belanja mencapai Rp11,2 triliun atau sebesar 26,1% dari pagu anggaran tahun 2020. Sementara itu, realisasi anggaran belanja APBN Kementerian/Lembaga di wilayah Provinsi Sumatera Selatan untuk triwulan II 2020 mencapai Rp4,99 triliun atau sebesar 39,74% dari pagu anggaran tahun 2020.
PERKEMBANGAN INFLASI
Realisasi inflasi Sumatera Selatan di triwulan II 2020 tercatat terkendali yakni sebesar 1,72% (yoy) dan berada di bawah kisaran target inflasi nasional tahun 2020 yaitu sebesar 3±1% (yoy). Pencapaian inflasi di Provinsi Sumatera Selatan mengalami penurunan pada triwulan laporan jika dibandingkan dengan triwulan I 2020 yang mengalami inflasi sebesar 3,15% (yoy). Realisasi tersebut lebih rendah dibandingkan realisasi inflasi nasional yang sebesar 1,96% (yoy), namun lebih tinggi dibandingkan realisasi inflasi regional Sumatera yang sebesar 0,69% (yoy) di triwulan II 2020.
PERKEMBANGAN STABILITAS KEUANGAN DAERAH DAN PENGEMBANGAN USAHA MIKRO KECIL DAN MENENGAH
Stabilitas keuangan perlu menjadi perhatian. Pertumbuhan penyaluran kredit mengalami kontraksi dan seiring dengan penghimpunan DPK dan aset perbankan mengalami perlambatan dibandingkan triwulan I 2020. Ketahanan sektor korporasi dan rumah tangga masih terjaga. Eksposur perbankan pada kedua sektor relatif aman diindikasikan oleh nilai Non-Performing-Loan (NPL) yang berada di bawah batas indikatif.
PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH
Pada triwulan I 2020, kegiatan transaksi non tunai melalui Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) dan Real Time Gross Settlement (RTGS) tumbuh positif. Sementara itu, kegiatan transaksi tunai di Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Selatan mencatatkan net inflow selama periode laporan. Selanjutnya, nominal dan frekuensi transaksi UE melambat selama triwulan I 2020.
PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN DAERAH
Kondisi kemiskinan Provinsi Sumatera Selatan memburuk. Tingkat kemiskinan penduduk Provinsi Sumatera Selatan pada bulan Maret 2020 mengalami peningkatan menjadi sebesar 12,66%. Tingkat kesejahteraan juga menurun yang terlihat dari penurunan rata-rata NTP menjadi 89,99 pada triwulan II 2020 dari sebelumnya sebesar 94,13.
PROSPEK PEREKONOMIAN
Perekonomian Sumatera Selatan tahun 2020 diperkirakan tumbuh melambat dibandingkan tahun 2019. Adanya pandemi wabah COVID-19 menyebabkan perlambatan konsumsi rumah tangga, ekspor luar negeri, dan investasi yang disebabkan menurunnya aktivitas ekonomi untuk mengurangi tingkat penyebaran wabah COVID-19. Namun demikian, peningkatan konsumsi pemerintah untuk penanggulangan dampak wabah COVID-19 dan peningkatan kapasitas produksi pada Lapangan Usaha industri pengolahan diperkirakan mampu menahan perlambatan pertumbuhan ekonomi. Adapun prakiraan inflasi Sumatera Selatan tahun 2020 diperkirakan lebih rendah dibandingkan inflasi tahun 2019, namun masih berada pada kisaran target inflasi nasional 3,0%±1% (yoy).
Halaman ini sengaja dikosongkan
Perkembangan Ekonomi Makro Regional Secara Umum
Perekonomian Provinsi Sumatera Selatan triwulan II 2020 terkontraksi. Pertumbuhan ekonomi Provinsi Sumatera Selatan terkontraksi sebesar -1,37% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan I 2020 yang tumbuh 4,98% (yoy). Namun, kinerja perekonomian Provinsi Sumatera Selatan tersebut masih berada di atas pertumbuhan ekonomi nasional dan Sumatera yang juga terkontraksi sebesar -5,32% (yoy) dan -3,01% (yoy). Hal ini menempatkan Sumatera Selatan menjadi provinsi dengan pertumbuhan tertinggi setelah Provinsi Bengkulu di regional Sumatera . Lebih lanjut, secara triwulanan, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Sumatera Selatan juga terkontraksi sebesar -2,30% (qtq), lebih rendah dibandingkan triwulan yang sama tahun sebelumnya yang tumbuh positif 3,98% (qtq).
Terkontraksinya pertumbuhan ekonomi Sumatera Selatan sejalan dengan perekonomian kawasan Sumatera yang juga mengalami kontraksi. Pertumbuhan ekonomi di seluruh provinsi di Sumatera tercatat terkontraksi pada periode laporan. Struktur Perekonomian Sumatera Selatan pada triwulan II 2020 sebesar Rp113,27 triliun Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) lebih rendah dibandingkan dengan triwulan I 2020 yang sebesar Rp 116,31 triliun ADHB. Pada triwulan II 2020, perekonomian Sumatera Selatan menyumbang 3,04% terhadap perekonomian nasional, atau 14,3% terhadap perekonomian kawasan Sumatera.
Pertumbuhan komponen konsumsi rumah tangga terkontraksi. Kinerja konsumsi yang terkontraksi ini disebabkan oleh adanya pembatasan aktivitas ekonomi masyarakat seperti penutupan tempat rekreasi dan pusat perbelanjaan dalam rangka penanggulangan dampak penyebaran COVID-19. Penurunan ini juga terlihat dari hasil Survei Konsumen Bank Indonesia pada triwulan laporan dengna indeks Kondisi Ekonomi Saat ini yang lebih rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Menurunnya pendapatan akibat terbatasnya aktivitas juga menyebabkan konsumsi rumah tangga menurun. Selain itu, adanya penurunan harga komoditas karet global sebagai akibat penurunan permintaan karet global sebagai juga menurunkan penerimaan petani yang memberikan kontribusi pendaptan terhadap 25% masyarakat di Sumatera Selatan.
Kinerja ekspor luar negeri juga terkontraksi. Perlambatan kinerja ekspor disebabkan oleh adanya penurunan ekspor yang cukup tajam pada komoditas karet, batubara, serta pulp & paper. Merebaknya wabah COVID-19 di berbagai negara ini menyebabkan turunnya aktivitas manufaktur dan terganggunya kegiatan logistik ekspor-impor. Hal ini menyebabkan menurunnya permintaan terhadap komoditas ekspor komoditas unggulan. Harga karet yang mengalami penurunan menjadi USD 1,78/kg dari sebelumnya USD 1,84/kg memberikan tekanan terhadap kinerja komoditas karet. Hal ini juga sejalan dengan harga komoditas global batubara yang melemah akibat penurunan kinerja penurunan kebutuhan energi di seluruh dunia. Pasokan energi domestik di negara-negara tujuan utama seperti Tiongkok dan India yang masih tinggi juga menjadi salah satu penurunan permintaan batubara global. Sementara itu, komoditas pulp & paper juga mengalami penurunan yang disebabkan oleh terbatasnya aktivitas industri manufaktur dan terganggunya logistik akibat COVID-19. Namun demikian, perlambatan ekspor luar negeri masih ditopang oleh kelapa sawit. Meskipun CPO global pada triwulan II melemah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, permintaan CPO sebagai komoditas bahan pangan tetap terjaga. Secara keseluruhan, penurunan kinerja ekspor luar negeri disebabkan adanya penurunan permintaan dunia yang disebabkan adanya penurunan aktivitas manufaktur dan logistik dunia untuk mengurangi penyebaran wabah COVID-19.
Dari sisi investasi, kontraksi juga terjadi di triwulan II 2020. Tertundanya penyelesaian beberapa pembangunan infrastruktur Proyek Strategis Nasional (PSN) dalam rangka pengalihan anggaran untuk penanggulanan wabah COVID-19 dan pemulihan ekonomi menyebabkan realisasi belanja pemerintah untuk infrastruktur menjadi terhambat. Namun demikian, masih tumbuhnya investasi dari luar negeri atau Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) menopang penurunan kinerja investasi di triwulan II 2020.
Dari sisi lapangan usaha (LU), LU industri pengolahan memberikan kontribusi tertinggi pada pertumbuhan ekonomi Sumatera Selatan triwulan II-2020. LU Industri pengolahan memiliki pangsa PDRB ADHB sebesar 20,2% namun terkontraksi sebesar -0,13% (yoy). Penurunan ini disebabkan oleh kinerja industri pengolahan karet dan barang dari karet yang terkontraksi cukup dalam akibat melemahnya permintaan dan harga komoditas di pasar global. Selanjutnya diikuti oleh LU pertambangan dan penggalian terutama ditopang oleh aktivitas produksi batubara, minyak bumi, dan barang tambang lainnya yang memiliki pangsa tertinggi kedua sebesar 19,0% yang juga terkontraksi sebesar -3,78% (yoy). Kinerja LU ini mengalami penurunan terutama disebabkan oleh menurunnya permintaan energi karena menurunnya aktivitas idnustri, harga komoditas global yang melemah, dan produktivitas minyak bumi dan batubara yang menurun. Sektor utama Provinsi Sumatera Selatan lainnya yaitu LU pertanian, kehutanan, dan perikanan yang memiliki pangsa sebesar 15,47% terhadap perekonomian Provinsi Sumatera Selatan yang mengalami pertumbuhan positif meskipun melambat sebesar 1,35% (yoy). Hal ini disebabkan oleh masih tingginya permintaan domestik sebagai dampak kebijakan pemerintah untuk penerapan B30, kenaikan harga CPO internasional yang menyebabkan harga TBS (Tandan Buah Segar) lebih tinggi, dan masuknya panen raya padi di triwulan II 2020.
Kegiatan ekonomi juga tercermin dari kinerja perbankan di Sumatera Selatan. Penerapan pembatasan aktivitas yang terlihat dari menurunnya aktivitas ekonomi masyarakat menyebabkan permintaan konsumsi masyarakat ikut menurun. Hal ini menyebabkan kinerja usaha menjadi menurun dan berdampak terhadap kinerja keuangan pelaku usaha. Pelaku usaha menjaga ketahanan keuangan kegiatan usahanya melalui modal internal perusahaan yang terus menurun sehingga dan dibutuhkan restrukturisasi untuk menjaga arus pengembalian pinjaman dari pelaku usaha kepada perbankan. Hal tersebut tercermin dari penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) dan penyaluran kredit perbankan yang menurun di periode laporan. DPK tumbuh melambat menjadi 5,47% (yoy) di triwulan II 2020 yang sebelumnya tumbuh sebesar 6,43% (yoy). Penyaluran kredit terkontraksi menjadi -2,73% (yoy), turun dari triwulan sebelumnya yang mulai tumbuh sebesar 3,72% (yoy).
Selanjutnya di triwulan III 2020, pertumbuhan ekonomi Sumatera Selatan diperkirakan tumbuh namun masih terkontraksi. Dampak wabah COVID-19 yang terlihat pada kontraksi pertumbuhan ekonomi di triwulan II 2020 diperkirakan masih akan berlangsung di triwulan III 2020. Konsumsi rumah tangga masih terbatas, namun adanya pelonggaran pembatasan aktivitas diperkirakan mampu untuk mendorong kembali konsumsi masyarakat. Meskipun demikian, aktivitas masyrakat lainnya seperti kegiatan belajar dan bekerja dari sekolah/kantor ke rumah (Learn From Home/Work From Home), masih menahan pertumbuhan konsumsi untuk tumbuh lebih tinggi. Adanya arahan pemerintah daerah dalam pembangunan infrastruktur strategis dalam rangka pemulihan ekonomi diperkirakan akan mendorong belanja modal pemerintah serta realisasi pembangunan infrastruktur yang telah dilakukan dari awal tahun diperkirakan akan mendorong investasi di triwulan III 2020. Ekspor luar negeri Sumatera Selatan juga diperkirakan akan tumbuh positif dan menopang pertumbuhan ekonomi Sumatera Selatan seiring dengan mulai pulihnya permintaan dan realisasi kontrak pengiriman yang tertunda karena adanya pembatasan aktivitas dalam rangkan penanganan COVID-19. Komoditas pulp & paper, karet, dan kelapa sawit diperkirakan akan menjadi penopang ekspor luar negeri di tengah kinerja kinerja komoditas batubara yang masih tumbuh terbatas. Investasi juga diperkirakan akan tumbuh lebih tinggi seiring dengan dimulai kembalinya proyek pembangunan infrastruktur dan masih berlanjutnya investasi dari korporasi besar yang terlihat dari pertumbuhan PMA dan PMDN yang masih positif.
Perkembangan Ekonomi Sisi Penggunaan
Tabel 1-1 Andil Pertumbuhan Ekonomi Sumatera Selatan 2018-2020 (%yoy)
Sumber: BPS Provinsi Sumatera Selatan (diolah)
Dari sisi pengeluaran, kontraksi konsumsi rumah tangga memberikan andil terbesar kepada penuruna pertumbuhan ekonomi Sumatera Selatan di triwulan II 2020. Andil konsumsi rumah tangga menurun dari 2,11% (yoy) pada triwulan I 2020 menjadi -3,83% (yoy) pada triwulan II 2020. Penurunan ini disebabkan oleh adanya aktivitas ekonomi masyarakat yang melambat karena adanya pembatasan dan penutupan sementara pada tempat-tempat penyediaan makan minum, akomodasi, dan tempat hiburan dalam rangka penanganan wabah COVID-19 yang menurunkan konsumsi rumah tangga. Adanya pembatasan aktivitas dalam rangka penanggulangan penyebaran wabah juga menurunkan pendapatan masyarakat terutama masyarakat yang bekerja di sektor informal di perkotaan. Petani perkebunan karet juga mengalami penurunan pendapat yang disebabkan menurunnya permintaan karet dari industri pengolahan dan menurunnya harga karet internasional.
Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) atau investasi juga terkontraksi di triwulan II 2020. Andil PMTB tercatat sebesar -0,31% (yoy) di triwulan II 2020. Penundaan pelaksanaan pekerjaan proyek infrastruktur pemerintah baik yang tergabung dalam Proyek Strategis Nasional (PSN) maupun proyek pekerjaan umum lainnya menyebabkan kinerja investasi menurun di triwulan II 2020. Meskipun demikian, masih tumbuhnya investasi oleh pelaku usaha terutama dari korporasi usaha yang telah direncanakan dari tahun sebelumnya, baik yang berasal dari Penanaman Modal Asing (PMA) ataupun Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN), masih menopang investasi untuk tidak turun lebih dalam.
Kontraksi kinerja ekspor luar negeri yang cukup dalam memberikan andil terbesar kedua yang menyebabkan kontraksi pertumbuhan ekonomi di triwulan II 2020. Andil kinerja ekspor triwulan II 2020 terkontraksi sebesar -3,33% (yoy) turun dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 2,14% (yoy). Melemahnya permintaan dunia karena menurunnya aktivitas manufaktur dan terganggunya aktivitas logistik sebagai dampak pandemi COVID-19 menurunkan kinerja ekspor pulp & paper, karet, dan batubara, meskipun kinerja komoditas kelapa sawit masih dapat menopang kinerja ekspor untuk tidak turun lebih dalam.
Tabel 1-2 Pertumbuhan Ekonomi Sumatera Selatan Sisi Pengeluaran (%yoy)
Sumber: BPS Provinsi Sumatera Selatan (diolah)
Konsumsi Rumah Tangga dan Pemerintah
Kinerja konsumsi rumah tangga terkontraksi di triwulan II 2020. Konsumsi rumah tangga pada triwulan II 2020 terkontraksi menjadi -6,69% (yoy) dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang masih tumbuh sebesar 3,45% (yoy). Andil konsumsi rumah tangga pada triwulan II 2020 sebesa -3,83% (yoy). Penurunan konsumsi rumah tangga tersebut terkonfirmasi dari hasil Survei Konsumen yang menunjukkan penurunan pada Indeks Konsumsi Barang-Barang Kebutuhan Tahan Lama dari 132,89 menjadi 69,89 dan masuk di zona pesimis.
Menurunnya aktivitas masyarakat dan pelemahan permintaan secara global terhadap komoditas terutama karet, kelapa sawit dan batubara, berdampak terhadap menurunnya pendapatan masyarakat. Hal ini terkonfirmasi dari menurunnya indeks penghasilan masyarakat dari 136,89 menjadi 65,22 pada triwulan laporan. Penurunan pendapatan yang berdampak pada menurunnya konsumsi rumah tangga juga terindikasi dari perlambatan kinerja Dana Pihak Ketiga (DPK) yang melanjutkan perlambatannya menjadi 5,47% (yoy). Hal ini mengindikasikan bahwa terdapat penurunan penerimaan dari masyarakat dan pelaku sehingga pangsa penerimaan yang ditabung menurun untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan keberlangsungan kinerja usaha.
Deselerasi pertumbuhan konsumsi rumah tangga terlihat dari kredit konsumsi yang juga turut melambat. Adanya pembatasan aktivitas dalam rangka pencegahan penularan wbah COVID-19 memberikan dampak kepada kinerja kredit konsumsi di Sumatera Selatan. Kredit konsumsi Provinsi Sumatera Selatan pada triwulan II 2020 tumbuh melambat mejadi sebesar 5,72% (yoy) turun dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 8,91% (yoy). Penurunan ini disebabkan oleh penurunan penyaluran kredit di seluruh subsektor kredit konsumsi. Penurunan kredit kepemilikan rumah tinggal berlanjut menjadi 6,25% (yoy) dari triwulan sebelumnya yang melambat sebesar 9,96% (yoy). Menurunnya permintaan terhadap rumah tinggal ditengah penurunan pendapatan menyebabkan permintaan kredit untuk rumah tinggal menurun. Kredit kepemilikan flat/apartemen juga menurun menjadi 4,07%(yoy) dari sebelumnya sebesar 4,55% (yoy). Adanya penurunan ini terlihat dari tidak adanya peningkatan penjualan flat/apartemen di triwulan II 2020 yang masih berada pada tingkat penjualan sebesar 40,68%. Kredit kepemilikan kendaraan bermotor (KKB) terkontraksi menjadi -2,80% (yoy) dari sebeumnya tumbuh sebesar 5,76% (yoy). Kontraksi ini disebabkan oleh menurunnya permintaan terhadap kendaraan bermotor yang disebabkan adanya larangan operasional transportasi daring berbasis sepeda motor dalam rangka penangguangan COVID-19. Selain menurunkan permintaan, hal ini juga berdampak terhadap tingkat pengembalian dari kredit KKB karena menurunnya pendapatan bagi pekerja informal yang berada pada sektor penyediaan jasa transportasi. Kredit multiguna tumbuh terbatas menjadi 8,39% (yoy) dari sebelumnya yang sempat tubuh sebesar 10,18% (yoy) yang disebabkan menurunnya konsumsi barang-barang tahan lama untuk kebutuhan rumah tangga. Menurunnya kredit konsumsi pada triwulan laporan mengkonfirmasi dampak merebaknya wabah COVID-19 terhadap ekonomi di triwulan II 2020. Hal ini juga terlihat dari hasil Survei Konsumen Bank Indonesia di Provinsi Sumatera Selatan yang menunjukkan perubahan optimisme masyarakat terhadap perekonomian di triwulan berikutnya. Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE) menurun ke zona pesimis dari sebelumnya 130,74 di triwulan I 2020 menjadi 69,89 di triwulan II 2020.
Namun demikian, konsumsi rumah tangga pada triwulan III 2020 diprakirakan membaik meskipun masih terkontraksi. Beberapa hal yang dapat mendorong konsumsi rumah tangga yaitu (1) pelonggaran Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) ditengah penerapan protokol pencegahan COVID-19 yang ketat, (2) realisasi kontrak pengiriman ekspor dan pemulihan permintaan global mendorong peningkatan harga komoditas unggulan, dan (3) komitmen pemerintah daerah dalam mendorong percepatan pembangunan infrastruktur dalam rangka pemuliah ekonomi daerah. Namun demikian, masih terdapatnya risiko peningkatan kasus aktif COVID-19 diperkirakan dapat menahan konsumsi rumah tangga untuk tumbuh lebih tinggi.
Tabel 1-3 Hasil Survei Konsumen Provinsi Sumatera Selatan
Sumber: Bank Indonesia Provinsi Sumatera Selatan (diolah
Konsumsi pemerintah mengalami kontraksi dibandingkan dengan periode sebelumnya. Konsumsi pemerintah terkontraksi sebesar -8,10% (yoy), turun dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang masih tumbuh sebesar 5,33% (yoy). Terkontraksinya konsumsi pemerintah pada triwulan II 2020 disebabkan adanya perubahan rencana anggaran melalui skema refocusing & reallocation yang digunakan untuk menanggulangi penyebaran wabah COVID-19. Perlambatan realisasi belanja pada triwulan laporan tercermin dari peningkatan simpanan giro pemerintah yang berada di perbankan Sumatera Selatan, yaitu secara nominal naik menjadi sebesar Rp6,7 triliun dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar Rp5,9 triliun. Peningkatan jumlah dana pemerintah di perbankan menandakan disamping adanya akumulasi pendapatan pemerintah, pemerintah masih belum melakukan pengeluaran belanja karena belum dilaksanakanya realisasi/pembayaran proyek yang biasanya baru akan dilakukan di periode akhir tahun. Namun jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya, simpanan giro pemerintah mengalami kontraksi yang cukup dalam. Simpanan giro pemerintah pada triwulan II 2020 terkontraksi sebesar -18,65% (yoy), jauh di bawah pertumbuhan triwulan II 2019 yang tumbuh tinggi sebesar 72,0% (yoy). Hal ini mengindikasikan adanya penurunan pendapatan pemerintah sebagai dampak dari melambatnya aktivitas perekonomian.
Realisasi belanja APBD di Sumatera Selatan (Provinsi dan Kabupaten/Kota) pada triwulan II 2020 lebih rendah dibandingkan triwulan II 2019. Realisasi belanja APBD triwulan II 2020 mencapai 26,1% dari pagu anggaran, lebih rendah dibandingkan realisasi periode yang sama di tahun lalu yang sebesar 34,56% dari pagu. Secara nominal, realisasi belanja APBD di Sumatera Selatan pada triwulan II 2020 mencapai Rp11,23 triliun, menurun dibandingkan dengan realisasi belanja triwulan II 2019 yang sebesar Rp13,6 triliun. Jika dilihat dari sisi komponen belanja daerah, realisasi belanja terbesar berasal dari komponen belanja operasi dengan kontribusi sebesar Rp8,11 triliun atau 72,2% di triwulan II 2020. Sebagian besar belanja operasi digunakan untuk belanja pegawai seperti pembayaran gaji dan lainnya, sementara itu belanja barang dan jasa operasional menurun jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Salah satu komponen yang mengalami peningkatan adalah komponen belanja tak terduga. Peningkatan komponen belanja tidak terduga digunakan untuk penanggulangan dan penanganan wabah COVID-19 yang disesuaikan dengan kebijakan realokasi dan refocusing anggaran untuk penanganan kesehatan, penanganan dampak ekonomi, dan penyediaan jaring pengaman sosial. Hingga triwulan II 2020, secara nominal belanja tidak terduga yang dikeluarkan sebesar Rp122,9 miliar dengan realisasi sebesar 189,9%, meningkat jika dibandingkan dengan triwulan II 2019 yang sebesar Rp2,53 miliar atau sebesar 0,34%.
Realisasi belanja APBN di Sumatera Selatan pada triwulan II 2020 menurun jika dibandingkan dengan triwulan II 2019. Realisasi belanja APBN di Sumatera Selatan pada triwulan II 2020 sebesar 30,8% dari pagu anggaran, lebih rendah dibandingkan dengan realisasi pada triwulan II 2019 yang sebesar 34,6%. Secara nominal, realisasi APBN di triwulan II 2020 sebesar Rp2,4 triliun, menurun dibandingkan triwulan II 2019 yang sebesar 3,35 triliun. Selain itu, realisasi dana Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) di wilayah Sumatera Selatan mengalami peningkatan meskipun secara nominal lebih rendah. Pada triwulan II 2020, realisasi TKDD sebesar 51,86% atau sebesar Rp13,5 triliun, lebih tinggi dibandingkan dengan pada triwulan II 2019 yang mencapai 50,0% atau sebesar Rp16,2 triliun. Peningkatan realisasi ini disebabkan oleh penurunan nominal jumlah pagu TKDD di tahun 2020 yang turun menjadi sebesar Rp26,17 triliun dibandingkan dengan tahun 2019 yang mencapai Rp32,57 triliun. Pemangkasan pagu anggaran ini dilakukan untuk penanganan wabah penyakit COVID-19 secara nasional. Meskipun demikian, penurunan pagu dilakukan dengan tetap melihat tekanan kondisi keuangan daerah. Adanya kemungkian tertekannya kondisi keuangan daerah di daerah yang memiliki sebaran COVID-19 tinggi, berpotensi menurunkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) cukup signifikan.
Secara keseluruhan, realisasi konsumsi pemerintah triwulan II 2020 tumbuh melambat. Perlambatan ini disebabkan oleh masih dilakukannya konsolidasi anggaran pemerintah di awal tahun. Namun demikian, kebijakan pemerintah melakukan realokasi & refocusing anggaran dari belanja modal untuk penanganan COVID-19 diperkirakan mampu menopang penurunan komponen konsumsi pemerintah.
Sementara itu, di triwulan III 2020 konsumsi pemerintah diperkirakan akan lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya. Realisasi belanja pemerintah untuk penanganan kesehatan, penyaluran bantuan sosial yang tergabung di dalam Jaring Pengaman Sosial, serta rencana pemulihan dampak ekonomi diperkirakan akan mendorong pertumbuhan konsumsi pemerintah. Realisasi pembayaran proyek infrastruktur yang dilakukan di akhir tahun juga diperkirakan mampu mendorong konsumsi pemerintah. Selain itu, realisasi penyaluran tunjangan gaji ke-13 kepada pegawai pemerintahan golongan tertentu juga diperkirakan mendorong pertumbuhan konsumsi pemerintah di triwulan berikutnya.
Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto (PMTB)/Investasi
Kinerja investasi di triwulan II 2020 terkontraksi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Kinerja investasi di triwulan II 2020 terkontraksi sebesar -0,85% (yoy), lebih rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 4,81% (yoy). Menurunnya kinerja investasi terutama disebabkan oleh tertundanya pelaksanaan pekerjaan pembangunan karena adanya pembatasan aktivitas untuk pencegahan penularan wabah CVOID-19.
Investasi non bangunan tumbuh melambat menjadi 0,45% (yoy) dari 4,47% (yoy). Kinerja investasi non bangunan masih mengalami pertumbuhan meskipun melambat tercermin dari peningkatan impor barang modal yang masih tumbuh sebesar 171,28% (yoy), meningkatan dari triwulan sebelumnya yang juga tumbuh 109,38% (yoy). Peningkatan impor barang modal terutama berupa impor mesin/peralatan industri, peralatan khusus industri, dan lokomotif. Hasil liaison yang dilakukan Bank Indonesia kepada pelaku usaha di Sumatera Selatan pada triwulan laporan mengkonfirmasi kinerja investasi pada triwulan II 2020 yang masih positif meskipun sedikit menurun terindikasi dari angka likert scale yang positif menjadi 0,50 dibandingkan triwulan lalu yang sebesar 0,62. Adapun rencana investasi yang akan dilakukan adalah pengadaan mesin-mesin pendukung pembangkit tenaga listrik, penyediaan lokomotif, dan juga pengadaan mesin pengemasan/pengepakan barang.
Kinerja investasi juga terlihat dari rencana investasi swasta yang berasal dari Penanaman Modal Asing (PMA). Rencana investasi PMA triwulan II 2020 di Provinsi Sumatera Selatan mencapai Rp3,9 triliun, tumbuh melambat sebesar 0,15% (yoy) dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 1,67% (yoy). Rencana investasi PMA ini terutama di Kabupaten Muara Enim dan Kabupaten Banyuasin masing-masing untuk sektor industri penyediaan listrik, gas dan air dan industri penyediaan jasa transportasi dan pergudangan.
Rencana investasi Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) juga turut menahan pertumbuhan investasi untuk tumbuh lebih tinggi. Pada triwulan II 2020, rencana investasi PMDN terkontraksi sebesar -0,66% (yoy), namun tidak lebih dalam dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang sebesar -0,78% (yoy). Kontribusi terbesar PMDN ini berada pada sektor industri penyediaan jasa transportasi dan pergundangan di Kabupaten Ogan Komering Ilir, sektor konstruksi untuk pembangunan real estate di Kota Palembang, dan sektor kontruksi untuk pembangunan infrastruktur rel kereta api di Kabupaten Muara Enim dan Ogan Ilir.
Peningkatan kinerja investasi yang lebih tinggi tertahan oleh investasi bangunan yang terkontraksi di triwulan laporan. Investasi bangunan terkontraksi sebesar 1,18% (yoy) di triwulan II 2020, turun dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 4,89% (yoy). Melemahnya investasi bangunan tercermin dari pertumbuhan PDRB lapangan usaha konstruksi yang juga terkontraksi menjadi -1,35% (yoy), turun dari triwulan sebelumnya sebesar 6,31% (yoy). Hal ini juga tercermin dari kondisi penjualan semen yang masih berlanjut menjadi 418 ribu ton atau mengalami kontraksi sebesar -2,48% (yoy) pada triwulan II 2020. Menurunnya investasi bangunan juga tercermin dari perlambatan penyaluran kredit ke lapangan usaha konstruksi, yang terkontraksi lebih dalam menjadi -12,4% (yoy) dari sebelumnya -4,30% (yoy). Penurunan kinerja investasi bangunan terutama disebabkan oleh penundaan pembangunan infrastruktur Proyek Strategis Nasional (PSN) yang berupa jalan tol Trans Sumatera dan program infrastruktur lainnya. Belanja modal pemerintah pusat dan daerah juga tercatat lebih rendah karena adanya realokasi anggaran untuk penanganan dampak COVID-19.
Dari sisi swasta, perlambatan investasi bangunan juga terkonfirmasi dari hasil liaison. Hasil liaison kepada pelaku usaha di bidang perdagangan dan perbankan di Sumatera Selatan menunjukkan bahwa pelaku usaha lebih memprioritaskan untuk melakukan stabilisasi operasional, maintenance rutin, dan fokus peningkatan penjualan di tengah pandemi. Pelaku usaha juga lebih memilih untuk memaksimalkan pemanfaatan unit yang tersedia untuk peningkatan kapasitas usaha.
Pertumbuhan investasi di triwulan III 2020 diperkirakan akan meningkat dari sisi swasta dan pemerintah. Peningkatan ini didorong oleh adanya relaksasi pembatasan aktivitas ekonomi. Adanya perkiraan kenaikan konsumsi masyarakat mendorong pelaku usaha untuk meningkatkan/ekspansi kapasitas usahanya. Selain itu korporasi besar juga melanjutkan realisasi investasi yang telah direncanakan dari tahun sebelumnya. Sementara itu dari sisi pemerintah, realisasi pembayaran pelaksanaan pekerjaan infrastruktur yang dari triwulan III 2020 hingga akhir tahun juga turut akan meningkatkan realisasi belanja modal pemerintah. Selain itu, adanya komitmen pemerintah untuk melakukan pembangunan infrastruktur strategis dalam rangka pemulihan ekonomi diperkirakan akan mendorong kinerja investasi di triwulan III 2020.
Ekspor Luar Negeri
Kinerja ekspor luar negeri Provinsi Sumatera Selatan triwulan II 2020 terkontraksi. Pertumbuhan ekspor luar negeri Sumatera Selatan tercatat terkontraksi sebesar -21,19% (yoy), turun signifikan dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar12,05% (yoy). Melambatnya kinerja ekspor di triwulan ini bersumber dari terkontraksinya pertumbuhan ekspor di hampir seluruh komoditas ekspor unggulan utama yaitu karet, batubara, dan pulp & paper. Penurunan ini terutama disebabkan oleh terbatasnya permintaan global akibat adanya wabah COVID-19 yang menyebabkan menurunnya aktivtas manufaktur global. Sementara itu, kinerja ekspor komoditas kelapa sawit masih menunjukkan peningkatan yang didorong oleh adanya permintaan minyak kelapa sawit untuk konsumsi dan membaiknya harga CPO internasional jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Nilai ekspor Provinsi Sumatera Selatan pada triwulan II 2020 mencapai USD740,5 juta, turun sebesar -37,46% (yoy) dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang juga mengalami penurunan. Ekspor terbesar adalah komoditas pulp&paper yang mencapai nilai USD265,6 juta (pangsa 35,9%) diikuti oleh karet yang mencapai USD 222,56 juta (pangsa 30,1%). Berikutnya adalah batubara dengan nilai sebesar USD 120,9 juta (pangsa 16,3%) serta ekspor kelapa sawit dengan nilai sebesar USD 27,1 juta (pangsa 3,7%).
Di triwulan II 2020, komoditas Pulp & paper memberikan sumbangan ekspor terbesar pertama dengan pangsa sebesar 35,9%. Pada triwulan II 2020, kinerja ekspor komoditas pulp & paper masih mengalami kontraksi sebesar -28,12% (yoy) berlanjut dari triwulan sebelumnya yang juga terkontraksi sebesar -26,88% (yoy). Negara tujuan ekspor utama pulp & paper adalah Tiongkok dengan pangsa sebesar 94,4% dari total ekspor pulp & paper di triwulan II 2020. Penurunan ini disebabkan oleh masih terbatasnya aktivitas manufaktur di Tiongkok meskipun penyebaran wabah COVID-19 di Tiongkok sudah mulai menurun. Seiring dengan semakin rendahnya angka penyebaran COVID-19 di Tiongkok dan pulihnya operasional industri manufaktur, diperkirakan kinerja ekspor pulp & paper akan meningkat di triwulan III 2020. Hal ini tercermin dari nilai ekspor pulp & paper bulan Juli 2020 sebesar USD 98,83juta atau meningkat 22,22% (mtm). Peningkatan ini terutama didorong oleh peningkatan permintaan untuk kebutuhan medis dan sanitasi seperti masker dan tisu toilet.
Komoditas ekspor dengan nilai pangsa terbesar kedua di triwulan II 2020, pertumbuhan ekspor karet mengalami kontraksi. Pertumbuhan nilai ekspor karet pada triwulan II 2020 tercatat terkontraksi sebesar -40,14% (yoy), turun dari triwuln sebelumnya yang masih tumbuh sebesar 11,59% (yoy). Menurunnya aktivitas manufaktur akibat wabah COVID-19 menyebabkan penurunan permintaan untuk komoditas karet menjadi menurun. Hal ini juga menyebabkan penurunan harga rata-rata karet internasional yang sebesar USD1,78/kg di triwulan II 2020 dari triwulan sebelumnya yang sempat meningkat sebesar USD 1,88/kg. Rendahnya harga karet juga menyebabkan terbatasnya pasokan karet dari petani yang menahan produksinya hingga adanya kenaikan harga. Hal ini berdampak terhadap produktivitas industri pengolahan karet yang turut mengalami penurunan. Hal ini terkonfirmasi dari hasil survey yang dilakukan Bank Indonesia kepada pelaku usaha yang menyatakan bahwa industri pengolahan karet sempat mengimpor karet dari luar negeri untuk memenuhi permintaan ekspor karet. Namun demikian, diperkirakan pada triwulan III 2020, ekspor karet akan kembali pulih didorong oleh mulai melandainya trend penyebaran wabah COVID-19. Realisasi kontrak pengiriman yang mulai dilakukan kembali diperkirakan mampu mendorong pertumbuhan kinerja ekspor komoditas karet di triwulan III 2020. Hal ini terlihat dari kinerja ekspor karet yang tercatat sebesar USD 90,62 juta atau tumbuh sebesar 14,74% (mtm) di Bulan Juli 2020.
Kinerja ekspor komoditas ekspor dengan nilai pangsa ketiga terbesar di Sumatera Selatan juga turut mengalami kontraksi. Ekspor batubara pada triwulan II 2020 tercatat sebesar USD120,9 juta atau terkontraksi sebesar -38,8% (yoy), turun dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 6,30% (yoy). Merebaknya wabah COVID-19 di seluruh dunia menyebabkan konsumsi energi menurun. Penurunan ini disebabkan terbatasnya aktivitas manufaktur dan masyarakat ditengah adanya kebijakan lockdown dari beberapa negara untuk mencegah penyebaran virus COVID-19 lebih lanjut. Selain itu, masih tersedianya pasokan energi baik yang berasal dari produksi domestik ataupun pasokan batubara yang belum digunakan juga memberikan dampak terhadap peningkatan pasokak batubara global. Hal ini menyebabkan harga rata-rata komoditas global batubara di triwulan II 2020 turun menjadi sebesar USD 39,27/mt dari triwulan sebelumnya yang juga turun sebesar USD 45,57/mt. Kinerja ekspor negara tujuan utama yaitu India, Tiongkok, dan negara-negara ASEAN seluruhnya mengalami penurunan yaitu masing masing sebesar -43,40% (yoy), -32,6%(yoy), dan -38,2% (yoy). Pada triwulan III 2020, diperkirakan aktivitas industri manufaktur global mulai pulih sehingga mendorong peningkatan konsumsi energi ditengah masih terbatasnya peningkatan harga batubara global akibat pasokan yang masih tinggi, sehingga diperkirakaan kinerja ekspor batubara lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan II 2020. Hal ini terlihat dari meningkatnya nilai ekspor batubara pada Bulan Juli 2020 yang sebesar USD 46,75 juta, meningkat sebesar 81,55% (mtm).
Komoditas unggulan ekspor Sumatera Selatan lainnya adalah kelapa sawit yang triwulan ini pertumbuhan nilai ekspornya tumbuh sebesar 187,81% (yoy), meningkat signifikan dibandingkan triwulan sebelumnya yang juga tumbuh sebeesar 18,86% (yoy). Peningkatan ini didorong oleh meningkatnya produksi kelapa sawit setelah di tahun sebelumnya mengalami musim trek yang menurunkan produktivitas kelapa sawit dan permintaan CPO global untuk konsumsi pangan, meskipun harga crude palm oil (CPO) internasional tercatat lebih rendah dibandingkan dengan triwulan lalu. Harga CPO pada triwulan II 2020 tercatat menurun menjadi USD 540,33/metrik ton dari USD 658,49/metrik ton di triwulan sebelumnya. Berdasarkan nilai ekspor, negara tujuan ekspor kelapa sawit Sumatera Selatan yang memiliki pangsa terbesar adalah negara ASEAN (52,4%), Uni Eropa (29,1%), India (9,7%), dan Tiongkok (8,8%).
Pada triwulan III 2020, kinerja pertumbuhan ekspor luar negeri diperkirakan akan kembali meningkat. Tiongkok, sbagai negara tujuan utama ekspor dari Sumatera Selatan sudah mulai menunjukkan peningkatan aktivitasnya kembali setelah tingkat penyebaran kasus COVID-19 sudah mulai menurun. Hal ini mendorong permintaan ekspor terhadap komoditas-komoditas unggulan mulai meningkat kembali. Realisasi kontrak pengiriman pasca membaiknya aktivitas logistik juga mulai mendorong peningkatan ekspor. Meskipun demikian, harga komoditas global yang peningkatannya masih terbatas, menahan kinerja ekspor Sumatera Selatan untuk tumbuh lebih tinggi lagi.
Impor Luar Negeri
Pada triwulan III 2020, impor luar negeri diperkirakan akan mengalami peningkatan. Hal ini sejalan dengan mulai pulihnya aktivitas manufaktur global dan masih berlanjutnya proyek-proyek dari lapangan usaha industri pengolahan, pertambangan dan penggalian, serta penyediaan listrik, gas, dan air yang membutuhkan barang-barang impor berupa mesin/peralatan industri. Selain itu, adanya peningkatan kapasitas untuk industri transportasi dan pergudangan serta rencana penambahan infrstruktur transportasi berbasis kereta api juga ikut mendorong kinerja impor dari Sumatera Selatan di triwulan III 2020.
Secara keseluruhan, pertumbuhan ekonomi Sumatera Selatan di triwulan III 2020 diperkirakan akan tumbuh namun masih terkontraksi dibandingkan dengan triwulan II 2020. Meningkatnya ekonomi di triwulan III 2020 didorong oleh membaiknya konsumsi rumah tangga karena adanya relaksasi pembatasan aktivitas untuk menanggulangi penyebaran wabah COVID-19. Hal ini juga berdampak terhadap kinerja investasi yang turut meningkat karena adanya mulai kembalinya permintaan dan meningkatkan kegiatan ekspansi usaha meskipun belum sepenuhnya kembali ke kondisi pra COVID-19. Korporasi besar mulai melakukan rencana investasinya kembali yang didorong mulai pulihnya permintaan global. Sejalan dengan hal tersebut, kinerja impor untuk mesin/peralatan industri ataupun bahan baku diperkirakan juga akan meningkat terutama untuk kebutuhan peningkatan kapasitas produksi. Selanjutnya, kinerja ekspor di triwulan III 2020 diperkirakan mulai meningkat sebagai dampak mulai pulihnya aktivitas industri dan logistik internasional. Realisasi kontrak pengiriman yang sempat tertunda akan dilaksanakan hingga akhir tahun 2020. Namun demikian, masih terbatasnya harga komoditas global yang disebabkan oleh pasokan yang masih tinggi dan volume perdagangan dunia yang masih belum pulih sepenuhnya diperkirakan dapat menahan kinerja ekspor untuk tumbuh lebih tinggi. Di sisi lain, kebijakan yang dikeluarkan pemerintah pusat dan daerah dalam rangka penanggulangan wabah dan dampak ekonomi dari COVID-19 diperkirakan dapat meningkatkan belanja pemerintah yang dapat menopang pertumbuhan ekonomi Sumatera Selatan. Mulai direalisasikannya kembali belanja modal untuk pembangunan infrastruktur strategis juga diperkirakan mampu mendorong pertumbuhan ekonomi lebih tinggi. Selain itu, penyaluran Tunjangan gaji ke-13 kepada Aparatur Sipil Negara (ASN) juga diperkirakan mampu mendorong peningkatan konsumsi pemerintah di triwulan III 2020.
Perkembangan Ekonomi Sisi Sektoral
Perekonomian Sumatera Selatan bersumber dari tiga lapangan usaha (LU) utama, yaitu LU industri pengolahan (pangsa 20,20%), LU pertambangan dan penggalian (pangsa 19,0%) dan LU pertanian, kehutanan dan perikanan (pangsa 15,47%). Secara kumulatif ketiga LU memberikan kontribusi sebesar 54,67% terhadap struktur pertumbuhan ekonomi Provinsi Sumatera Selatan. Pada triwulan II 2020, perlambatan pertumbuhan ekonomi Sumatera Selatan terjadi pada LU utama industri pengolahan dan LU pertambangan dan penggalian. Namun masih positifnya pertumbuhan LU pertanian, kehutanan dan perikanan meskipun melambat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, menopang perlambatan ekonomi lebih dalam.
Tabel 1-5 Laju Pertumbuhan Tahunan Sektoral PDRB Provinsi Sumatera Selatan ADHK 2010 (%yoy)
Lapangan Usaha Industri Pengolahan
Penurunan pertumbuhan ekonomi Sumatera Selatan pada triwulan II 2020 turut disebakan oleh LU industri pengolahan yang mengalami kontraksi. LU industri pengolahan terkontraksi sebesar -0,13% (yoy) lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 6,21% (yoy). Kontraksi pertumbuhan LU industri pengolahan disebabkan oleh kontraksi subsektor Industri Karet, Barang dari Karet dan plastik yang mengalami kontraksi sebesar -9,52% (yoy) lebih dalam dibandingkan dengan triwulan sebelumnya juga telah terkontraksi sebesar -0,18% (yoy). Penurunan ini disebabkan oleh menurunnya pemintaan karet baik berasal yang dari pasar ekspor maupun dari pasar domestik. Menurunnya harga karet global juga turut menyebabkan produktivitas industri pengolahan karet menurun karena petani karet menahan produksinya hingga harga kembali menarik.
Menurunnya kinerja industri pengolahan sejalan dengan hasil survei yang dilakukan oleh Bank Indonesia. Hasil likert scale menunjukkan peningkatan penjualan ekspor dan kapasitas industri di sektor industri pengolahan. Likert scale penjualan ekspor menurun menjadi -1,30 dari 0,50 di triwulan sebelumnya. Likert scale kapasitas utilisasi juga menurun menjadi -1,00 dari 0,00. Penurunan ini juga dikonfirmasi oleh pelaku usaha yang bergerak di komoditas karet. Menurunnya permintaan, terganggunya aktivitas logisitk pengiriman, dan melemahnya harga karet global menurunkan kinerja dari industri karet, barang dari karet dan plastik. Sementara itu, industri kertas, dan barang dari kertas masih tumbuh meskipun melambat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pertumbuhan ini mampu menopang kinerja LU industri pengolahan untuk tidak turun lebih dalam.
Sisi perbankan juga mengkonfirmasi penurunan kineerja industri pengolahan pada triwulan laporan. Penyaluran kredit kepada LU industri pengolahan di Sumatera Selatan melambat menjadi 2,09% (yoy) dari sebelumnya meningkat sebesar 23,69% (yoy) di triwulan sebelumnya. Namun demikian, kualitas kredit industri pengolahan masih terjaga dengan Non performing loan (NPL) yang turun menjadi sebesar 0,79% dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang sebesar 1,33%. Meskipun menurun, risiko penyaluran kredit pada LU ini masih berada di dalam batas aman (dibawah 5%).
Lapangan Usaha Pertambangan dan Penggalian
Kinerja LU pertambangan dan penggalian terkontraksi pada triwulan II 2020. Pertumbuhan LU pertambangan dan penggalian terkontraksi sebesar -3,78% (yoy) turun dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 2,98% (yoy). Hal ini disebabkan oleh menurunnya nilai nominal ekspor batubara. Ekspor batubara terkontraksi sebesar -38,8% (yoy) dengan nilai USD 120,9 juta di triwulan II 2020 lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 6,30% (yoy) dengan nilai USD 202,07 juta. Penurunan nilai nominal ini disebabkan oleh adanya penurunan harga batubara internasional di triwulan II 2020 yang menjadi USD 52,16/metrik ton dari sebelumnya yang juga turun menjadi USD 57,99/metrik ton. Penurunan harga komoditas ini sejalan dengan menurunnya harga komoditas minyak dunia yang digunakan sebagai indikator harga komoditas energi dunia. Harga minyak West Texas Intermediate (WTI) turun menjadi USD 39,27/barrel atau kontraksi sebesar 30,38% (yoy), dibandingkan dengan triwulan lalu yang sebesar USD 57,99/barrel. Produksi batubara juga melambat yang disebabkan oleh menurunnya permintaan dan harga komoditas global. Hasil liaison kepada pelaku usaha mengkonfirmasi rendahnya harga jual yang ditunjukkan oleh Likert scale harga jual yang terus menurun menjadi -0,5 dari sebelumnya sebesar -0,27 pada triwulan sebelumnya. Lebih lanjut, penurunan kinerja LU ini juga berasal dari menurunnya realisasi lifting minyak dan gas bumi yang disebabkan terbatasnya permintaan untuk konsumsi energi.
Penurunan kinerja LU pertambangan dan penggalian sejalan dengan penyaluran kredit perbankan ke LU ini yang terkontraksi lebih dalam sebesar -30,57% (yoy) dari sebelumnya sebesar -27,97% (yoy). Perbankan diperkirakan menahan penyaluran kredit kepada korporasi tambang, untuk mencegah peningkatan risiko kredit lebih lanjut. Risiko kredit LU pertambangan dan penggalian pada triwulan laporan sedikit menurun menjadi 3,36% dari sebelumnya 3,38% dan masih di dalam batas aman (threshold 5%).
Selanjutnya pada triwulan III 2020, kinerja LU pertambangan dan penggalian diperkirakan mulai meningkat. Produksi batubara diperkirakan masih terbatas meskipun permintaan eksternal dan domestik mulai meningkat. Permintaan batubara diprakirakan tumbuh terbatas seiring dengan harga komoditas yang masih tertahan dibandingkan dengan awal tahun 2020. Adanya pemulihan aktivitas manufaktur global setelah penurunan tingkat penyebaran COVID-19 menyebabkan permintaan batubara mulai tumbuh kembali meskipun pasokan batubara masih cukup tinggi. Komitmen pelaku usaha produsen batu bara untuk mengoptimalkan penjualan ke pasar alternatif seperti Taiwan, Vietnam, dan Hong Kong diperkirakan akan membantu mendorong kinerja LU pertambangan dan penggalian.
Lapangan Usaha Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
Kinerja LU pertanian, kehutanan, dan perikanan tumbuh positif meskipun melambat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pertumbuhan LU pertanian, kehutanan dan perikanan tumbuh 1,35% (yoy), melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 4,21% (yoy). Masih positifnya pertumbuhan LU pertanian, kehutanan, dan perikanan di triwulan II 2020 disebabkan oleh masukny panen raya padi di triwulan II 2020, Hal ini juga didorong oleh masuknya panen tanaman sayuran dan cabai pada periode Maret-Juli. Panen juga berlangsung untuk tandan buah segar (TBS) pasca penurunan produksi akibat kebakaran lahan pada akhir triwulan III 2019. Kinerja kelapa sawit juga tercatat masih tinggi meskipun harga CPO dunia di triwulan II 2020 mengalami penurunan menjadi sebesar USD 540,33/metrik ton, lebih rendah dari triwulan sebelumnya yang mencapai USD 658,49/metrik ton. Kinerja ekspor kelapa sawit tumbuh sebesar 187,81% (yoy), meningkat signifikan dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 18,86% (yoy). Peningkatan ini didorong oleh naiknya permintaan CPO global tingginya produktivitas dibandingkan tahun lalu yang mengalami musim trek. Meskipun demikian, LU pertanian tertahan oleh kinerja ekspor karet dan pulp&paper yang mengalami penurunan di triwulan II 2020.
Melambatnya LU pertanian tersebut tercermin dari menurunnya indeks nilai tukar petani (NTP) Sumatera sebesar 89,99, menurun dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang sebesar 94,13. Dari sisi perbankan, penyaluran kredit ke LU pertanian, kehutanan, dan perikanan juga mengalami menurun penurunan yaitu kontraksi sebesar -2,85% (yoy) lebih dalam dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang sebesar -0,39% (yoy). Meskipun melambat, risiko kredit masih terjaga, yang tercermin dari rasio NPL yang sebesar 0,03%. Hasil liaison Bank Indonesia ke pelaku usaha mengkonfirmasi penurunan LU pertanian yang terindikasi dari menurunnya likert scale penjualan ekspor dan persediaan serta kapasitas utilisasi.
Ke depan, kinerja LU pertanian, kehutanan, dan perikanan di triwulan III 2020 diperkirakan meningkat. Hal ini disebabkan oleh produksi getah karet yang mulai meningkat seiring dengan mulai pulihnya harga karet internasional yang didorong oleh mulai pulihnya aktivitas industri manufaktur. Adanya kebijakan penerapan Unit Pengeloahan dan Pemasaran Bokar (UPPB) juga turut membantu petani untuk mendapatkan harga getah karet yang lebih tinggi dibandingkan dengan harga karet dengan menjualnya ke pengepul. Kinerja kelapa sawit juga diprakirakan tumbuh sedikit melambat karena adanya penurunan produksi sebagai dampak kemarau panjang pada tahun 2019, masuknya musim trek, dan telah berkurangnya hasil produksi tanaman menghasilkan pasca panen pada awal tahun. Namun demikian, adanya relaksasi pembatasan aktivitas ekonomi, diperkirakan dapat meningkatkan aktivitas pada industri penyediaan makan dan minuman, sehingga berdampak pada peningkatan permintaan komoditas bahan pangan baik dari produk pertanian maupun peternakan.
Lapangan Usaha Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
Pertumbuhan LU perdagangan besar dan eceran, dan reparasi mobil dan sepeda motor mengalami kontraksi seiring dengan perlambatan konsumsi rumah tangga. LU ini terkontraksi sebesar -7,70% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 7,54% (yoy). Perlambatan ini juga dikonfirmasi oleh masih berlanjutnya penurunan kredit sektor perdagangan dan eceran yang terkontraksi sebesar -4,48 % (yoy). Melambatnya kinerja LU ini disebabkan adanya pembatasan aktivitas sementara untuk pencegahan penyebaran wabah COVID-19.
Hasil liaison ke pelaku usaha juga mengkonfirmasi penurunan kinerja LU ini yang terindikasi dari penurunan likert scale penjualan domestik dan penurunan persediaan karena tertahannya penjualan, yang berdampak kepada penurunan pendapatan. Penurunan ini juga terlihat dari penurunan kredit kepemilikan kendaraan bermotor di triwulan II 2020 yang terkontraksi sebesar -2,80% (yoy) dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 5,76% (yoy). Namun, dengan risiko kredit yang masih terjaga.
Di triwulan III 2020, diperkirakan LU perdagangan besar dan eceran mulai membaik seiring dengan adanya relaksasi penerapan pembatasan aktivitas sementara. Hal ini diperkirakan akan meningkatan aktivitas masyarakat diluar rumah dan mendorong peningkatan konsumsi rumah tangga.
Lapangan Usaha Konstruksi
LU konstruksi terkontraksi dibandingkan triwulan sebelumnya. LU konstruksi terkontraksi sebesar -1,35% (yoy), turun dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 2,69% (yoy). Melambatnya kinerja konstruksi terkonfirmasi dari kondisi penjualan semen yang mengalami penurunan menjadi 418 ribu ton dari sebelumnya yang mencapai 427 ribu ton atau mengalami kontraksi sebesar -2,48% (yoy) pada triwulan II 2020. Perlambatan ini juga terlihat dari dari penurunan penyaluran kredit konstruksi yang mengalami kontraksi sebesar -12,4% (yoy), turun dibandingkan triwulan sebelumnya yang juga terkontraksi sebesar -4,3% (yoy). Melambatnya LU konstruksi di triwulan II 2020 disebabkan oleh adanya penundaan pembangunan infrastruktur dan pengalihan realokasi belanja modal pemerintah untuk penanggulangan COVID-19. Hasil liaison kepada pelaku usaha di beberapa sektor usaha juga mengkonfirmasi perlambatan sehubungan ditundanya pelaksanaan investasi dan berfokus pada peningkatan penjualan pada triwulan II 2020. Selain itu, pelaku usaha masih menunda ekspansi usahanya dan lebih fokus pada stabilisasi operasional dan investasi yang bersifat maintenance rutin hingga situasi /aktivitas ekonomi berlangsung pulih pasca COVID-19. Di triwulan III 2020, kinerja LU konstruksi diperkirakan akan tumbuh seiring mulai membaiknya aktivitas ekonomi dan adanya komitmen pemerintah untuk melakukan pembangunan infrastruktur strategis dalam rangka mendorong pemulihan ekonomi.
Grafik 1-35. Sumber Pertumbuhan Ekonomi Sektoral Provinsi Sumatera Selatan Triwulan II 2020 (%-yoy)
Sumber: BPS Provinsi Sumatera Selatan, diolah
Halaman ini sengaja dikosongkan
Gambaran Umum
Pada tahun 2020, pendapatan daerah yang ditargetkan pada APBD-P Provinsi Sumatera Selatan sebesar Rp40,96 triliun, terdiri dari APBD Provinsi sebesar Rp10,36 triliun (25,28%) dan APBD Kabupaten/Kota sebesar Rp30,60 triliun (74,72%). Sementara alokasi belanja pada APBD-P Provinsi Sumatera Selatan dan APBN di wilayah Provinsi Sumatera Selatan mencapai Rp52,25 triliun. Alokasi ini terdiri dari tiga komponen yaitu APBD Provinsi Sumatera Selatan sebesar Rp7,81 triliun (14,95%), APBD Kabupaten/Kota senilai Rp31,89 triliun (61,04%) dan APBN yang dialokasikan untuk wilayah Sumatera Selatan senilai Rp12,55 triliun (24,01%).
Sumber: BPKAD & Kanwil DJPB Provinsi Sumatera Selatan (diolah)
Memasuki triwulan II 2020, anggaran pendapatan daerah APBD Provinsi Sumatera Selatan telah terealisasi sebesar Rp4,15 triliun atau mencapai 40,11% dari pagu. Sementara, realisasi pendapatan APBD 17 kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Selatan senilai Rp12,20 triliun atau mencapai 39,88% dari pagu. Di sisi lain, realisasi anggaran belanja APBD Provinsi Sumatera Selatan baru mencapai 30,83% atau mencapai Rp2,41 triliun. Untuk anggaran belanja APBD Kabupaten/Kota, realisasi hingga saat ini mencapai 30,01% atau sebesar Rp9,57 triliun. Selanjutnya, realisasi belanja APBN Kementerian/Lembaga di wilayah Provinsi Sumatera Selatan sampai dengan triwulan II 2020 mencapai Rp4,99 triliun atau sebesar 39,74% dari pagu sebesar Rp12,55 triliun dan merupakan realisasi belanja tertinggi dibandingkan komponen anggaran pemerintah daerah dan pemerintah kabupaten/kota.
Tabel 2-1 Komponen Anggaran Keuangan Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan Per Triwulan II 2020
Sumber: BPKAD & Kanwil DJPB Provinsi Sumatera Selatan (diolah)
APBD Provinsi Sumatera Selatan
Pagu Anggaran Pendapatan dan Belanja Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan pada APBD-P tahun 2020 mengalami peningkatan dibandingkan pagu anggaran tahun 2019 yaitu masing-masing sebesar 7,19% dan 61,06%. Secara nominal, pagu anggaran untuk pendapatan dan belanja masing-masing sebesar Rp10,36 triliun dan Rp7,81 triliun.
Dari sisi struktur anggaran pendapatan, komponen terbesar pendapatan di triwulan II 2020 masih sama seperti triwulan sebelumnya yakni Pendapatan Transfer dengan pagu sebesar Rp6,27 triliun (60,52%), kemudian disusul oleh Pendapatan Asli daerah (PAD) sebesar Rp4,05 triliun (39,12%) dan Lain-Lain Pendapatan Yang Sah dengan pagu sebesar Rp0,37 triliun (0,36%). Sedangkan dari sisi belanja, komponen terbesar berasal dari belanja operasional dengan pagu sebesar Rp5,57 triliun (71,34%) dan belanja modal sebesar Rp2,22 triliun (28,46%).
Tabel 2-2 Anggaran dan Realisasi APBD Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan
Triwulan II Tahun 2019 dan Tahun 2020
Sumber: BPKAD Provinsi Sumatera Selatan, diolah
Anggaran Pendapatan APBD Provinsi Sumatera Selatan
Realisasi anggaran pendapatan Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera Selatan pada triwulan II 2020 mencapai 40,11% atau sebesar Rp4,15 triliun dari pagu anggaran yang sebesar Rp10,36 triliun. Capaian triwulan II tahun 2020 baik secara persentase maupun nominal tercatat lebih rendah dibandingkan dengan capaian triwulan II tahun 2019. Secara nominal, pagu anggaran tahun 2020 mengalami kenaikan dibandingkan tahun 2019 yakni dari Rp9,67 triliun menjadi Rp10,36 triliun .
Realisasi Pendapatan Asli Daerah
Komponen pagu anggaran Pendapatan Asli Daerah (PAD) masih didominasi oleh Pendapatan Pajak Daerah yang mencapai 79,77% dari total PAD, kemudian disusul oleh Lain – lain PAD yang Sah (17,32%), Pendapatan Hasil Pengelolaan Kekayaan yang Dipisahkan (2,62%), dan Pendapatan Retribusi Daerah (0,29%). Dari sisi capaian anggaran triwulan II 2020, realisasi PAD mencapai Rp1,60 triliun atau 39,41% dari pagu. Capaian ini lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang sebesar 45,90%. Sesuai UU No.28 tahun 2009 tentang pajak daerah dan retribusi daerah, disebutkan bahwa pajak daerah terdiri dari dua jenis yaitu pajak Provinsi dan pajak Kabupaten/Kota. Yang termasuk pajak daerah provinsi adalah pajak kendaraan bermotor, bea balik nama kendaraan bermotor, pajak bahan bakar kendaraan bermotor, pajak air permukaan, dan pajak rokok. Sedangkan yang termasuk pajak daerah untuk Kabupaten/Kota terdiri dari pajak hotel, pajak restoran, pajak hiburan, pajak mineral bukan logam dan batuan, pajak penerangan jalan, pajak parkir, pajak air tanah, pajak sarang burung walet, pajak bumi dan bangunan (PBB), dan bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB). Kontribusi pajak daerah terhadap PAD di tingkat Provinsi yang terbesar berasal dari pajak terkait kendaraan bermotor.
Realisasi Pendapatan Transfer
Pagu pendapatan transfer pada triwulan II tahun 2020 lebih rendah dibandingkan dengan triwulan II tahun 2019 dengan penurunan pagu yang tidak signifikan sebesar 0,56% atau sebesar Rp35,11 miliar. Total realisasi pendapatan transfer triwulan II 2020 adalah sebesar Rp2,55 triliun atau 40,76% dari pagu, menurun dibandingkan realisasi pada periode yang sama di tahun 2019 yang sebesar 50,36%. Realisasi pendapatan transfer terutama didominasi oleh realisasi Dana Perimbangan yang didorong oleh realisasi Dana Alokasi Khusus sebesar 52,94% dan Dana Alokasi Umum sebesar 32,33%. Di sisi lain, Dana Bagi Hasil Pajak dan Dana Bagi Hasil Bukan Pajak (Sumber Daya Alam) memberikan kontribusi masing-masing sebesar 5,33% dan 9,40% dari keseluruhan realisasi pendapatan transfer. Selanjutnya, tingginya realisasi DAK terutama pada jenis DAK Non-Fisik yang diperuntukkan bagi dana BOS Satuan Pendidikan Provinsi sebesar Rp1,18 triliun atau 62,6% dari pagu sebesar Rp1,88 triliun dan Tunjangan Profesi Guru Pegawai Negeri Sipil Daerah (PNSD) sebesar Rp0,16 triliun atau 55,6% dari pagu sebesar Rp0,29 triliun. Secara keseluruhan, DAK Non-Fisik telah terealisasi sebesar 61,26% dari pagu, sementara itu dana Transfer Pemerintah Pusat-Lainnya dengan pagu sebesar Rp28,2 miliar sudah terealisasi sebesar 43,61% dari pagu pada triwulan II 2020.
Realisasi Lain-lain Pendapatan yang Sah
Pagu Lain-Lain Pendapatan Yang Sah di dalam struktur pendapatan porsinya hanya sekitar 0,36% atau secara nominal sebesar Rp37,45 miliar. Komponen dari pendapatan ini terdiri dari hibah dan pendapatan lainnya dengan realisasi masing-masing sebesar 4,95% dan 41,11% dari pagu. Capaian Lain-Lain Pendapatan yang Sah untuk triwulan II 2020 adalah sebesar Rp2,24 miliar atau 5,98% dari pagu Rp37,45 miliar.
Tabel 2-3 Anggaran dan Realisasi Pendapatan Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan Triwulan II 2019 dan Triwulan II 2020
Sumber: BPKAD Provinsi Sumatera Selatan
Realisasi Belanja APBD Provinsi Sumatera Selatan
Realisasi belanja APBD Provinsi Sumatera Selatan untuk triwulan II 2020 mencapai 30,83% dari total anggaran atau sebesar Rp2,41 triliun dari pagu Rp7,81 triliun. Pencapaian ini menurun dibandingkan realisasi periode yang sama tahun sebelumnya yaitu sebesar 34,56% atau sebesar Rp3,36 triliun dari pagu Rp9,71 triliun. Pemerintah Daerah telah menyusun berbagai strategi untuk melakukan percepatan realisasi belanja di triwulan yang akan datang mengingat realisasi tengah tahun yang masih di bawah 50%. Salah satu strategi yang diterapkan adalah memberikan instruksi kepada OPD (Organisasi Perangkat Daerah) untuk melakukan percepatan realisasi belanja serta himbauan percepatan pencairan dana untuk pekerjaan fisik daerah.
Dari total pagu anggaran belanja tahun 2020 sebesar Rp7,81 triliun, porsi terbesar sekitar Rp5,57 triliun (71,34%) merupakan pagu anggaran belanja operasional. Secara nominal, alokasi anggaran belanja operasional tersebut menurun 0,04% dari pagu anggaran tahun 2019. Sesuai dengan strukturnya, porsi terbesar belanja operasi adalah untuk belanja pegawai yang di triwulan II 2020 realisasinya sudah mencapai 41,70% atau sekitar Rp0,83 triliun. Porsi terbesar kedua adalah belanja hibah dengan pagu sebesar Rp1,92 triliun yang realisasinya sebesar 54,32% dari pagu dan merupakan realisasi belanja terbesar di Provinsi Sumatera Selatan pada triwulan laporan. Sementara itu, belanja barang memberikan kontribusi sebesar 29,82% terhadap total pagu. Realisasi belanja barang pada triwulan II 2020 sebesar 24,32% atau sebesar Rp0,40 triliun dari pagu Rp1,66 triliun.
Di sisi lain, porsi belanja modal terhadap total anggaran belanja baru mencapai 28,46% dengan nilai sebesar Rp2,22 triliun, meningkat dibandingkan periode yang sama di tahun sebelumnya yang sebesar Rp1,61 triliun. Sampai dengan triwulan II 2020, realisasi belanja modal masih sangat rendah yakni sebesar Rp75,9 miliar dari total pagu. Capaian ini terutama disumbang oleh realisasi belanja aset tetap lainnya serta belanja peralatan dan mesin dengan kontribusi masing-masing sebesar 36,81% dan 35,65%. Belanja aset tetap lainnya didominasi oleh realisasi belanja pengadaan buku ilmu pengetahuan sebesar Rp27,89 miliar atau 35,9% dari pagu Rp77,59 miliar. Sementara itu, realisasi belanja peralatan dan mesin disumbang oleh belanja pengadaan kendaraan dinas bermotor perorangan dengan realisasi sebesar Rp17,50 miliar. Di sisi lain, belanja tanah dengan total pagu anggaran sebesar Rp35,2 miliar belum terealiasi pada triwulan laporan. Selanjutnya, belanja modal BLUD (Badan Layanan Umum Daerah) dan belanja modal BOS sudah terealisasi sebesar 16,08% dan 14,75% dari pagu. Belanja jalan, irigasi dan jaringan sudah terealiasi sebesar 0,44% dari pagu yang dialokasikan khusunya untuk pengadaan jalan provins. Realisasi belanja terendah untuk belanja modal dicapai oleh pos belanja bangunan dan gedung dengan capaian 0,25% dari pagu Rp0,23 triliun. Untuk anggaran Belanja Tak Terduga, total realisasi pada triwulan II 2020 sudah melebihi pagu yakni sebesar 341% atau Rp54 triliun dari pagu yang hanya sebesar Rp16,1 miliar. Belanja tidak terduga merupakan tindakan belanja untuk kegiatan yang bersifat tidak biasa atau tidak diharapkan akan terjadi seperti penanggulangan bencana alam dan bencana sosial yang tidak diperkirakan sebelumnya, termasuk pengembalian atas kelebihan penerimaan daerah tahun sebelumnya yang telah ditutup. Sementara itu, pos transfer Provinsi Sumatera Selatan realisasinya mencapai 20,10% atau sebesar Rp0,55 triliun dari total pagu Rp2,73 triliun yang disumbang oleh transfer bagi hasil pendapatan kepada pemerintah kabupaten/kota.
Tabel 2-4 Anggaran dan Realisasi Belanja Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan Triwulan II Tahun 2019 dan Tahun 2020
Sumber: BPKAD Provinsi Sumatera Selatan
APBD Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Selatan
Secara umum realisasi pendapatan APBD Kabupaten/Kota sampai triwulan II 2020 mencapai 39,88% dari total keseluruhan pagu anggaran pendapatan tahun 2020 sebesar 30,60 triliun. Di sisi lain, pagu anggaran belanja untuk 17 Kabupaten/Kota yang ada di Sumatera Selatan sebesar Rp31,89 triliun, dengan realisasi mencapai Rp9,57 triliun atau sebesar 30,01% dari pagu.
Tabel 2-5 APBD Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Selatan Triwulan II 2020
Sumber: BPKAD Provinsi Sumatera Selatan, Kanwil Ditjen Perbendaharaan Negara Prov Sumatera Selatan, diolah
Di tahun 2020, pagu anggaran pendapatan Kabupaten/Kota terbesar dimiliki oleh Kota Palembang, Kabupaten Musi Banyuasin dan Kabupaten Muara Enim dengan nilai masing-masing sebesar Rp4,64 triliun; Rp2,63 triliun dan Rp2,37 triliun. Sementara itu realisasi pendapatan terbesar pada triwulan II 2020 dicapai oleh Kabupaten Musi Banyuasin, Kota Pagar Alam dan Kabupaten Banyuasin, masing-masing sebesar 54,43%; 48,61%; dan 48,51% dari total pagu anggaran pendapatan. Di sisi lain, tiga daerah yang pencapaian pendapatannya terendah adalah Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir (25,84%), Kabupaten Empat Lawang (29,32%) dan Kota Palembang (30,64%).
Pagu anggaran belanja tahun 2020 terbesar dimiliki oleh Kota Palembang, Kabupaten Musi Banyuasin, dan Kabupaten Muara Enim dengan pagu masing-masing sebesar Rp4,68 triliun, Rp2,94 triliun, dan Rp2,62 triliun. Sementara itu pada triwulan laporan, realisasi anggaran belanja terbesar dicapai oleh Kabupaten Musi Banyuasin, Kabupaten Banyuasin dan Kota Lubuklinggau masing-masing sebesar 40,88%; 37,93%; dan 37,72%. Sementara itu, tiga daerah dengan realisasi belanja terendah adalah Kabupaten Musi Rawas Utara (22,85%), Kota Palembang (22,92%) dan Kabupaten Muara Enim (23,60%).
Alokasi dana Transfer Ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) Provinsi Sumatera Selatan pada tahun 2020 sejak awal tahun mengalami dua kali perubahan. Perubahan pertama disebabkan adanya instruksi dari Menteri Keuangan yang tertuang dalam PMK Nomor 35/PMK.07/2020 terkait Pengelolaan Transfer ke Daerah dan Dana Desa Tahun Anggaran 2020 Dalam Rangka Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional. Alokasi TKDD sesuai perubahan pertama menurun sebesar 7,01% menjadi Rp30,28 triliun. Selanjutnya, alokasi TKDD kembali mengalami penyesuaian yang sejalan dengan disahkannya Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2020 yang mengatur terkait Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2020 tentang Perubahan Postur dan Rincian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2020. Secara keseluruhan, alokasi TKDD Provinsi Sumatera Selatan mengalami penurunan sebesar 19,60% dari Rp32,57 triliun di tahun 2019, menjadi Rp26,18 triliun pada tahun 2020.
Grafik 2-2 Alokasi Transfer ke Daerah dan Dana Desa Provinsi Sumatera Selatan
Sumber: Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Sumatera Selatan
Secara spasial, alokasi dana Transfer Ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) pada tahun 2020 menurun untuk semua kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Selatan. Penurunan alokasi terbesar dialami oleh pemerintah Kabupaten Penukal Abab Pematang Ilir dengan penurunan sebesar 36,23%, disusul oleh Kabupaten Musi Banyuasin dan Kabupaten Muara Enim yang masing-masing mengalami penurunan dengan persentase sebesar 32,39% dan 23,66%. Sementara itu, Kota Palembang mengalami penurunan alokasi dana terendah dengan penurunan sebesar 12,26%.
Grafik 2-3 Realisasi Transfer Ke Daerah dan Dana Desa Provinsi Sumatera Selatan TW II 2020
Sumber: Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Sumatera Selatan
Realisasi dana Transfer Ke Daerah dan Dana Desa di Provinsi maupun Kabupaten/Kota di triwulan II 2020 sebesar 51,84% atau senilai Rp13,58 triliun. Kabupaten/Kota dengan persentase realisasi terbesar adalah Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur (57,69%), disusul Kabupaten Ogan Komering Ilir (56,51%) dan Kota Lubuklinggau (54,60%).
Di sisi lain, belanja Transfer Ke Daerah dan Dana Desa dapat dikelompokkan menjadi Dana Transfer Umum (Dana Alokasi Umum/DAU dan Dana Bagi Hasil/DBH), Dana Transfer Khusus (Dana Alokasi Khusus/DAK), Dana Insentif Daerah (DID) dan Dana Desa (DD). Alokasi tahun 2020 secara total mengalami penurunan sebesar 19,62% dari Rp32,57 triliun pada tahun 2019 menjadi Rp26,18 triliun pada tahun 2020. Alokasi dana terbesar ditujukan untuk DAU sebesar 44,98% (Rp11,78 triliun) kemudian disusul oleh DAK sebesar 22,43% (Rp5,87 triliun) dan DBH sebesar 20,87% (Rp5,46 triliun). Sementara itu, realisasi anggaran terbesar pada triwulan II 2020 untuk pos DAU sebesar 58,25% atau sebesar Rp6,86 triliun dari pagu Rp11,78 triliun. Pos DID pada triwulan II 2020 sudah terealisasi sebesar 57,49% atau sebesar Rp0,22 triliun dari pagu Rp0,39 triliun. Selanjutnya, diikuti oleh DD yang sudah terealisasi sebesar 54,28% atau sebesar Rp0,22 triliun dari total pagu, disusul oleh DBH dan DAK yang masing-masing terealisasi sebesar 45,48% (Rp2,49 triliun) dan 43,48% (Rp2,55 triliun). Jika dilihat secara spasial, pos DAK terbagi atas 2 yaitu DAK Fisik dan DAK Non Fisik. DAK Non Fisik pada triwulan laporan sudah tercapai sebesar 57,49% dari pagu Rp4,13 triliun. Di sisi lain, realisasi DAK Fisik baru mencapai 9,30% pada triwulan II 2020 yang disebabkan oleh adanya penghentian proses pengadaan barang dan jasa dalam rangka refocusing APBN untuk menghadapi dampak pandemi COVID-19 sebagaimana yang tertulis dalam Surat Menteri Keuangan S-247/MK.07/2020 tanggal 27 Maret 2020. Meskipun demikian, tidak seperti kondisi pada triwulan sebelumnya, seluruh pos TKDD pada triwulan II 2020 sudah terealisasi. Hal ini sejalan dengan arahan dari pemerintah pusat untuk mempercepat realisasi transfer dana dalam rangka pemulihan ekonomi di tengah penyebaran pandemi COVID-19.
Tabel 2-6 Alokasi Dana Transfer & Dana Desa Provinsi Sumatera Selatan Triwulan II 2020
Sumber: Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Sumatera Selatan
Derajat Desentralisasi Fiskal (Tingkat Ketergantungan Daerah) merupakan indikator/derajat yang menunjukkan kemampuan pemerintah daerah dalam rangka meningkatkan PAD (Pendapatan Asli Daerah) guna membiayai pembangunan. Dengan kata lain, derajat ketergantungan diperoleh dari perbandingan pendapatan dalam daerah dengan alokasi transfer dana dari pusat. Secara agregat, derajat desentralisasi fiskal Provinsi Sumatera Selatan masih tergolong baik, walaupun cenderung menurun dibandingkan triwulan sebelumnya yakni sebesar 47,61%. Persentase tertinggi dicapai oleh Kota Palembang sebesar 24,88%, sementara persentase terendah dicapai Kabupaten Musi Rawas Utara sebesar 2,52%. Secara spasial, tingkat ketergantungan kota/kabupaten di Provinsi Sumatera Selatan pada triwulan II 2020 membaik dibandingkan triwulan sebelumnya.
Grafik 2-4 Tingkat Ketergantungan Daerah (Derajat Desentralisasi Fiskal) Provinsi Sumsel TW II 2020
Sumber: Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Sumatera Selatan
APBN Provinsi Sumatera Selatan
Dari sisi jenis belanja, pagu belanja Pemerintah Pusat atas beban APBN di wilayah Provinsi Sumatera Selatan untuk tahun 2020 adalah sebesar Rp12,55 triliun, menurun sebesar 19,12% dibandingkan pagu anggaran tahun 2019 yang sebesar Rp15,51 triliun. Anggaran belanja terbesar adalah belanja pegawai dengan pangsa sebesar 39,80% atau sebesar Rp4,99 triliun. Selanjutnya, disusul oleh belanja barang yang digunakan untuk membiayai kegiatan operasional dengan pangsa sebesar 38,88% atau secara nominal sebesar Rp4,88 triliun, kemudian belanja modal dengan pangsa sebesar 21,18% atau Rp2,66 triliun, dan sisanya belanja bantuan sosial untuk melindungi masyarakat dari risiko-risiko sosial dengan pangsa 0,14% atau sebesar Rp18,0 miliar.
Tabel 2-7 Realisasi APBN Berdasarkan Jenis Belanja
Sumber: Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Sumatera Selatan
Dilihat dari sisi alokasi anggaran, penyaluran anggaran tahun 2020 pada jenis belanja kewenangan daerah dialokasikan terutama untuk preservasi rekonstruksi dan rehabilitasi jalan serta pembangunan jaringan irigasi. Selain itu, alokasi anggaran juga difokuskan untuk penanganan kesehatan, pengamanan dampak ekonomi dan penyediaan Social Safety Net (Jaring Pengaman Sosial) pasca penyebaran pandemi COVID-19 sejak awal tahun 2020. Alokasi anggaran juga diprioritaskan untuk mendorong perekonomian tetap tumbuh seperti membantu pelaku usaha terutama usaha mikro dan kecil.
Realokasi dan Refocusing Anggaran Pasca Pandemi COVID-19
Pandemi COVID-19 yang semula diperkirakan akan mereda pada triwulan II 2020 justru mencapai puncaknya pada triwulan laporan. Pemerintah melakukan berbagai stimulus untuk memitigasi risiko penyebaran pandemi lebih lanjut, salah satunya dengan melakukan realokasi dan refocusing anggaran melalui beberapa peraturan yang ditetapkan. Stimulus fiskal difokuskan untuk subsidi pajak, sektor kesehatan, jaring pengaman sosial dan dukungan bagi industri. Untuk itu, pemerintah pusat dan daerah melakukan realokasi dan refocusing struktur APBN dan APBD pada tahun 2020 yang utamanya untuk mendorong percepatan pertumbuhan ekonomi yang terkontraksi pada triwulan II 2020. Stimulus ini juga diharapkan akan menahan perlambatan permintaan domestik lebih dalam pada triwulan III dan triwulan IV 2020.
Dari sisi APBN, perubahan pagu belanja kementerian/lembaga sejalan dengan terbentuknya Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2020 terkait Perubahan Postur dan Rincian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2020 dengan tetap memperhatikan UU Nomor 2 Tahun 2020. Penyesuaian pagu anggaran belanja K/L ini kemudian dipertegas dengan adanya Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 4 Tahun 2020 tentang Refocussing Kegiatan, Realokasi Anggaran serta Pengadaan Barang dan Jasa dalam rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19). Penurunan pagu belanja terbesar terjadi pada belanja modal dengan persentase penurunan sebesar menjadi Rp, sementara itu belanja bantuan sosial tidak mengalami penurunan pagu memasuki triwulan II 2020 sebagimana yang disajikan pada Garfik 2-5.
Grafik 2-5 Perubahan Pagu Belanja K/L Per Jenis Belanja akibat Realokasi dan Refocusing Tahun 2020
Sumber: Kanwil Ditjen Perbendaharaan Negara Prov Sumatera Selatan, diolah
Kebijakan pengurangan pagu pada belanja modal terutama terjadi pada belanja modal infrastruktur yang disebabkan adanya evaluasi prioritas pelaksanaan kegiatan pada tahun 2020 dan realokasi kegiatan pada tahun 2021 (Tabel 2-8). Penurunan belanja modal infrastruktur terjadi pada seluruh pos dengan penurunan terbesar terjadi pada pos belanja modal jalan, irigasi dan jaringan serta pos belanja modal fisik lainnya dengan persentase penurunan masing-masing sebesar 49,07% dan 39,63%.
Tabel 2-8 Perubahan Pagu Belanja Modal Infrastruktur K/L Provinsi Sumatera Selatan Tahun Anggaran 2020
Sumber: Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Sumatera Selatan
Perubahan pagu juga terjadi pada seluruh pos alokasi dana Transfer Ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) tidak terkecuali pos Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik khususnya untuk bidang air minum, pembangunan irigasi, pembangunan jalan, pembangunan perumahan, sanitasi, dan program pendidikan (Tabel 2-9). Sebagai informasi, DAK Fisik merupakan dana aloakasi APBN kepada provinsi/kabupaten/kota untuk tujuan mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan pemerintah daerah dan sesuai dengan prioritas nasional. Berdasarkan penggunaannya, DAK Fisik dibedakan menjadi 3 (tiga) jenis, yaitu DAK Fisik Reguler, DAK Fisik Penugasan dan DAK Fisik Affirmasi. DAK Fisik Reguler diarahkan untuk meningkatkan kualitas kesejahteraan masyarakat melalui pemenuhan pelayanan dasar dan pemerataan ekonomi. Sementara itu, DAK Fisik Penugasan diarahkan untuk mendukung pencapaian prioritas nasional yang menjadi kewenangan daerah dengan lingkup kegiatan spesifik dan lokasi prioritas tertentu. Terakhir, DAK Fisi Affirmasi diarahkan untuk mempercepat pembangunan infrastruktur dan pelayanan dasar pada lokasi prioritas yang termasuk kategori daerah perbatasan, kepulauan, tertinggal dan transmigrasi (area/spatial based). Jumlah nominal kontrak kegiatan yang sudah didaftarkan sampai dengan bulan Agustus 2020 berjumlah Rp1,45 triliun atau 94% dari pagu.
Tabel 2-9 Perubahan Pagu DAK Fisik Provinsi Sumatera Selatan Tahun Anggaran 2020
Sumber: Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Sumatera Selatan
Untuk mendukung program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang lebih merata hingga ke Kabupaten/Kota, pemerintah daerah mengalokasikan sejumlah dana cadangan untuk DAK Fisik. Cadangan dana hanya diperuntukkan untuk usulan kegiatan baru yang berbentuk padat karya, sampai dengan posisi triwulan II 2020, cadangan dana untuk DAK Fisik masih belum digunakan oleh pemerintah daerah.
Tabel 2-10 Alokasi Cadangan DAK Fisik Provinsi Sumatera Selatan Tahun Anggaran 2020
Sumber: Kanwil Ditjen Perbendaharaan Negara Prov Sumatera Selatan
Selanjutnya, dalam rangka mendukung program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN), pemerintah daerah juga berupaya untuk mempercepat realisasi Bantuan Langsung Tunai (BLT) Dana Desa. Pemerintah pusat mewajibkan mewajibkan 35% dari total anggaran Dana Desa disalurkan ke masyarakat dalam bentuk BLT. Sampai dengan triwulan II 2020, BLT telah disalurkan dalam 3 (tiga) tahap kepada dengan nominal penyaluran masing-masing sebesar Rp159,61 miliar; Rp71,84 miliar; dan Rp31,13 miliar. Secara kumulatif, total BLT yang sudah disalurkan pada triwulan laporan sejumlah Rp262,59 miliar dengan total Keluarga Penerima Manfaat (KPM) 436.571 KK.
Grafik 2-6 Total Penyaluran Bantuan langsung Tunai (BLT) Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2020
Sumber: Kanwil Ditjen Perbendaharaan Negara Prov Sumatera Selatan
Jika dilihat secara spasial per kabupaten/kota, total penyaluran BLT terbesar terjadi di Kabupaten Musi Banyuasin dan Kabupaten Ogan Kemering Ulu (OKU) dengan persentase realisasi terhadap pagu sebesar 24,65% dan 17,94%. Di sisi lain, realisasi penyaluran terendah di Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI)) dengan realisasi sebesar 4,54% atau Rp13,3 miliar dari pagu Rp292,8 miliar.
Grafik 2-7 Total Penyaluran Bantuan langsung Tunai (BLT) Secara Spasial Per Kabupaten/Kota
Sumber: Kanwil Ditjen Perbendaharaan Negara Prov Sumatera Selatan
Perubahan alokasi anggaran juga terjadi pada struktur APBD Provinsi Sumatera Selatan dimana pemerintah baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota melakukan rasionalisasi belanja APBD sebesar 35% dengan memperhitungkan perkiraan penurunan pendapatan daerah. Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan sudah melakukan revisi Peraturan Kebijakan Daerah (Perkada) untuk rasionalisasi belanja dari belanja langsung ke belanja tidak langsung yang ditugaskan kepada 9 Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait yaitu Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), Dinas Kesehatan, Dinas Sosial, Dinas Koperasi UKM, Dinas Perdagangan, Dinas Perindustrian, Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo), Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) dan Kesejahteraan Rakyat Sekretarian Daerah (Kesra Setda). Penggunaan hasil rasionalisasi belanja daerah akan dialokasikan untuk belanja bidang kesehatan, penyediaan Jaring Pengaman Sosial (JPS)/ Social Safety Net, serta untuk menggerakkan/memulihkan perekonomian daerah (penanganan dampak ekonomi). Secara spasial, alokasi anggaran penanganan COVID-19 terbesar diberikan kepada Kabupaten Musi Banyuasin dengan nominal sebesar Rp303,88 miliar, kemudian disusul oleh Kabupaten Ogan Komering Ulu dan Kabupaten Musi Rawas dengan nominal masing-masing sebesar 172,39 miliar dan Rp133,37 miliar. Sementara itu, persentase realisasi anggaran penanganan COVID-19 terhadap pagu terbesar diberikan kepada Provinsi Sumatera Selatan sebesar 92,63% atau Rp126,59 dari pagu Rp136,66 miliar. Di sisi lain, Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU) merupakan daerah dengan persentase realisasi anggaran terendah yakni baru mencapai 5,27% dari pagu Rp124,89 miliar.
Grafik 2-6 Alokasi Anggaran dan Realisasi Pencegahan dan/atau Penanganan COVID-19 dalam APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota Sumatera Selatan Tahun Anggaran 2020
Sumber: BPKAD, diolah
Halaman ini sengaja dikosongkan
Inflasi Secara Umum
Inflasi Provinsi Sumatera Selatan pada triwulan II 2020 tercatat rendah yang didorong oleh kelompok bahan makanan, minuman dan tembakau. Realisasi inflasi IHK (Indeks Harga Konsumen) Provinsi Sumatera Selatan di triwulan II 2020 tercatat sebesar 1,72% (yoy), mereda dibandingkan triwulan I 2020 yang sebesar 3,16% (yoy). Realisasi inflasi tersebut juga lebih rendah dibandingkan triwulan II 2019 yang sebesar 2,14% (yoy) dan rata-rata realisasi selama 3 (tiga) tahun terakhir yang sebesar 3,11% (yoy). Laju inflasi tahunan Provinsi Sumatera Selatan tercatat lebih rendah dibandingkan dengan inflasi nasional yang tercatat sebesar 1,96% (yoy), namun lebih tinggi dibandingkan inflasi kawasan Sumatera yang sebesar 0,69% (yoy). Secara keseluruhan, capaian inflasi pada triwulan II 2020 menempatkan posisi inflasi Sumatera Selatan sebagai inflasi tertinggi di Sumatera, kemudian disusul oleh Lampung dan Aceh dengan persentase masing-masing sebesar 1,42% (yoy) dan 1,35% (yoy) (Grafik 3-2).
Berdasarkan andil kelompoknya, tekanan inflasi pada triwulan laporan terutama didorong oleh inflasi kelompok makanan, minuman, dan tembakau dengan andil inflasi sebesar 0,42% (yoy) terhadap inflasi umum. Inflasi kelompok ini terutama didorong oleh meningkatnya harga sejumlah komoditas pangan seperti bawang merah dan daging ayam ras serta aneka rokok. Kenaikan harga bawang merah disebabkan oleh mulai pulihnya permintaan masyarakat di tengah pandemi yang tidak diikuti oleh pasokan yang memadai. Penurunan pasokan bawang merah disebabkan oleh keadaan curah hujan yang tinggi di daerah sentra yang mengakibatkan pergeseran musim panen. Selain itu, harga bibit bawang merah yang tinggi di level petani juga menurunkan produktivitas komoditas ini. Sementara itu, peningkatan harga daging ayam ras dipicu oleh menurunnya produksi Day Old Chick (DOC) dan kenaikan harga pakan. Kenaikan harga pakan sejalan dengan kenaikan harga jagung internasional dari USD3,66/bushel pada triwulan I 2020 menjadi USD3,07/bushel. Komoditas bawang merah dan daging ayam ras masing-masing memberikan kontribusi inflasi sebesar 0,35% (yoy) dan 0,09% (yoy). Kenaikan harga kedua komoditas tersebut juga terpantau dalam survei Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) bulan Juni 2020 yang menunjukkan pergerakan harga komoditas bawang merah dan daging ayam ras yang terus melonjak. Selanjutnya, andil inflasi komoditas rokok kretek filter pada triwulan laporan tercatat meningkat menjadi sebesar 0,11% (yoy). Secara umum, kenaikan harga jual rokok kretek filter masih didorong oleh implementasi kebijakan kenaikan cukai tembakau tahun 2020 sebesar 23% dan Harga Jual Eceran (HJE) sebesar 35%. Perkembangan tersebut menyebabkan realisasi inflasi rokok kretek filter pada triwulan II 2020 sebesar 6,89% (yoy).
Inflasi pada triwulan II-2020 juga didorong oleh peningkatan inflasi kelompok inti sejalan dengan peningkatan harga emas perhiasan dan minyak goreng yang masing-masing memberikan sumbangan inflasi tahunan sebesar 0,22% (yoy) dan 0,12% (yoy). Kenaikan harga emas perhiasan sejalan dengan kenaikan harga emas global karena dianggap sebagai aset investasi yang lebih aman (safe haven instrument) di tengah peningkatan tensi geopolitik, stimulus oleh pemerintah dan bank sentral, serta berlanjutnya kekhawatiran akan terjadinya gelombang kedua pandemi COVID-19. Sejalan dengan hal tersebut, secara agregat harga minyak goreng pada triwulan II 2020 juga mengalami kenaikan dengan persentase realisasi inflasi yang meningkat sebesar 11,50% (yoy). Harga komoditas CPO yang menjadi bahan baku utama minyak goreng meningkat didorong oleh peningkatan harga minyak dunia terutama di bulan Juni 2020. Kenaikan harga minyak dunia tersebut didorong baik oleh sisi permintaan maupun penawaran. Dari sisi permintaan, negara-negara mulai mengurangi pembatasan COVID-19 dan aktivitas industri Tiongkok yang sudah mulai membaik seiring peningkatan operasi kilang minyak Tiongkok, telah mendorong meningkatnya penggunaan minyak mentah. Dari sisi penawaran, terdapat rencana pengurangan supply minyak hingga hampir 17 juta barel per hari pada triwulan II 2020.
Selanjutnya, inflasi juga didorong oleh kenaikan harga telepon seluler dan tarif kendaraan roda dua online (Tabel 3-1). Kenaikan harga beli telepon seluler dan paket datanya diakibatkan oleh tingginya pemakaian dampak kebijakan Work From Home (WFH) dan Learn From Home (LFH) yang diterapkan beberapa perusahaan, lembaga pemerintah dan sekolah/universitas. Inflasi kendaraan roda dua online meningkat sejalan dengan persiapan pemberlakuan kenormalan baru (new normal). Kenaikan tersebut disinyalir disebabkan oleh naiknya permintaan pasca pemerintah provinsi melonggarkan kebijakan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar). Hal tersebut berimplikasi pada meningkatnya aktivitas sosial maupun perekonomian yang kemudian menyebabkan naiknya permintaan penggunaan transportasi online, terutama angkutan roda dua. Cerminan kenaikan permintaan tersebut terefleksikan dalam indeks tren pada situs pencarian Google yang juga meningkat, terutama setelah relaksasi peraturan PSBB di awal bulan Juni 2020. Kenaikan tersebut menyebabkan peningkatan tarif transportasi online secara otomatis karena dihitung menggunakan metode algoritma yang ditetapkan oleh masing-masing operator. Secara keseluruhan, telepon seluler dan tarif kendaraan roda dua online memberikan sumbangan inflasi sebesar 0,13% (yoy) dan 0,12% (yoy).
Namun, inflasi Provinsi Sumatera Selatan pada periode laporan tertahan oleh deflasi cabai merah dengan andil -0,24% (yoy), deflasi angkutan udara dengan andil -0,14% (yoy) dan deflasi bawang putih dengan andil -0,09% (yoy). Realisasi deflasi komoditas cabai merah didukung oleh pasokan yang melimpah sebagai hasil dari musim panen raya yang terlah berlangsung sejak Maret 2020, sementara permintaan terhadap komoditas terindikasi masih lemah selama masa transisi menuju tatanan kenormalan baru seiring dengan kegiatan di pasar yang masih relatif terbatas serta sektor horeca (hotel, restaurant, catering) yang belum sepenuhnya kembali beroperasi. Sementara itu, komoditas angkutan udara mencatatkan inflasi sebesar -22,52% (yoy). Menurunnya tekanan inflasi komoditas tersebut disebabkan oleh langkah maskapai untuk menyesuaikan tarif tiketnya sehingga dapat meningkatkan load factor di tengah permintaan yang masih jauh dari normal. Selanjutnya, faktor lancarnya importasi bawang putih juga turut menahan laju inflasi triwulan II 2020.
Tabel 3-1 Komoditas Utama Penyumbang Inflasi dan Deflasi Provinsi Sumatera Selatan
Sumber: BPS Provinsi Sumatera Selatan (SBH 2018=100), diolah
Perkembangan Inflasi Bulanan
Secara bulanan, inflasi Provinsi Sumatera Selatan berada pada kondisi terkendali. Mengawali triwulan II 2020, Provinsi Sumatera Selatan mengalami deflasi pada bulan April 2020 sebesar -0,15% (mtm), sebelum kemudian mengalami inflasi selama 2 bulan berturut-turut yakni sebesar 0,16% (mtm) pada bulan Mei 2020 dan 0,20% (mtm) pada bulan Juni 2020. Lima komoditas penyumbang inflasi dan deflasi bulanan (mtm) tertinggi per bulan dapat dilihat pada Tabel 3-2 dan Tabel 3-3.
Provinsi Sumatera Selatan pada bulan April 2020 mencatatkan deflasi sebesar 0,15% (mtm), setelah pada bulan Januari - Maret 2020 mengalami inflasi. Realisasi ini berbeda arah dengan realisasi inflasi nasional yang tercatat sebesar 0,08% (mtm) maupun dengan pola historis inflasi bulan April selama 3 tahun terakhir yang tercatat sebesar 0,26% (mtm). Dengan perkembangan tersebut, secara tahunan, inflasi IHK April 2020 tercatat sebesar 2,48% (yoy), lebih rendah dibandingkan inflasi nasional yang sebesar 2,67% (yoy). Deflasi pada bulan April 2020 disebabkan oleh penurunan harga komoditas cabai merah, daging ayam ras, dan beras (Tabel 3-3). Penurunan harga cabai merah disebabkan oleh meningkatnya pasokan memasuki masa panen di daerah sentra. Sementara itu, turunnya harga daging ayam ras terjadi karena meningkatnya pasokan di tengah kondisi permintaan yang menurun seiring pembatasan aktivitas masyarakat. Penurunan harga beras terjadi bersamaan dengan masuknya musim panen di sentra produksi padi antara lain di Kabupaten OKU Timur yang dimulai dari bulan Maret hingga bulan Juni. Meskipun demikian, penurunan laju inflasi tertahan oleh kenaikan harga bawang merah dan gula pasir karena terbatasnya pasokan dan harga emas perhiasan yang sejalan dengan kenaikan harga emas global.
Pada bulan Mei 2020, Provinsi Sumatera Selatan mencatatkan inflasi sebesar 0,16% (mtm) atau secara tahunan sebesar 2,13% (yoy). Inflasi ini masih lebih rendah dibandingkan rata-rata historis inflasi Mei selama 3 tahun terakhir yang sebesar 0,40% (mtm), namun jauh lebih tinggi dibandingkan dengan realisasi inflasi nasional yang hanya sebesar 0,07% (mtm). Inflasi disebabkan oleh kenaikan harga kelompok bahan makanan, minuman dan tembakau terutama komoditas bawang merah dan daging ayam ras (Tabel 3-2). Naiknya harga bawang merah disebabkan oleh masih terbatasnya pasokan dari daerah sentra akibat tingginya curah hujan sejak awal tahun. Sementara itu, harga daging ayam ras mengalami peningkatan karena tingginya permintaan masyarakat menjelang HBKN Ramadhan dan Idul Fitri. Selanjutnya, inflasi juga disebabkan oleh kenaikan biaya telepon seluler akibat tingginya pemakaian dampak kebijakan Work From Home (WFH) dan Learn From Home (LFH) yang diterapkan beberapa perusahaan, lembaga pemerintah dan sekolah/universitas. Meskipun demikian, laju inflasi tertahan oleh penurunan harga cabai merah dan telur ayam ras yang disebabkan oleh melimpahnya pasokan di daerah sentra yang didukung oleh lancarnya distribusi. Selain itu, penurunan harga bawang putih seiring relaksasi impor LN juga menjadi faktor penahan inflasi pada bulan laporan.
Sejalan dengan bulan sebelumnya, pada bulan Juni 2020 Provinsi Sumatera kembali mencatatkan inflasi dengan realisasi yang meningkat sebesar 0,20% (mtm) dan secara tahunan sebesar 1,72% (yoy). Realisasi ini menempatkan inflasi Sumatera Selatan berada di atas inflasi nasional yang sebesar 0,18% (mtm) walaupun masih lebih rendah dibandingkan rata-rata historis inflasi bulan Juni selama 3 tahun terakhir yang sebesar 0,48% (mtm). Inflasi kembali disebabkan oleh kenaikan harga daging ayam ras karena kenaikan harga pakan dan turunnya produksi Day Old Chick (DOC) yang kemudian menurunkan pasokan komoditas pada bulan Juni 2020. Kenaikan harga pakan sejalan dengan kenaikan harga jagung internasional. Selain itu, inflasi juga didorong oleh kenaikan harga komoditas telur ayam ras disebabkan oleh tingginya permintaan bahan bahan makanan yang tahan lama di tengah penyebaran pandemi COVID-19. Meskipun demikian, inflasi tertahan oleh penurunan harga bawang putih seiring pelonggaran kebijakan impor dan terkoreksinya harga cabai merah karena tingginya pasokan dari daerah sentra. Selain itu, turunnya harga gula pasir karena adanya penambahan kuota impor Gula Kristal Putih (GKP) juga menjadi faktor penahan laju inflasi pada bulan Juni 2020.
Tabel 3-2 Andil Inflasi Bulanan Per Komoditas
Sumber: BPS Provinsi Sumatera Selatan, diolah
Tabel 3-3 Andil Deflasi Bulanan Per Komoditas
Sumber: BPS Provinsi Sumatera Selatan, diolah
Inflasi Menurut Kelompok Pengeluaran
Berdasarkan kelompok pengeluaran, inflasi Provinsi Sumatera Selatan pada triwulan II 2020 terutama dipicu oleh kelompok makanan, minuman dan tembakau dengan andil sebesar 0,42% (yoy). Kelompok ini pada triwulan II 2020 tercatat inflasi sebesar 1,41% (yoy). Sementara itu, andil inflasi terbesar kedua dan ketiga pada triwulan II 2020 berasal dari kelompok perawatan pribadi dan jasa lainnya dengan andil 0,22% (yoy) serta kelompok penyediaan makanan dan minuman/restoran dengan andil sebesar 0,22% (yoy). Laju tekanan inflasi tertahan oleh deflasi kelompok transportasi dengan andil -0,08% (yoy) pada triwulan II-2020.
Tabel 3-4 Inflasi Provinsi Sumatera Selatan Triwulan II-2020 Berdasarkan Kelompok Pengeluaran
Sumber: BPS Provinsi Sumatera Selatan (SBH 2018=100), diolah
Kelompok Makanan, Minuman dan Tembakau
Seperti triwulan sebelumnya, kelompok makanan, minuman dan tembakau pada triwulan II 2020 masih memberikan kontribusi andil inflasi terbesar jika dibandingkan dengan kelompok pengeluaran lainnya. Secara tahunan, realisasi inflasi kelompok ini adalah sebesar 1,43% (yoy) dengan andil 0,42% (yoy). Tekanan inflasi pada kelompok ini utamanya disebabkan tekanan pada subkelompok makanan dengan andil 0,22% (yoy) kemudian disusul oleh subkelompok tembakau dengan andil sebesar 0,18% (yoy). Kenaikan harga bawang merah dan daging ayam ras seiring terbatasnya pasokan menjadi penyebab tekanan pada subkelompok makanan. Selanjutnya, inflasi juga didorong oleh subkelompok tembakau dengan realisasi inflasi yang meningkat sebesar 6,72% (yoy) dibandingkan triwulan sebelumnya 6,22% (yoy). Peningkatan inflasi subkelompok ini bersumber dari kenaikan harga eceran aneka rokok menyusul kenaikan tarif cukai rokok di awal tahun 2020. Sementara itu, andil inflasi subkelompok minuman yang tidak beralkohol mengalami perlambatan pada triwulan II 2020 menjadi 0,03% (yoy) dari triwulan I 2020 yang sebesar 0,06% (yoy). Hal ini terutama didorong oleh penurunan harga komoditas air kemasan.
Kelompok Pakaian dan Alas Kaki
Pada triwulan II 2020, kelompok pakaian dan alas kaki di Provinsi Sumatera Selatan mengalami inflasi tahunan sebesar 1,51% (yoy). Meskipun mengalami inflasi, namun andil inflasi kelompok ini pada triwulan II 2020 menurun jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yakni dari 0,11% (yoy) menjadi 0,09% (yoy). Penurunan ini terutama disebabkan oleh turunnya harga seragam sekolah pria, baju kaos berkerah anak dan mukena seiring pergeseran prioritas konsumsi masyarakat di tengah pandemi akibat menurunnya pendapatan, pembatasan aktivitas di luar rumah dan implementasi pola belajar/bekerja secara online. Pola konsumsi lebih difokuskan untuk pemenuhan bahan kebutuhan pokok dan kesehatan. Perlambatan kelompok ini terkonfirmasi pula melalui liaison yang dilakukan pada triwulan II 2020 kepada sektor perdagangan retail yang mengalami penurunan penjualan mencapai lebih dari 50%.
Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar Lainnya
Provinsi Sumatera Selatan mencatatkan inflasi pada kelompok perumahan air, listrik, gas dan bahan bakar di triwulan II 2020 sebesar 1,18% (yoy) dengan andil inflasi sebesar 0,21% (yoy). Inflasi kelompok ini bersumber dari kenaikan harga sewa rumah dan kenaikan harga tarif listrik akibat meningkatnya konsumsi pelanggan pada saat pandemi dan carry-over tagihan yang harus dibayarkan atas kelebihan pemakaian bulan sebelumnya. Namun demikian inflasi kelompok ini tertahan oleh penurunan harga komoditas batu bata/batu tela dan besi beton pada subkelompok pemeliharaan, perbaikan dan keamanan tempat tinggal/perumahan sejalan dengan menurunnya konstruksi di tengah pandemi COVID-19.
Kelompok Perlengkapan, Peralatan dan Pemeliharaan Rutin Rumah Tangga
Kelompok perlengkapan, peralatan dan pemeliharaan rutin rumah tangga pada triwulan II-2020 tercatat inflasi yang cenderung melandai sebesar 2,81% (yoy) dengan andil inflasi 0,15% (yoy). Inflasi pada kelompok ini disumbang oleh subkelompok barang dan layanan untuk pemeliharaan Rumah Tangga rutin dengan andil sebesar 0,13% (yoy) terutama karena kenaikan upah asisten rumah tangga dan harga komoditas sabun detergen bubuk/cair. Kedua komoditas ini masing-masing memberikan sumbangan inflasi sebesar 0,07% (yoy) dan 0,03% (yoy). Selanjutnya, subkelompok peralatan dan perlengkapan perumahan dan kebun menyumbang andil sebesar 0,01% (yoy). Inflasi juga disebabkan oleh kenaikan andil pada subkelompok barang pecah belah dan peralatan makan minum yakni sebesar 0,01% (yoy). Sementara itu, ketiga subkelompok lainnya memberikan sumbangan inflasi pada triwulan II 2020 sebesar 0,00% (yoy). Kenaikan harga pada berbagai komoditas dalam kelompok ini diperkirakan disebabkan oleh adanya himbauan pemerintah untuk menerapkan protokol kesehatan dalam rangka memitigasi risiko penyebaran COVID-19, seperti penggunaan hand sanitizer, sering cuci tangan, dan berganti pakaian sehabis keluar rumah.
Kelompok Kesehatan
Inflasi kelompok kesehatan Provinsi Sumatera Selatan tercatat mengalami peningkatan pada triwulan laporan. Inflasi kelompok ini pada triwulan II 2020 sebesar 2,38% (yoy), mengalami peningkatan dibandingkan dengan triwulan I 2020 yang sebesar 2,36% (yoy). Andil inflasi kelompok kesehatan pada triwulan laporan mengalami peningkatan menjadi sebesar 0,07% (yoy). Subkelompok obat-obatan dan produk kesehatan memberikan andil inflasi terbesar yakni 0,04% (yoy), kemudian disusul oleh jasa perawatan dengan andil sebesar 0,02% (yoy). Sementara itu, subkelompok jasa kesehatan lainnya dan jasa perawatan memberikan andil masing-masing sebesar 0,01% (yoy) dan 0,00% (yoy). Laju inflasi kelompok kesehatan pada triwulan laporan terjadi karena kenaikan harga komoditas obat dengan resep dan vitamin/suplemen sejalan dengan tren lonjakan kasus pandemi COVID-19 yang mencapai puncaknya di triwulan II 2020. Kedua komoditas tersebut masing-masing memberikan andil inflasi sebesar 0,02% (yoy) dan 0,01% (yoy).
Kelompok Transportasi
Pada periode triwulan II 2020 ini, kelompok transportasi mengalami deflasi. Kelompok transportasi mengalami deflasi yang lebih dalam dibandingkan triwulan sebelumnya yakni sebesar -0,79% (yoy) dengan andil inflasi -0,08% (yoy). Deflasi kelompok ini terutama disumbang oleh subkelompok jasa angkutan penumpang seiring penurunan tarif angkutan udara dengan andil sebesar -0,06% (yoy). Deflasi pada kelompok ini tidak sesuai dengan pola historisnya yang biasanya mengalami inflasi menjelang HBKN. Deflasi yang masih terjadi terutama disumbang oleh koreksi tarif angkutan udara karena menurunnya permintaan sejak merebaknya wabah COVID-19 dan pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang membatasi ruang gerak masyarakat dan juga mendorong masyarakat untuk melakukan pembatalan rencana berpergian jarak jauh dengan menggunakan seluruh moda transportasi, termasuk transportasi udara. Penurunan permintaan lebih dalam terjadi di akhir bulan April 2020, sejalan dengan diterapkannya kebijakan larangan mudik pada tanggal 23 April 2020, sebagaimana tertuang dalam Peraturan Menteri Perhubungan RI No.25 Tahun 2020. Selanjutnya, deflasi juga disumbang oleh subkelompok pengoperasian peralatan transportasi pribadi dengan realisasi inflasi sebesar -0,73% (yoy) dan andil-0,05% (yoy) karena penurunan harga bensin. Namun laju penurunan inflasi kelompok transportasi masih tertahan oleh kenaikan subkelompok pembelian kendaraan baik mobil maupun sepeda motor dengan andil inflasi sebesar 0,01% (yoy). Selain itu, inflasi juga tertahan oleh adanya kenaikan tarif transportasi online kendaraan roda 2 dan roda 4 dengan andil masing-masing 0,12% (yoy) dan 0,06% (yoy).
Kelompok Informasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan
Kelompok informasi, komunikasi, dan jasa keuangan di Provinsi Sumatera Selatan mengalami inflasi yang cenderung meningkat. Realisasi inflasi kelompok ini pada triwulan II 2020 adalah sebesar 0,91% (yoy) dengan andil sebesar 0,05% (yoy). Tekanan inflasi bersumber dari kenaikan subkelompok peralatan informasi dan komunikasi dengan andil sebesar 0,13% (yoy), meningkat signifikan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang mengalami deflasi sebesar 0,01% (yoy). Peningkatan inflasi subkelompok ini disebabkan oleh kenaikan harga telepon seluler dan laptop/notebook sejalan dengan mekanisme WFH (Work From Home) dan LFH (Learn From Home) yang diterapkan oleh sekolah, universitas dan perusahaan/instansi pemerintah. Namun laju inflasi kelompok ini tertahan oleh penurunan andil inflasi subkelompok layanan informasi dan komunikasi dengan andil sebesar -0,07% (yoy) karena penurunan biaya pulsa ponsel. Sementara itu, subeklompok asuransi dan jasa keuangan mencatatkan inflasi yang relatif stabil dibandingkan triwulan sebelumnya. Kedua subkelompok mencatatkan inflasi masing-masing sebesar 0,03% (yoy) dan 0,00% (yoy) dengan andil keduanya sebesar 0,00% (yoy).
Kelompok Rekreasi, Olahraga dan Budaya
Inflasi pada kelompok rekreasi, olahraga dan budaya pada triwulan II 2020 mencapai 4,49% (yoy) dengan andil inflasi 0,09% (yoy). Tekanan inflasi disumbang oleh komoditas mainan anak pada subkelompok barang rekreasi lainnya serta komoditas buku tulis bergaris dan buku pelajaran akademi/universitas pada subkelompok koran, buku dan perlengkapan sekolah. Hal ini diperkirakan sebagai persiapan memasuki tahun ajaran baru pada triwulan mendatang.
Kelompok Pendidikan
Pada triwulan II 2020, kelompok pendidikan tercatat inflasi sebesar 3,97% (yoy) dengan andil inflasi 0,21%. Jika dilihat secara bulanan, kelompok pendidikan mencatatkan inflasi yang relatif sama. Kelompok pendidikan terdiri dari subkelompok pendidikan dasar dan anak usia dini, pendidikan menengah, pendidikan tinggi, serta pendidikan yang tidak ditentukan dengan tingkatan. Semua subkelompok tidak mengalami pergerakan yang signifikan selama triwulan laporan dikarenakan pemberlakuan kegiatan pembelajaran secara daring (online).
Kelompok Penyediaan Makanan dan Minuman/Restoran
Inflasi kelompok penyediaan makanan dan minuman/restoran di Provinsi Sumatera Selatan pada triwulan II 2020 adalah sebesar 2,67% (yoy). Secara keseluruhan andil inflasi kelompok ini sebesar 0,22% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan I 2020 yang sebesar 0,13% (yoy). Inflasi kelompok ini terutama bersumber dari kenaikan harga martabak dan tekwan/model dengan andil 0,02% (yoy); sedangkan harga bebek goreng dan sayur olahan tercatat menurun dengan andil 0,00% (yoy) seiring menurunnya permintaan masyarakat di tengah pandemi COVID-19.
Kelompok Perawatan Pribadi dan Jasa Lainnya
Kelompok perawatan pribadi dan jasa lainnya pada triwulan II 2020 tercatat inflasi sebesar 0,87% (yoy) dengan andil sebesar 0,22%, kedua tertinggi setelah kelompok makanan, minuman dan tembakau. Tingginya andil inflasi kelompok ini pada triwulan laporan terutama disumbang oleh subkelompok perawatan pribadi lainnya dengan andil sebesar 0,21% (yoy) pada triwulan laporan karena kenaikan harga emas perhiasan sebagai dampak kenaikan harga emas global yang dianggap sebagai safe haven instruments. Sementara itu subsektor perawatan pribadi dan jasa lainnya relatif terjaga dengan turunnya harga komoditas alas bedak, deodorant, bedak bayi dan tas travel/koper di tengah himbauan untuk tetap di rumah selama masa pandemi.
Analisis Inflasi Spasial
Secara spasial, Kota Palembang dan Kota Lubuklinggau sebagai kota sampel perhitungan inflasi mencatatkan tekanan inflasi yang cenderung melandai. Kota dengan inflasi tertinggi yakni Kota Palembang sebesar 1,75% (yoy). Sementara itu, kota Lubuklinggau mencatatkan inflasi sebesar 1,37% (yoy).
Grafik 3-25 Perkembangan Inflasi Kota Sampel Perhitungan Inflasi
Sumber: BPS Provinsi Sumatera Selatan, diolah
Kota Palembang
Tekanan inflasi yang lebih besar terjadi di Kota Palembang dibandingkan Kota Lubuklinggau. Inflasi Kota Palembang pada triwulan II 2020 tercatat 1,75% (yoy), mereda dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 3,20% (yoy) maupun triwulan IV 2019 sebesar 2,06% (yoy). Namun inflasi pada triwulan ini masih lebih rendah jika dibandingkan dengan rata-rata historis realisasi inflasi Kota Palembang dalam 3 tahun terakhir yang sebesar 3,11% (yoy).
Berdasarkan kelompok pengeluaran, kelompok makanan, minuman dan tembakau menjadi penyumbang inflasi utama pada triwulan laporan. Inflasi kelompok ini mencapai 1,43% (yoy) dan memberikan sumbangan/andil terhadap inflasi keseluruhan Kota Palembang sebesar 0,43% (yoy). Hal ini terutama disebabkan oleh kenaikan harga bawang merah akibat keterbatasan pasokan seiring pergeseran musim panen di daerah sentra. Selain itu, adanya kebijakan kenaikan cukai tembakau dan Harga Jual Eceran (HJE) menyebabkan kenaikan inflasi aneka rokok. Penyumbang lainnya inflasi Kota Palembang bersumber dari kenaikan harga komoditas emas perhiasan dari kelompok Perawatan Pribadi dan Jasa Lainnya mengikuti kenaikan harga emas global. Secara keseluruhan, lima komoditas utama penyumbang inflasi di Kota Palembang adalah bawang merah (andil 0,36%), emas perhiasan (andil 0,21%), tarif kendaraan roda 2 online (andil 0,14%), telepon seluler (andil 0,13%) dan minyak goreng (andil 0,13%).
Di sisi lain, deflasi yang terjadi pada kelompok transportasi mengurangi tekanan laju inflasi di Kota Palembang. Deflasi kelompok transportasi tercatat sebesar -0,73% (yoy) dan memberikan andil sebesar -0,08% (yoy). Deflasi kelompok transportasi terutama bersumber dari penyesuaian ke bawah tarif angkutan udara karena adanya penyebaran virus COVID-19 sejak awal tahun yang semakin meluas dan membuat beberapa negara termasuk Indonesia menerapkan kebijakan social distancing dan larangan bepergian baik di dalam maupun ke luar negeri (PSBB) untuk meminimalkan penyebaran virus tersebut. Secara keseluruhan, di Palembang lima komoditas penyumbang deflasi pada triwulan laporan adalah cabai merah (andil -0,24%), angkutan udara (andil -0,13%), bawang putih (andil -0,08%), biaya pulsa ponsel (-0,07%) dan bensin (andil -0,06%).
Tabel 3-5 Inflasi Kota Palembang Berdasarkan Kelompok Pengeluaran
Sumber: BPS Provinsi Sumatera Selatan (SBH 2018=100), diolah
Kota Lubuklinggau
Tekanan inflasi Kota Lubuklinggau tercatat mereda pada triwulan II 2020. Kota Lubuklinggau tercatat mengalami inflasi sebesar 0,31% (mtm) atau 1,37% (yoy). Namun demikian, realisasi inflasi pada triwulan ini lebih rendah jika dibandingkan dengan rata-rata inflasi Kota Lubuklinggau pada triwulan II dalam tiga tahun terakhir sebesar 3,30% (yoy). Secara bulanan, Kota Lubuklinggau mengalami deflasi pada bulan April sebesar 0,43% (mtm), sebelum kemudian mengalami lonjakan inflasi pada bulan Mei dan Juni yang masing-masing sebesar 0,40% (mtm) dan 0,31% (mtm).
Sama seperti di Kota Palembang, inflasi yang terjadi di Kota Lubuklinggau disebabkan oleh tekanan inflasi pada kelompok makanan, minuman dan tembakau. Inflasi kelompok ini menyumbang inflasi sebesar 1,25% (yoy) dengan andil sebesar 0,41% (yoy). Terbatasnya pasokan daging ayam ras dan bawang merah menjadi pemicu naiknya inflasi kelompok ini. Selain itu, inflasi kelompok perawatan pribadi dan jasa lainnya juga turut menjadi penyumbang inflasi dengan andil sebesar 0,42% (yoy) seiring kenaikan harga emas perhiasan yang lebih tinggi dibandingkan historisnya. Selanjutnya, inflasi juga disebabkan oleh kenaikan harga telepon seluler akibat tingginya permintaan alat komunikasi tersebut sejalan dengan implementasi kebijakan Work From Home (WFH) dan Learn From Home (LFH). Secara keseluruhan, lima komoditas utama penyumbang inflasi di Kota Lubuklinggau adalah emas perhiasan (andil 0,32%), daging ayam ras (andil 0,30%), bawang merah (andil 0,23%), akademi/perguruan tinggi (andil 0,13%) dan minyak goreng (andil 0,10%).
Sementara itu, kelompok transportasi dan kelompok rekreasi menjadi penahan laju inflasi di Kota Lubuklinggau. Penurunan inflasi kedua kelompok ini terjadi karena adanya pembatasan aktivitas di luar rumah yang ditetapkan oleh pemerintah sebagai langkah mitigasi risiko penyebaran COVID-19 dan juga kebijakan penutupan sementara area rekreasi dan fasilitas umum. Inflasi kelompok transportasi mencapai -1,52% (yoy) dengan andil sebesar -0,15% (yoy). Sementara itu, kelompok rekreasi, olahraga dan budaya mencatatkan inflasi sebesar 0,71% (yoy) dengan andil sebesar 0,01% (yoy). Secara keseluruhan, lima komoditas utama penyumbang deflasi di Kota Lubuklinggau adalah cabai merah (andil -0,24%), angkutan udara (andil -0,20%), bawang putih (andil -0,14%), biaya pulsa ponsel (andil -0,05%) dan cabai rawit (andil -0,04%).
Tabel 3-6 Inflasi Kota Lubuklinggau Berdasarkan Kelompok Pengeluaran
Sumber: BPS Provinsi Sumatera Selatan (SBH 2018=100), diolah
Kondisi Harga Pangan di Pasar Internasional
Pada triwulan II 2020, harga komoditas pangan seperti kedelai, gandum dan jagung di pasar internasional mengalami penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya. Hal ini sejalan dengan Food Price Index untuk komoditas daging-dagingan, produk olahan susu, biji-bijian dan gula yang juga mengalami kontraksi di tengah masa pandemi COVID-19 yang menyebabkan penurunan permintaan bahan pangan di seluruh dunia. Pantauan terhadap harga komoditas jagung di triwulan laporan tercatat mengalami kontraksi sebesar 17,44% (yoy), lebih rendah dibandingkan dengan kondisi triwulan sebelumnya yang masih tumbuh sebesar 5,49% (yoy). Sementara itu, harga kedelai mengalami peningkatan sebesar 1,43% (yoy) pada triwulan II 2020, namun lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang mengalami pertumbuhan sebesar 2,25% (yoy). Sejalan dengan hal tersebut, harga gandum juga tercatat mengalami pertumbuhan pada triwulan II 2020 yang sebesar 5,49% (yoy), dibandingkan triwulan sebelumnya yang kontraksi sebesar 1,40% (yoy). Harga internasional kedelai memberikan dampak pada harga beberapa komoditas bahan makanan seperti tempe, sementara harga jagung memberikan dampak kepada harga pakan daging ayam ras.
Tabel 3-7 Perkembangan Harga Komoditas Internasional
Food Price Index menunjukkan penurunan di triwulan laporan. Indeks pada triwulan II 2020 tercatat sebesar 93,1 menurun dibandingkan indeks pada triwulan sebelumnya sebesar 95,1. Penurunan tercatat pada semua indeks yaitu minyak nabati, gula, biji-bijian, produk olahan susu dan daging-dagingan. Hal ini terjadi karena adanya penurunan permintaan dunia akan komoditas pangan akibat meluasnya penyebaran COVID-19 di berbagai negara. Sejalan dengan tren Food Price Index tersebut, komoditas gula pasir di Provinsi Sumatera Selatan pada triwulan laporan tercatat mengalami penurunan andil inflasi dari 0,12% (yoy) pada triwulan I 2020 menjadi 0,09% (yoy) pada triwulan laporan. Produk olahan susu, susu cair kemasan dan susu bubuk tercatat memberikan andil inflasi sebesar 0,01% (mtm). Sementara itu, komoditas minyak goreng di Provinsi Sumatera Selatan mencatatkan kenaikan andil inflasi sebesar 0,12% (yoy), berbeda arah dengan tren Food Price Index tersebut.
Tracking Inflasi Triwulan III 2020
Inflasi IHK tahunan Sumatera Selatan pada triwulan III 2020 diperkirakan akan terkendali, namun lebih rendah dibandingkan realisasi triwulan II 2020 sebesar 1,72% (yoy). Perkiraan ini ditandai dengan realisasi inflasi di awal triwulan III 2020 yang mencatatkan deflasi sebesar 0,27% (mtm) atau 0,98% (yoy). Secara kumulatif, deflasi yang terjadi pada bulan Juli 2020 tercatat sebagai deflasi terendah sepanjang tahun 2020. Realisasi ini juga lebih rendah dari data historis inflasi Juli selama 3 tahun terakhir yang sebesar 0,17% (mtm). Dengan perkembangan ini, inflasi Sumatera Selatan secara tahunan hanya mencapai 0,98% (yoy), lebih rendah dibandingkan inflasi nasional 1,54% (yoy). Perkembangan ini dipengaruhi tekanan dari sisi permintaan (demand) seiring menurunnya permintaan masyarakat yang cukup dalam karena adanya pembatasan aktivitas sosial dan ekonomi serta belum pulihnya operasional horeca (hotel, restoran, cafe). Sementara itu, dari sisi penawaran (supply), melimpahnya pasokan beberapa komoditas seperti daging ayam ras dan cabai merah memasuki masa panen tidak diimbangi dengan permintaan yang memadai. Relaksasi aturan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) di Provinsi Sumatera Selatan yang mendorong mobilitas masyarakat belum mampu memulihkan permintaan masyarakat lebih lanjut pasca pandemi. Meskipun demikian, deflasi yang lebih dalam tertahan oleh kenaikan harga telur ayam ras, angkutan antar kota dan emas perhiasan. Peningkatan harga telur ayam ras terjadi karena terbatasnya pasokan. Selanjutnya, kenaikan harga angkutan antar kota sejalan penerapan strategi kenaikan tarif oleh operator bus antar kota untuk menyiasati keterbatasan kapasitas angkut yang masih sebesar 70%. Kenaikan harga emas perhiasan yang lebih tinggi dari pola historisnya di tengah ketidakpastian ekonomi global, juga turut menahan penurunan deflasi lebih dalam.
Memasuki bulan Agustus 2020, hasil Survei Pemantauan Harga secara mingguan di beberapa pasar di Kota Palembang menunjukkan kenaikan harga bahan pokok masih terkendali. Beberapa komoditas yang meningkat cukup tinggi adalah komoditas cabai merah, daging sapi dan minyak goreng yang menjadi penyumbang inflasi utama pada bulan Agustus 2020. Komoditas bawang merah, telur ayam ras dan bawang putih terpantau deflasi. Dengan perkembangan ini tekanan inflasi Provinsi Sumatera Selatan pada triwulan III 2020 diperkirakan akan menurun dari triwulan sebelumnya.
Penurunan ini terutama bersumber dari berkurangnya tekanan inflasi kelompok volatile foods dan cores. Meredanya tekanan inflasi volatile foods disebabkan oleh mulai pulihnya aktivitas masyarakat pasca berkurangnya penyebaran pandemi COVID-19 dan relaksasi pembatasan aktivitas oleh pemerintah. Hal ini terkonfirmasi melalui Google Mobility Index yang menunjukkan peningkatan mobilisasi masyarakat ke area publik. Selain itu, sektor horeca (hotel, restaurant dan catering) diperkirakan mulai akan beroperasi walau masih dalam skala terbatas. Sementara itu, inflasi kelompok cores diperkirakan akan cenderung menurun yang disebabkan oleh penurunan harga komoditas gula pasir pasca terpenuhinya kebutuhan gula pasir dalam negeri. Namun, laju penurunan inflasi akan tertahan oleh kelompok administered prices seiring adanya potensi kenaikan tarif angkutan udara. Hal ini diperkirakan terjadi karena dua faktor yakni pembatasan kapasitas maksimal penumpang angkutan udara yang menyebabkan pihak maskapai menaikkan tarifnya dan meningkatnya biaya operasional maskapai terutama penyediaan avtur yang naik sejalan dengan perkembangan harga minyak dunia.
Upaya Pengendalian Inflasi
Pada triwulan II 2020, inflasi Sumatera Selatan tetap terkendali dengan kecenderungan inflasi yang menurun dibandingkan triwulan sebelumnya, dari 3,16% (yoy) menjadi 1,72% (yoy). Kegiatan pengendalian inflasi terus dilakukan oleh TPID Provinsi Sumatera Selatan terutama menjelang HBKN Ramadhan dan Idul Fitri yang berlangsung pada bulan Mei 2020 dengan tetap berpedoman pada Roadmap Pengendalian Inflasi 4K (Ketersediaan Pasokan, Keterjangkauan Harga, Kelancaran Distribusi dan Komunikasi yang efektif). Pemantauan ketersediaan pasokan dilakukan antara lain dengan melakukan peninjauan langsung ke gudang Bulog oleh ketua TPID Provinsi Sumatera Selatan untuk memastikan ketersediaan pasokan bahan pokok penting seperti gula dan beras menjelang HBKN Ramadhan dan Idul Fitri, melakukan koordinasi dengan distributor bahan pokok penting dan Satgas Pangan serta pemantauan sisi produksi komoditas pangan. Selain itu, TPID Provinsi Sumatera Selatan juga melakukan pasar online dan pembelian bahan pangan secara online melalui website Bulog. Upaya keterjangkauan harga dilakukan untuk memastikan tidak terjadi pelampauan Harga Eceran Tertinggi (HET) dan melakukan operasi pasar oleh Bulog, melakukan pasar murah secara door to door, mengembangkan transaksi online di pasar-pasar tradisional sekaligus sebagai upaya mencegah penyebaran COVID-19, melakukan penjualan bahan pokok penting melalui Toko Tani Indonesia, serta penjualan beberapa komoditas utama melalui website Bulog Divre Sumatera Selatan. Selain itu, TPID Provinsi Sumatera Selatan juga memastikan kelancaran distribusi dengan memprioritaskan angkutan untuk komoditas bahan pangan dan bahan pokok penting di tengah kondisi pembatasan aktivitas di Sumatera Selatan dan dalam menghadapi kondisi kenormalan baru ke depan. Selain itu, TPID melalui pimpinan daerah melakukan komunikasi aktif ke masyarakat untuk mencegah terjadinya pola panic buying dan himbauan belanja bijak dengan melakukan media briefing bersama dengan TPID Provinsi, penayangan ILM untuk belanja bijak, serta kampanye pembayaran non tunai. TPID Provinsi Sumatera Selatan juga telah menghadiri beberapa virtual meeting untuk meningkatkan koordinasi seperti rapat koordinasi dengan Kementerian Perdagangan (Kemendag) RI dan Dinas Perdagangan wilayah Sumatera, Jawa, dan Sulawesi serta Rapat Koordinasi Wilayah (Rakorwil) TPID se-Sumatera.
Halaman ini sengaja dikosongkan
Kondisi Umum
Pada Triwulan II 2020, indikator perbankan di Sumatera Selatan menunjukkan kinerja intermediasi yang melambat. Dibandingkan dengan triwulan I 2020, pertumbuhan penyaluran kredit dan penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) mencatatkan perlambatan, meskipun pertumbuhan aset mencatatkan sedikit peningkatan. Kondisi ini menyebabkan penurunan Loan to Deposit Ratio (LDR) dibandingkan triwulan sebelumnya.
Aset perbankan Sumatera Selatan tercatat sebesar Rp114,35 triliun atau mengalami pertumbuhan sebesar 0,33% (yoy); mengalami perbaikan dibandingkan triwulan sebelumnya (0,04%; yoy).
Penyaluran kredit perbankan Sumatera Selatan tercatat sebesar Rp124,88 triliun atau terkontraksi sebesar 2,73% (yoy); melambat dibandingkan triwulan sebelumnya (3,72%; yoy). Sementara itu, kualitas penyaluran kredit masih terjaga di bawah 5%, hal ini tercermin melalui rasio Non-Performing Loan (NPL) sebesar 3,41% pada triwulan II 2020, meskipun meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat 2,39%.
Kinerja penghimpunan DPK perbankan Sumatera Selatan pada triwulan II 2020 menunjukkan perlambatan pertumbuhan dari 6,43% (yoy) pada triwulan lalu menjadi 5,47% (yoy) pada triwulan laporan atau secara nominal tercatat sebesar Rp88,70 triliun. Perlambatan penghimpunan DPK dipengaruhi oleh penurunan pendapatan di tengah pembatasan aktivitas sebagai dampak pandemi.
Kinerja intermediasi perbankan di Provinsi Sumatera Selatan pada triwulan II 2020 mengalami perlambatan di tengah menurunnya kinerja ekonomi. Hal ini tercermin dari Loan Deposit Ratio (LDR) yang masih cukup tinggi yaitu LDR berdasarkan lokasi bank mengalami penurunan yaitu dari 98,60% pada triwulan lalu menjadi 94,04%. Penurunan juga diikuti oleh LDR berdasarkan lokasi proyek Sumatera Selatan yang tercatat menurun pada triwulan II 2020 yaitu sebesar 140,79%, dibandingkan dengan triwulan lalu (151,41%).
Efisiensi sistem keuangan dapat dilihat dari rasio Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO). Semakin besar nilai BOPO maka semakin tidak efisien manajemen bank dalam mengelola beban operasionalnya. Rasio BOPO pada triwulan II 2020 tercatat 86,41%, meningkat dibandingkan dengan triwulan I 2020 yang tercatat 84,21%. Hal ini mencerminkan kondisi perbankan di Sumatera Selatan kurang efisien. Faktor yang dapat menurunkan efisiensi antara lain pendapatan operasional yang menurun dan beban operasional yang meningkat seiring dengan kegiatan operasional, terutama biaya tenaga kerja dan biaya umum.
Perkembangan Penghimpunan Dana Pihak Ketiga
Penghimpunan DPK di Provinsi Sumatera Selatan pada triwulan II 2020 tercatat sebesar Rp88,70 triliun dan tumbuh sebesar 5,47% (yoy), melambat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang sebesar 6,43% (yoy). Perlambatan DPK ini terutama bersumber dari perlambatan tabungan (pangsa 39,99%) dan deposito (pangsa 31,99%), sedangkan giro (pangsa 16,71%) tumbuh meningkat (Grafik 4.6)
Pada triwulan II 2020, komponen tabungan tumbuh sebesar 4,45% (yoy), melambat dibandingkan triwulan lalu (7,63%; yoy). Selanjutnya, komponen deposito tumbuh sebesar 3,22% (yoy), melambat dibandingkan triwulan lalu (7,04%; yoy). Sementara itu komponen giro tumbuh sebesar 12,85% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan lalu (1,66%; yoy) (Grafik 4.7).
Melambatnya pertumbuhan tabungan dan deposito diperkirakan dilatarbelakangi oleh penurunan pendapatan masyarakat di tengah pembatasan aktivitas sebagai dampak pandemi COVID-19 dan menurunnya suku bunga simpanan. Hal ini terkonfirmasi dari hasil liaison kepada perbankan dimana penghimpunan DPK di beberapa bank di provinsi Sumatera Selatan mengalami penurunan rata-rata sebesar 3-5% dibandingkan target yang ditetapkan dari Kantor Pusat-nya.
Sementara itu, pertumbuhan giro yang meningkat diperkirakan disebabkan oleh masih tertundanya penggunaan dana korporasi untuk pembelian bahan baku untuk produksi yang tertahan akibat pandemi COVID-19.
Penyaluran Kredit
Sejalan dengan kontraksi pertumbuhan ekonomi Sumatera Selatan, penyaluran kredit tercatat melambat signifikan. Penyaluran kredit perbankan Sumatera Selatan pada triwulan II 2020 tercatat sebesar Rp124,88 triliun atau terkontraksi sebesar -2,73% (yoy), melambat signifikan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 3,72% (yoy). Berdasarkan jenis penggunaannya, perlambatan terjadi pada seluruh jenis kredit baik kredit modal kerja (pangsa 52,20%), kredit investasi (pangsa 33,81%), maupun kredit konsumsi (pangsa 38,87%).
Pada triwulan II 2020, kredit modal kerja terkontraksi sebesar -1,45% (yoy); melambat signifikan dibandingkan triwulan lalu (11,11%; yoy). Selanjutnya, kredit investasi tumbuh negatif sebesar 12,53% (yoy); terkontraksi lebih dalam dibandingkan triwulan lalu (-9,87%; yoy). Namun demikian, kredit konsumsi masih tumbuh 5,72% (yoy), meskipun melambat dibandingkan triwulan lalu (8,91%; yoy).
Perlambatan pertumbuhan kredit di provinsi Sumatera Selatan pada masa pandemi disebabkan adanya pembatasan aktivitas ekonomi dalam pencegahan penyebaran COVID-19 terutama pada perusahaan/korporasi yang melakukan ekspor ke negara yang melakukan kebijakan lockdown. Selain itu, pandemi juga menyebabkan perusahaan/korporasi melakukan penundaan investasi.
Perlambatan pertumbuhan kredit di provinsi Sumatera Selatan diikuti dengan penurunan target penyaluran kredit beberapa perbankan di provinsi Sumatera Selatan rata-rata sebesar 5-10% (hasil liaison).
Perlambatan pertumbuhan kredit modal kerja pada triwulan II 2020 secara sektoral didorong oleh perlambatan penyaluran kredit modal kerja pada 5 (lima) Lapangan Usaha (LU) utama provinsi Sumatera Selatan. Penyaluran kredit modal kerja LU industri pengolahan tumbuh melambat menjadi sebesar 3,31%(yoy) dibandingkan triwulan lalu (28,62%; yoy), LU industri pertanian, kehutanan dan perikanan tumbuh melambat menjadi sebesar 13,73% (yoy) dibandingkan triwulan lalu (22,15%; yoy), LU perdagangan besar dan eceran tumbuh melambat menjadi sebesar -4,02% (yoy) dibandingkan triwulan lalu (-1,54%; yoy), LU konstruksi tumbuh melambat menjadi sebesar -10,95% (yoy) dibandingkan triwulan lalu (-2,27%; yoy), dan LU pertambangan penggalian melambat signifikan menjadi sebesar -25,76% (yoy) dibandingkan triwulan lalu (13,62%; yoy).
Perlambatan pertumbuhan kredit investasi pada triwulan II 2020 secara sektoral didorong oleh LU utama Provinsi Sumatera Selatan kecuali LU pertambangan dan penggalian meskipun pertumbuhannya negatif.
Penyaluran kredit investasi LU industri pengolahan tumbuh melambat menjadi sebesar -1,23% (yoy) dibandingkan triwulan lalu (12,54%; yoy), LU industri pertanian, kehutanan dan perikanan tumbuh melambat menjadi sebesar -10,08% (yoy) dibandingkan triwulan lalu (-9,24%; yoy), LU perdagangan besar dan eceran tumbuh melambat menjadi sebesar -7,07% (yoy) dibandingkan triwulan lalu (-1,00%; yoy), LU konstruksi tumbuh melambat menjadi sebesar -17,38% (yoy) dibandingkan triwulan lalu (-10,68%; yoy), dan LU pertambangan penggalian tumbuh sebesar -34,27% (yoy) membaik dibandingkan triwulan lalu (-46,92%; yoy).
Perlambatan pertumbuhan kredit konsumsi bersumber dari pertumbuhan kredit multiguna sebesar 8,39% (yoy), melambat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya (10,18%; yoy), KKB yang tumbuh sebesar -2,8% (yoy) melambat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya (5,76%; yoy) dan KPR, KPA, Ruko/Rukan yang tumbuh sebesar 5,05% (yoy) melambat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya (8,36%; yoy). Perlambatan kredit konsumsi ini diperkirakan disebabkan oleh pembatasan aktivitas dan penurunan pendapatan di tengah pandemi COVID-19.
Ditinjau dari karakteristik penyaluran kredit di Sumatera Selatan, penyaluran kredit didominasi oleh lapangan usaha yang bergerak di komoditas utama yang dihasilkan oleh Sumatera Selatan yaitu lapangan usaha (LU) industri pengolahan (pangsa 18,43%), LU pertanian, kehutanan dan perikanan (pangsa 16,13%), LU perdagangan besar dan eceran (pangsa 14,01%), LU konstruksi (pangsa 5,94%), dan LU pertambangan dan penggalian (pangsa 3,76%).
Berdasarkan lapangan Usaha (LU), melambatnya penyaluran kredit bersumber dari penyaluran kredit LU pertambangan dan penggalian yang tumbuh negatif sebesar 30,57%, lebih rendah dari triwulan sebelumnya yang tumbuh negatif sebesar 27,97%. Perlambatan kredit LU pertambangan dan penggalian diperkirakan terjadi akibat penurunan permintaan secara domestik dan ekspor. Penurunan permintaan secara ekspor disebabkan oleh negara tujuan ekspor yang melakukan lockdown akibat pandemi COVID-19. Hal ini diindikasikan banyak debitur pada LU pertambangan dan penggalian yang terdampak usahanya.
Sementara kredit ke LU utama lainnya yaitu LU pertanian, perburuan dan kehutanan, LU industri pengolahan, LU konstruksi, dan LU perdagangan besar dan eceran masing-masing mengalami perlambatan menjadi sebesar -2,68% (yoy), 2,09% (yoy), -12,40% (yoy) dan -4,48% (yoy). Perlambatan penyaluran kredit pada seluruh LU Utama di provinsi Sumatera Selatan dikarenakan pembatasan aktivitas selama triwulan II 2020 karena pandemi COVID-19.
Kualitas kredit di Provinsi Sumatera Selatan pada triwulan II 2020 sedikit menurun namun masih dalam batas aman. Hal ini tercermin dari Non Performing Loan (NPL) yang meningkat menjadi 3,41% dari triwulan sebelumnya sebesar 2,39%. Meskipun demikian, NPL provinsi Sumatera Selatan masih terjaga di level 5%. Berdasarkan jenis penggunaannya, menurunnya kualitas kredit terjadi pada kredit investasi dan kredit konsumsi. NPL kredit investasi pada triwulan II 2020 tercatat sebesar 1,45%, meningkat dari triwulan sebelumnya yang sebesar 0,56%. Selanjutnya, NPL kredit konsumsi tercatat sebesar 0,66%, meningkat dari triwulan sebelumnya yang sebesar 0,54%. Hal ini diperkirakan karena penurunan penghasilan dan ketersediaan lapangan kerja di masa pandemi menyebabkan peningkatan risiko kredit.
Berdasarkan LU, peningkatan NPL terjadi di LU konstruksi sebesar 14,92% dan LU perdagangan besar dan eceran sebesar 6,32% yang sudah berada di atas threshold. Kualitas kredit di LU konstruksi dan perdagangan besar dan eceran perlu mendapat perhatian karena rasio kredit bermasalah yang relatif tinggi pada triwulan II 2020. Tingginya risiko kredit di LU konstruksi karena pembiayaan proyek infrastruktur bersifat jangka panjang didukung dengan terhentinya proyek infrastruktur karena pembatasan aktivitas selama pandemi COVID-19.
Tabel 4-1 Perkembangan Penyaluran Kredit/Pembiayaan Perbankan per Wilayah di Provinsi Sumatera Selatan (dalam miliar Rp)
Secara spasial, penyaluran kredit masih didominasi oleh Kota Palembang dengan pangsa sebesar 50,7% atau tercatat sebesar Rp63,26 triliun dan tumbuh terkontraksi sebesar -6,48% (yoy) pada triwulan II 2020. Hal ini mengindikasikan bahwa pertumbuhan kredit di Provinsi Sumatera Selatan yang terkontraksi bersumber dari pertumbuhan kredit yang negatif dari kota Palembang.
Perkembangan Suku Bunga
Pada triwulan II 2020, perkembangan suku bunga simpanan perbankan menurun pada semua tenor. Rata-rata suku bunga deposito berjangka tenor 1 bulan tercatat turun menjadi 5,52% dari 5,61%, tenor 3 bulan tercatat turun menjadi 5,4% dari 5,67%, tenor 6 bulan tercatat turun menjadi 5,54% dari 5,74%, dan tenor 1 tahun tercatat turun menjadi 4,89% dari 5,04%. Penurunan suku bunga simpanan ini merupakan bentuk respon atas penurunan suku bunga kebijakan oleh Bank Indonesia sejak Juli 2019 untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di tengah pandemi.
Penurunan suku bunga acuan juga telah direspon perbankan di Sumatera Selatan dengan menurunkan suku bunga kredit menjadi sebesar 9,17% dari triwulan lalu sebesar 9,31%. Pada triwulan II 2020, suku bunga pinjaman yang tercatat pada kelompok kredit modal kerja, investasi, dan konsumsi masing masing sebesar 8,69%; 8,87%; dan 10,07%. Namun demikian, penurunan suku bunga ini belum mampu mendongkrak pertumbuhan kredit karena tertahannya produksi dan melemahnya permintaan akibat pembatasan aktivitas untuk menanggulangi pandemi covid-19.
Ketahanan Sektor Rumah Tangga
Kinerja Sektor Rumah Tangga
Rumah tangga (RT) memegang peranan besar terhadap perekonomian dan sistem keuangan Sumatera Selatan. Konsumsi RT menyumbang 62,40% dari total PDRB di Sumatera Selatan. Ditinjau dari sisi perbankan, DPK RT menyumbang 70,07% dari total Dana Pihak Ketiga (DPK) yang dihimpun oleh perbankan di Sumatera Selatan pada triwulan II 2020. Sementara itu kredit konsumsi RT menyumbang 31,13% dari total kredit yang disalurkan perbankan di Sumatera Selatan.
Pada triwulan II 2020, tekanan terhadap keuangan rumah tangga meningkat. Hal ini tercermin dari menurunnya kinerja konsumsi rumah tangga di provinsi Sumatera Selatan yang tercatat melambat. Penurunan ini diperkirakan dampak dari menurunnya pendapatan masyarakat seiring dengan terkontraksinya kinerja Lapangan Usaha (LU) industri pengolahan, LU pertambangan dan penggalian, LU pertanian dan kehutanan serta LU perdagangan besar dan eceran di tengah pandemi. Kinerja PDRB konsumsi rumah tangga pada triwulan II 2020 terkontraksi -6,69%(yoy).
Pembatasan aktivitas di tengah pandemi telah menekan optimisme masyarakat ke level pesimis. Hal ini tercermin dari hasil survei Konsumen yang dilakukan Bank Indonesia. Keyakinan konsumen pada triwulan II 2020 berada pada level pesimis yaitu di bawah level 100 dengan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) sebesar 85,28, melambat dibandingkan dengan triwulan lalu yang masih optimis. Selain itu, Indeks Kondisi Ekonomi Saat ini (IKE) juga tercatat pesimis yaitu sebesar 49,11. Namun demikian, Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) pada triwulan II 2020 masih tercatat optimis sebesar 147,44 berada di atas level 100. Hal ini menunjukkan optimisme masyarakat terhadap ekspektasi kondisi perekonomian ke depan masih cukup tinggi.
Menurunnya optimisme masyarakat terhadap kondisi perekonomian juga ditunjukkan melalui Indeks Penghasilan dan Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja saat ini dibandingkan dengan 6 bulan lalu yang masing-masing berada di bawah level 100 yaitu 61,67 dan 18,00. Sementara itu, masyarakat optimis bahwa kondisi perekonomian di periode yang akan datang akan membaik walaupun melambat. Hal ini tercermin dari Indeks Perkiraan Penghasilan dan Indeks Perkiraan Ketersediaan Lapangan Kerja 6 bulan mendatang dibandingkan saat ini yang berada di atas level 100, yaitu sebesar 138,00 dan 128,33. Meskipun Indeks Perkiraan Kegiatan Usaha 6 bulan mendatang dibandingkan saat ini berada di bawah level 100 yaitu 98,00.
Pada triwulan II 2020, total penghimpunan DPK di Sumatera Selatan tercatat sebesar Rp88,70 triliun, didominasi oleh DPK rumah tangga/perseorangan sebesar Rp62,14 triliun atau setara dengan pangsa 70,07% dari total DPK. Sejalan dengan perlambatan Kinerja rumah tangga di triwulan II 2020, DPK perseorangan juga mengalami perlambatan pertumbuhan yaitu sebesar 5,21% (yoy) dibandingkan dengan triwulan lalu (8,16%; yoy).
Komposisi DPK rumah tangga pada triwulan II 2020 masih didominasi oleh tabungan (61,28%), deposito (34,82%), dan giro (3,89%). Sementara itu, tabungan dan deposito yang memiliki pangsa terbesar tumbuh melambat dibandingkan triwulan lalu. Pertumbuhan tabungan tercatat sebesar 3,92% (yoy), melambat dibandingkan triwulan lalu (7,00%; yoy). Selanjutnya, pertumbuhan deposito tercatat sebesar 4,91% (yoy), melambat dibandingkan triwulan lalu (10,54%; yoy). Perlambatan ini diperkirakan disebabkan oleh menurunnya ketersediaan dana cadangan masyarakat di tengah pandemi. Meningkatnya pangsa tabungan terhadap total DPK perbankan perseorangan menunjukkan tren peningkatan preferensi rumah tangga atau perseorangan terhadap aspek fleksibilitas dan likuiditas yang tinggi pada periode perlambatan ekonomi saat ini.
Kredit Perseorangan di Perbankan
Pertumbuhan kredit konsumsi bagi rumah tangga di Sumatera Selatan pada triwulan II 2020 mencatat perlambatan dari sebelumnya sebesar 8,91% (yoy) pada triwulan I 2020 menjadi 5,72% (yoy) pada triwulan laporan. Hal ini sejalan dengan perlambatan kinerja rumah tangga di triwulan laporan. Kredit rumah tangga sebagian besar disalurkan dalam bentuk kredit multiguna, Kredit Kepemilikan Rumah (KPR), dan Kredit Kendaraan Bermotor (KKB).
Perlambatan pertumbuhan kredit sektor rumah tangga didorong oleh melambatnya pertumbuhan kredit KPR, KPA, Ruko/Rukan, KKB dan multiguna. Kredit KPR, KPA, Ruko/Rukan tercatat tumbuh sebesar 5,05% (yoy), melambat dari triwulan lalu (8,36%; yoy). Selanjutnya, KKB juga tercatat tumbuh negatif sebesar 2,80% (yoy), melambat dari triwulan lalu (5,76%; yoy). Selain itu, kredit multiguna tercatat tumbuh sebesar 8,39% (yoy), melambat dari triwulan lalu (10,18%; yoy). Perlambatan kredit di sektor rumah tangga diperkirakan dilatarbelakangi motif berjaga-jaga masyarakat di tengah pandemi COVID-19 dan fokus pada pemenuhan kebutuhan pokok dan kebutuhan terkait kesehatan.
Pada triwulan II 2020, risiko kredit rumah tangga masih terjaga. Risiko kredit rumah tangga masih terjaga cukup baik, tercermin dari tingkat NPL yang masih cukup rendah dan berada di bawah 5%. Namun demikian, NPL pada triwulan II 2020 mengalami peningkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Berdasarkan jenis kreditnya, meningkatnya NPL di triwulan II 2020 bersumber dari meningkatnya NPL pada semua jenis kredit rumah tangga yakni kredit multiguna, KPR, KKB dan kredit konsumsi dari 1,03%; 3,50%; 2,17%; dan 1,78% (yoy) pada triwulan I 2020 menjadi 1,31%; 3,74%; 3,57%; dan 2,13% (yoy) pada triwulan II 2020.
Ketahanan Sektor Korporasi
Kinerja Sektor Korporasi
Secara umum, kerentanan korporasi di Provinsi Sumatera Selatan dipengaruhi oleh faktor eksternal maupun domestik. Faktor eksternal yang mempengaruhi kerentanan korporasi antara lain adalah kondisi perekonomian negara mitra dagang utama, perang dagang Tiongkok USA dan harga komoditas utama (karet, batubara dan CPO). Sementara faktor domestik yang mempengaruhi antara lain kinerja ekonomi daerah dan nasional. Faktor-faktor ini sangat terkait dengan sektor pertambangan dan penggalian, sektor pertanian dan sektor industri pengolahan, mengingat besarnya ketergantungan perekonomian Sumatera Selatan pada sektor tersebut (54,67% dari total PDRB provinsi Sumatera Selatan).
Pada triwulan II 2020, kinerja korporasi Sumatera Selatan menurun seiring dengan menurunnya kinerja perekonomian sebagai dampak COVID-19. Pandemi COVID 19 yang menyebabkan lockdown di beberapa negara mitra dagang dan pembatasan aktivitas dalam rangka mengantisipasi dampak pandemi menahan kinerja ekspor dan menekan harga komoditas utama. Hal ini kemudian berdampak langsung terhadap kinerja korporasi di Sumatera Selatan baik yang berorientasi ekspor maupun domestik. Berdasarkan hasil liaison yang dilakukan Bank Indonesia kepada pelaku usaha, perlambatan kinerja perekonomian Sumatera Selatan pada triwulan II 2020, juga tercermin dari nilai Likert scale (LS) permintaan penjualan yang bernilai negatif. Perkiraan penjualan ke depan juga diperkirakan mengalami perlambatan tercermin dari penurunan nilai LS meskipun masih menunjukan nilai positif. Di sisi investasi, korporasi juga melakukan penundaan rencana investasi pada tahun ini sebagai dampak penyebaran COVID-19 baik di Sumatera Selatan maupun secara global.
Penyaluran kredit korporasi mengalami kontraksi pada triwulan II 2020. Sementara, pertumbuhan pengimpunan DPK korporasi mengalami peningkatan khususnya pada komponen giro, hal ini diperkirakan karena adanya dana idle dari korporasi yang tertahan akibat pandemi COVID-19.
Penjualan
Dari hasil liaison terkonfirmasi bahwa perekonomian Sumatera Selatan menunjukkan perlambatan pertumbuhan pada triwulan II 2020. Kondisi ini ditunjukkan dengan Likert scale (LS) permintaan penjualan yang negatif dan rata-rata tercatat sebesar -0,91 pada triwulan laporan. Hal ini dikarenakan pembatasan aktivitas di tengan pandemi COVID-19 pada triwulan laporan. Sementara itu, pelaku usaha juga memperkirakan permintaan kedepan akan melambat, ditunjukkan oleh LS perkiraan penjualan yang menurun pada periode laporan yaitu 0,45, lebih rendah dibandingkan dengan triwulan lalu (0,93).
Investasi
Sebagian kontak mengkonfirmasikan untuk menunda rencana investasi hingga triwulan II 2020. Hal ini ditunjukkan dengan LS investasi triwulan II 2020 yang bernilai 0,18, lebih rendah dari LS investasi triwulan lalu yang bernilai 0,71. Selanjutnya, untuk satu tahun kedepan, kontak memperkirakan realisasi investasi juga mengalami penurunan yang ditunjukkan dengan LS perkiraan investasi bernilai 0,45, lebih rendah dari LS perkiraan investasi tahun lalu yang bernilai 0,62. Hal ini dikarenakan kondisi penyebaran wabah COVID-19 yang menyebabkan perlambatan perekonomian baik di Sumatera Selatan maupun ekonomi global.
Dana Pihak Ketiga Sektor Korporasi di Perbankan
Pertumbuhan DPK sektor korporasi pada triwulan II 2020 tercatat meningkat khususnya pada komponen giro korporasi yang memiliki pangsa 54,82% dari total DPK sektor korporasi. DPK korporasi di Sumatera Selatan pada triwulan II 2020 tumbuh sebesar 6,09% (yoy) dengan nilai Rp26,55 triliun, meningkat dibandingkan dengan triwulan I 2020 sebesar 2,44% (yoy).
Meningkatnya pertumbuhan DPK Korporasi pada triwulan II 2020 disebabkan oleh peningkatan pertumbuhan giro sebesar 9,79% (yoy) dari 1,32% (yoy) pada triwulan lalu. Sementara itu, pertumbuhan tabungan dan deposito melambat masing-masing menjadi sebesar 16,20% (yoy) dan -0,16% (yoy). Peningkatan pertumbuhan giro diperkirakan disebabkan oleh masih tertundanya penggunaan dana korporasi untuk pembelian bahan baku untuk produksi yang tertahan akibat pandemi COVID-19.
Kredit Sektor Korporasi
Penyaluran kredit kepada korporasi di wilayah Sumatera Selatan pada triwulan II 2020 mengalami kontraksi atau tumbuh sebesar -6,12% (yoy) dengan nilai Rp86,01triliun, melambat dibandingkan triwulan lalu (1,60%; yoy). Dari sisi penggunaan, melambatnya pertumbuhan kredit korporasi bersumber dari menurunnya penyaluran kredit investasi/kredit modal kerja, seiring dengan tertahannya produksi dan investasi sebagai dampak pandemi covid 19.
Berdasarkan sektoral, kredit korporasi di Sumatera Selatan didominasi oleh sektor utama yaitu LU industri pengolahan (26,77%), LU pertanian, kehutanan, dan perikanan (23,61%), LU perdagangan besar dan eceran (20,35%), LU konstruksi (8,62%), serta LU pertambangan dan penggalian (5,46%). Perlambatan kredit korporasi disebabkan oleh perlambatan permintaan kredit pada 5 LU Utama di provinsi Sumatera Selatan yaitu LU industri pengolahan, LU pertanian, kehutanan dan perikanan, LU perdagangan besar dan eceran, LU konstruksi dan LU pertambangan dan penggalian. Kualitas penyaluran kredit di sektor korporasi masih terjaga namun mengalami peningkatan pada rasio NPL. Kualitas kredit pada LU pertanian, kehutanan dan perikanan, LU perdagangan besar dan eceran dan LU konstruksi perlu mendapat perhatian karena rasio kredit bermasalah yang relatif tinggi pada triwulan II 2020. Sementara itu, NPL pada LU industrI pengolahan dan LU pertambangan dan penggalian masih terjaga di bawah threshold.
Sejalan dengan terkontraksinya pertumbuhan PDRB LU industri pengolahan, penyaluran kredit di LU industri pengolahan juga mengalami perlambatan. Penyaluran kredit industri pengolahan tercatat melambat menjadi sebesar 2,09% (yoy) pada triwulan II 2020 dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 23,69% (yoy). Sementara, kualitas penyaluran kredit industri pengolahan tercatat sedikit membaik, ditunjukkan dengan nilai NPL pada triwulan II 2020 yang tercatat sebesar 0,79%. Perlambatan kredit industri pengolahan didorong oleh penurunan produksi karet di tengah pandemi dan penurunan harga karet internasional.
Pertumbuhan kinerja industri pertanian, kehutanan, dan perikanan yang mengalami perlambatan di triwulan laporan, juga berdampak pada pertumbuhan penyaluran kreditnya. Penyaluran kredit di LU industri pertanian, kehutanan, dan perikanan terkontraksi pada triwulan II 2020 dan tercatat sebesar -2,85% (yoy), menurun dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar -0,39% (yoy). Hal ini didorong oleh penurunan permintaan komoditas karet akibat penyebaran wabah COVID-19 sehingga berdampak pada kinerja industri perkebunan karet. Selain itu, kualitas penyaluran kredit di LU industri pertanian, kehutanan, dan perikanan menunjukkan penurunan yang tercermin dari rasio NPL pada triwulan II 2020 tercatat sebesar 7,04% atau berada di atas batas threshold.
Pertumbuhan kinerja LU perdagangan besar dan eceran juga mengalami kontraksi, dan berdampak pada pertumbuhan penyaluran kredit yang masih kontraksi. Pertumbuhan penyaluran kredit LU perdagangan besar dan eceran tercatat sebesar -4,48% (yoy) pada triwulan II 2020, lebih rendah dibandingkan triwulan I 2020 yang tercatat sebesar -1,46% (yoy). Perlambatan ini dikarenakan oleh penurunan aktivitas perdagangan besar dan eceran sebagai dampak dari penyebaran wabah COVID-19. Hal ini juga berdampak pada penurunan kualitas kredit LU perdagangan besar dan eceran yang ditunjukkan dengan peningkatan rasio NPL menjadi 6,32% pada periode laporan atau berada di atas batas threshold.
Perlambatan kinerja LU konstruksi sejalan dengan penurunan penyaluran kredit pada triwulan II 2020 yang tercatat terkontraksi sebesar 12,40% (yoy) dibandingkan dengan triwulan sebelumnya (-4,30%; yoy). Perlambatan ini dikarenakan oleh penundaan pembangunan infrastruktur di berbagai sektor sebagai dampak dari wabah COVID-19. Hal ini berdampak pada peningkatan rasio NPL untuk LU konstruksi yang tercatat sebesar 5,21% pada triwulan II 2020 atau berada di atas batas threshold.
Sejalan dengan itu, kinerja LU pertambangan dan penggalian juga mengalami perlambatan dan tercermin juga pada penyaluran kredit yang semakin terkontraksi. Pertumbuhan penyaluran kredit pada triwulan II 2020 tercatat sebesar -30,57% (yoy) menurun dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar -27,97% (yoy). Penurunan ini dikarenakan oleh penurunan penjualan baik domestik maupun ekspor batubara akibat pandemi COVID-19. Namun demikian, rasio NPL kredit LU pertambangan dan penggalian mengalami perbaikan pada triwulan laporan yang tercatat sebesar 3,36%.
Perkembangan Kegiatan UMKM di Sumatera Selatan
Pada triwulan II 2020 kredit UMKM tumbuh melambat atau terkontraksi sebesar -7,27% (yoy) dengan penyaluran kredit mencapai Rp26,90 triliun. Melambatnya pertumbuhan kredit UMKM bersumber dari melambatnya kredit UMKM LU perdagangan besar dan eceran, LU pertanian, perburuan dan kehutanan, LU konstruksi, LU penyediaan akomodasi dan makan minum, serta LU industri pengolahan yang merupakan lapangan usaha penyumbang pangsa terbesar dalam penyaluran kredit UMKM (Tabel 4.2). Penyaluran kredit UMKM sebagian besar digunakan untuk kredit modal kerja yaitu sebesar 67,53% sedangkan kredit investasi sebesar 32,47%.
Risiko kredit UMKM pada triwulan II 2020 melampaui threshold. NPL sektor UMKM pada triwulan II 2020 tercatat sebesar 11,27% lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya (4,69%). NPL kredit UMKM ini perlu menjadi perhatian karena sudah melebihi batas threshold (Grafik 4-38).Peningkatan NPL yang signifikan ini diperkirakan karena menurunnya kinerja UMKM di masa pandemi akibat pembatas aktivitas sehingga menurunkan kemampuan bayar UMKM terhadap kredit yang disalurkan.
Tabel 4-2 Proporsi Penyaluran Kredit UMKM Berdasarkan Sektor Ekonomi Triwulan II 2020
Eksposur perbankan terhadap UMKM pada triwulan II 2020 cukup baik dan stabil. Pada triwulan II 2020, pangsa kredit UMKM terhadap total penyaluran kredit di Sumatera Selatan tercatat sebesar 21,5%, stabil dibandingkan triwulan sebelumnya sebelumnya (21,58%). Rasio penyaluran kredit UMKM di Sumatera Selatan dinilai cukup baik karena telah melampaui kewajiban pemberian kredit/pembiayaan UMKM minimal 20% seperti yang tertuang dalam Peraturan Bank Indonesia No. 17/12/PBI/2015.
Dilihat dari sisi sektor ekonomi, pangsa pasar penyaluran kredit UMKM terbesar di Sumatera Selatan pada triwulan II 2020 adalah di sektor perdagangan besar dan eceran yaitu sebesar 42,45% dengan pertumbuhan yang terkontraksi sebesar -3,13% (yoy), lebih rendah dari triwulan sebelumnya yang sebesar 0,56% ( yoy).
Dalam menjalankan tugasnya di bidang pengendalian inflasi, Bank Indonesia ikut mendukung perkembangan UMKM di Sumatera Selatan, salah satunya dalam menjaga ketahanan pangan dan mengembangkan ekonomi lokal. Sejak tahun 2015, Bank Indonesia telah melaksanakan program kerja inisiatif berupa pembentukan klaster ketahanan pangan bersinergi dengan pemerintah daerah. Isu ketahanan pangan ini menjadi sangat penting karena dapat memberikan tekanan inflasi pada kelompok bahan makanan. Beberapa komoditas yang menjadi penyumbang inflasi di Sumatera Selatan adalah komoditas beras, bawang putih, bawang merah, cabai merah, dan ikan segar, sehingga diperlukan penguatan sektor UMKM dalam bidang pertanian agar inflasi dapat dicapai sesuai dengan sasarannya.
Tabel 4-4 Program UMKM Ketahanan Pangan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Selatan
Selain pengendalian inflasi, Bank Indonesia juga melakukan peningkatan kegiatan ekonomi dan pengembangan ekonomi lokal dengan cara pemberian pelatihan wirausaha, pelatihan pemasaran dan pemberian bantuan teknis kepada UMKM. Harapannya, perekonomian Sumatera Selatan dapat tumbuh, kuat terhadap ancaman krisis, dan dengan inflasi yang terkendali.
Tabel 4-5. Kegiatan Pengembangan UMKM dan Pengembangan Ekonomi Lokal di Sumatera Selatan
Halaman ini sengaja dikosongkan
Perkembangan SIstem Pembayaran Non Tunai
Di tengah perlambatan ekonomi pada triwulan II 2020, penyelenggaraan sistem pembayaran non tunai di Sumatera Selatan tetap berlangsung dengan aman dan efisien. Transaksi melalui Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) pada triwulan II 2020 tercatat mencapai Rp10,01 triliun, terkontraksi -15,14% (qtq) dari triwulan I 2020. Secara tahunan, nominal transaksi SKNBI terkontraksi 4,01% (yoy) turun dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 11,85% (yoy). Pelemahan juga terjadi dari sisi volume transaksi SKNBI yang tercatat sebanyak 238.314 lembar, terkontraksi lebih dalam sebesar 12,02% (yoy) dibandingkan triwulan sebelumnya tumbuh negatif 1,59% (yoy). Pelemahan yang terjadi merupakan dampak pembatasan aktivitas dalam mengantisipasi penyebaran COVID-19. Selain itu, pelemahan juga sejalan dengan menurunnya PDRB beberapa layanan usaha seperti industri pengolahan, industri pertambangan, industri pertanian dan kehutanan, perdagangan besar dan eceran, konstruksi, serta penyediaan akomodasi. Hal ini terkonfirmasi dari hasil liaison Bank Indonesia kepada pelaku usaha industri pengolahan yang menyatakan volume produksi menurun pada triwulan laporan. Selain itu, liaison Bank Indonesia kepada pelaku usaha perdagangan besar dan eceran juga menyatakan adanya penurunan penjualan dan jumlah pengunjung di tengah merebaknya pandemi COVID-19 sebagai dampak kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Dalam mengantisipasi penyebaran COVID-19, terdapat penyesuaian kegiatan operasional SKNBI yang dilakukan oleh Bank Indonesia.
Terdapat 4 Koordinator Pertukaran Warkat Debit (KPWD) di Sumatera Selatan, yaitu KPWD Bank Indonesia (Palembang) serta KPWD selain BI (Lubuk Linggau, Baturaja, dan Prabumulih). Pangsa volume transaksi KPWD selain Bank Indonesia pada periode triwulan II 2020 adalah sebesar 2,05% dari jumlah seluruh transaksi kliring di Sumatera Selatan atau memproses 4.999 Data Keuangan Elektronik (DKE). Dari sisi nominal, pangsa nilai transaksi yang diproses oleh KPWD selain BI sebesar 2,48% dari seluruh transaksi kliring di Sumatera Selatan atau mencapai nilai Rp254,61 miliar.
Pemahaman masyarakat terhadap ketentuan dan sanksi atas peredaran cek dan bilyet giro kosong terus meningkat. Hal ini tercermin dari menurunnya transaksi kliring debet pengembalian berupa cek dan bilyet giro kosong di triwulan II 2020 dari sisi nominal dan juga volumenya. Pada triwulan laporan, nominal transaksi menggunakan cek dan bilyet giro kosong tercatat tumbuh negatif sebesar -26,67% (yoy), terkontraksi lebih dalam dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 8,47% (yoy).
Volume cek dan bilyet giro kosong pada triwulan laporan juga terkontraksi sebesar -27,69% (yoy), lebih dalam dibandingkan triwulan I 2020 yang terkontraksi -10,78% (yoy). Sejalan dengan hal tersebut, jumlah volume transaksi cek dan bilyet giro kosong turun dari 2.846 DKE menjadi 2.340 DKE. Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Selatan terus memberikan pemahaman tentang berbagai ketentuan Bilyet Giro dan SKNBI kepada perbankan serta masyarakat termasuk pemberian sanksi sesuai ketentuan agar peredaran cek dan bilyet kosong dapat terus menurun
Pada triwulan II 2020, transaksi Real Time Gross Settlement (RTGS) di wilayah Sumatera Selatan mengalami peningkatan dan tetap berjalan lancar untuk mendukung kebutuhan transaksi perekonomian. Nilai transaksi RTGS pada triwulan II 2020 tercatat sebesar Rp46,45 triliun, tumbuh 20,00% (qtq) dan secara volume mencapai 15.302 transaksi, tumbuh 12,38% (qtq) dari triwulan I 2020. Secara tahunan, nominal pertumbuhan nilai transaksi RTGS pada triwulan II 2020 tumbuh 0,86% (yoy), meningkat signifikan dari triwulan sebelumnya yang terkontraksi sebesar -28,74% (yoy). Peningkatan juga terjadi di sisi volume, transaksi RTGS pada triwulan laporan sebanyak 15.302 tumbuh 36,80% (yoy) lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya sebanyak 13.616. dengan pertumbuhan 10,16% (yoy). Peningkatan transaksi RTGS di wilayah Provinsi Sumatera Selatan sejalan dengan siklus periode HBKN Ramadhan dan Idul Fitri. Selain itu, terdapat peningkatan transaksi penyaluran bantuan sosial non tunai yang dilakukan di wilayah Provinsi Sumatera Selatan. Pembatasan Sosial Berskala Besar mendorong peningkatan transaksi RTGS yang menjadi muara akhir penyelesaian transaksi non tunai. Sebagai informasi, terdapat penyesuaian cakupan data RTGS spasial di tahun 2019.
Tabel 5-1 Perkembangan Transaksi RTGS Provinsi Sumatera Selatan
Aktivitas transaksi non tunai menggunakan kartu ATM/D mengalami penurunan dari sisi nominal. Nominal transaksi menggunakan kartu ATM/D pada triwulan II 2020 mencapai Rp34,95 triliun atau terkontraksi -9,25% (yoy), lebih dalam dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai Rp37,06 triliun atau terkontraksi -0,90% (yoy). Di sisi lain, pada triwulan laporan terjadi peningkatan pertumbuhan volume transaksi dari sebesar 8,51% (yoy) menjadi 20,67% (yoy) dengan jumlah 28,79 juta transaksi. Peningkatan volume transaksi ditengarai akibat pandemi COVID-19, yang mendorong penggunaan non tunai. Sedangkan, penurunan nominal transaksi sejalan dengan penurunan pertumbuhan ekonomi yang terjadi.
Dari pangsanya, nilai transaksi menggunakan kartu ATM/D masih didominasi oleh kegiatan tarik tunai dan transfer interbank yang masing-masing mencapai nilai Rp15,95 triliun (45,65%) dan Rp11,68 triliun (33,42%). Sejalan dengan hal tersebut, jumlah kartu ATM/D pada triwulan II 2020 mengalami peningkatan menjadi 4,23 juta kartu atau tumbuh sebesar 20,11% (yoy) dibandingkan pada triwulan sebelumnya yang tumbuh 15,36% (yoy). Hal ini mengindikasikan peningkatan inklusi keuangan di Sumatera Selatan dan meningkatnya minat masyarakat dalam melakukan transaksi non tunai (less cash society).
Aktivitas transaksi non tunai menggunakan kartu kredit mengalami perlambatan pada triwulan II 2020. Nominal penggunaan kartu kredit perseorangan dari sisi outstanding atau baki debetnya tercatat sebesar Rp392,89 miliar tumbuh -37,97% (yoy), terkontraksi lebih dalam dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar Rp577,66 miliar dengan pertumbuhan -9,06% (yoy). Sejalan dengan hal tersebut, terjadi penurunan volume transaksi penggunaan kartu kredit menjadi sebanyak 458.979 transaksi atau tumbuh -34,01% (yoy) dibandingkan triwulan sebelumnya 641.213 transaksi atau terkontraksi lebih dalam sebesar -9,15% (yoy).
Sejalan dengan hal tersebut, jumlah kartu kredit pada triwulan laporan terkontraksi -9,48% (yoy) menjadi 253.854 kartu dibandingkan pada triwulan sebelumnya yang tumbuh 9,01% (yoy). Dari pangsanya, nilai transaksi menggunakan kartu kredit masih didominasi oleh kegiatan belanja yakni sebesar Rp261,48 miliar (66,55%). Penurunan transaksi kartu kredit paling tinggi terjadi pada transaksi belanja yakni 41,11% (yoy) sejalan dengan perlambatan pertumbuhan ekonomi sebagai dampak dari berkurangnya kebutuhan terkait travelling seperti pembelian tiket transportasi, akomodasi, maupun atraksi sejalan dengan pembatasan aktivitas di tengah pandemi. Untuk mendukung kelancaran transaksi non tunai selama pandemi, Bank Indonesia juga telah mengeluarkan penyesuaian kebijakan terkait batas maksimum suku bunga, nilai pembayaran minimum, serta denda keterlambatan kartu kredit.
Perkembangan Transaksi Elektronifikasi dan
Elektronifikasi merupakan bagian dari sistem pembayaran yang dapat didefinisikan sebagai suatu upaya yang terpadu dan terintegrasi untuk mengubah pembayaran dari tunai menjadi non tunai. Elektronifikasi bertujuan untuk menciptakan less cash society dan meningkatkan inklusivitas keuangan. Bank Indonesia selaku otoritas sistem pembayaran memiliki peran untuk mengembangkan elektronifikasi sebagai salah satu transaksi dengan menggunakan instrumen alat pembayaran non tunai antara lain uang elektronik (UE) dan membentuk agen Layanan Keuangan Digital (LKD) guna mempermudah transaksi uang elektronik.
Transaksi uang elektronik (UE) tumbuh negatif sejak akhir 2019 sejalan dengan perlambatan perekonomian. Transaksi UE pada agen Layanan Keuangan Digital (LKD) selama triwulan II 2020 terkontraksi -90,38% (yoy), lebih dalam dibandingkan triwulan sebelumnya yang terkontraksi -66,97% (yoy). Meskipun, dari sisi nominal telah terjadi peningkatan pada triwulan laporan menjadi Rp78,50 miliar dari Rp73,20 miliar pada triwulan sebelumnya. Transaksi pembayaran atas tagihan rutin mendominasi penggunaan uang elektronik dengan pangsa 68,21% terkontraksi -74,88% (yoy) lebih dalam dibandingkan triwulan sebelumnya yang terkontraksi -23,70% (yoy). Meskipun, secara nominal terlah terjadi peningkatan pada triwulan laporan menjadi Rp53,54 miliar dari Rp49,52 miliar pada triwulan sebelumnya. Transaksi pengisian ulang terkontraksi -96,14% (yoy), lebih dalam dibandingkan triwulan sebelumnya yang terkontraksi -85,78% (yoy). Dari sisi nominal, terjadi sedikit peningkatan pada transaksi ini pada triwulan laporan menjadi Rp14,80 miliar dari Rp14,67 miliar pada triwulan sebelumnya. Sedangkan transaksi tarik tunai yang pada triwulan laporan tercatat tumbuh 20,47% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 113% (yoy). Meskipun dari sisi nominal telah terjadi peningkatan menjadi Rp9,73 miliar pada triwulan laporan dari Rp8,52 miliar pada triwulan sebelumnya. Frekuensi transaksi uang elektronik juga terkontraksi -82,04% (yoy) lebih dalam dibandingkan triwulan sebelumnya yang terkontraksi -56,90% (yoy). Meskipun dari sisi jumlah telah terjadi peningkatan menjadi 129.276 transaksi pada triwulan laporan dari 124.098 transaksi pada triwulan sebelumnya. Peningkatan terjadi hanya pada transaksi pembayaran atas tagihan rutin yakni sebanyak 113.532 pada triwulan laporan dari 95.644 transaksi pada triwulan sebelumnya. Sedangkan, transaksi pengisian ulang (top-up), transaksi tarik tunai, transaksi registrasi pemegang, transaksi person to person, dan transaksi person to account seluruhnya mengalami penurunan pertumbuhan maupun jumlah transaksi pada triwulan laporan. Penurunan frekuensi dan nominal pada triwulan laporan disebabkan oleh kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang membatasi merchant atau fasilitas publik untuk melayani masyarakat di tengah pandemi COVID-19. Dari hasil focus group discussion, pengguna jalan tol baik untuk ruas Terbanggi Besar – Pematang Panggang – Kayu Agung maupun ruas tol Palembang – Indralaya, mengalami penurunan jumlah lalu lintas mencapai 75% dari jumlah lalu lintas pada triwulan I. Selain itu, terbatasnya transportasi umum seperti LRT dan pusat perbelanjaan yang melayani pembayaran menggunakan uang elektronik. Penurunan juga disebabkan adanya koreksi data dari laporan salah satu Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran (PJSP).
Sejalan dengan hal tersebut, jumlah agen LKD mengalami penurunan menjadi 14.386 agen LKD dari sebelumnya sebanyak 14.979 agen pada akhir triwulan I 2020. Namun, jumlah pemegang Uang Elektronik (UE) registered mengalami peningkatan menjadi 28.273 UE dari 26.529 UE. Hal ini didukung oleh upaya penerbit untuk memperluas jangkauan pasar di tengah upaya perluasan bantuan sosial (bansos) non tunai dari Pemerintah pada masa pandemi dan meningkatnya preferensi penggunaan UE di masyarakat sebagai instrumen alternatif dalam bertransaksi.
Tabel 5-2 Transaksi Penggunaan Uang Elektronik
Sumber: Bank Indonesia
Secara spasial di Sumatera Selatan, Kota Palembang menjadi daerah dengan transaksi penggunaan uang elektronik terbesar berdasarkan nominal dan frekuensinya. Transaksi pembayaran di Kota Palembang memiliki proporsi tertinggi baik untuk nominal maupun frekuensi dengan persentase nominal sebesar 39,07% dibandingkan total nominal transaksi di wilayah Provinsi Sumatera Selatan serta persentase frekuensi sebesar 42,27% dibandingkan total volume transaksi. Hal ini didukung dengan tersedianya infrastruktur untuk melakukan transaksi uang elektronik seperti sarana publik yang menggunakan uang elektronik, jumlah merchant yang menerima uang elektronik, dan penggunaan uang elektronik berbasis server yang masih didominasi di kota Palembang.
Grafik 5-17 Transaksi Uang Elektronik Berdasarkan Nominal
Grafik 5-18 Transaksi Uang Elektronik Berdasarkan Frekuensi
Pada tahun 2019 Bank Indonesia telah meluncurkan salah satu alternatif kanal pembayaran yang mendukung gerakan non tunai yang disebut Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS). QRIS bukan merupakan sebuah aplikasi, QRIS merupakan standar QR Code Pembayaran untuk Sistem Pembayaran di Indonesia bagi penyelenggara dalam mengembangkan pembayaran retail berbasis QR baik bank maupun non bank. Hadirnya QRIS memungkinkan terjadinya interkoneksi dan interoperabilitas pembayaran melalui standar QR Code. Dengan QRIS, merchant cukup memasang satu macam QR Code yaitu QRIS yang dapat menerima pembayaran dari berbagai aplikasi dompet elektronik, uang elektronik server based, atau mobile banking dari Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran (PJSP) berizin yang telah memiliki fitur pembayaran dengan QR Code. QRIS yang wajib digunakan untuk pembayaran QR Code sejak 1 Januari 2020, terus didorong untuk dapat diimplementasikan secara luas karena membutuhkan investasi yang lebih sedikit dibandingkan kanal pembayaran lainnya seperti mesin EDC sehingga dapat diimplementasikan baik untuk usaha besar, menengah, kecil, maupun mikro.
Sejak diberlakukannya QRIS, jumlah merchant yang mengimplementasikan QRIS semakin bertambah. Jumlah merchant QRIS di Provinsi Sumatera Selatan pada triwulan II 2020 tercatat tumbuh 26,33% (qtq) atau terdapat 112.341 merchant. Angka ini menempati posisi ke-7 secara nasional dan menjadi kedua tertinggi di Sumatera setelah Sumatera Utara. Persebaran merchant QRIS masih didominasi di Kota Palembang dengan persentase 62% sejalan dengan banyaknya fasilitas umum yang telah melayani penggunaan QRIS seperti pasar, rumah sakit, dan SPBU.
Transformasi penyaluran bantuan sosial dari tunai menjadi non tunai dimaksudkan untuk mewujudkan pemenuhan prinsip 6T (tepat waktu, tepat sasaran, tepat jumlah, tepat kualitas, tepat harga, dan tetap administrasi). Penyaluran dengan non tunai bertujuan untuk meningkatkan kesempatan dan kemampuan masyarakat dalam mengakses dan memanfaatkan layanan keuangan. Bantuan sosial non tunai terdiri dari Bantuan Sembako (sebelumnya Bantuan Sosial Non Tunai) serta Program Keluarga Harapan (PKH).
Sejalan dengan perkembangan jumlah merchant QRIS yang tumbuh positif, penyerapan Bantuan Sosial Non Tunai juga tercatat meningkat baik dari jumlah KPM maupun nominal penyerapan pada triwulan II 2020. Dari jumlah Keluarga Penerima Manfaat (KPM), penyerapan Bantuan Sembako Non Tunai meningkat menjadi 84,78% atau sebanyak 474.841 KPM dibandingkan triwulan sebelumnya yang berada pada posisi 82,45% atau sebanyak 354.124 KPM. Sejalan dengan hal tersebut, penyerapan nominal Bantuan Sembako pada triwulan laporan mengalami peningkatan menjadi 80,98% dengan nilai Rp447,11 miliar dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 74,95% atau sebesar Rp164,48 miliar. Peningkatan nominal yang signifikan merupakan salah satu program pemerintah dalam masa pandemi COVID-19 yang meningkatkan nilai bantuan dari Rp150.000,00/KPM/Bulan menjadi Rp200.000,00/KPM/Bulan. Kelancaran penyaluran Bantuan Sosial Non Tunai merupakan kerjasama stakeholders seperti Dinas Sosial Provinsi/Kabupaten/Kota, Koordinator Teknis, Pendamping, dan Himpunan Bank Milik Negara (HIMBARA) sebagai Bank Penyalur.
Persentase penyerapan jumlah KPM Program Keluarga Harapan (PKH) pada triwulan laporan menurun dari triwulan sebelumnya dengan angka 87,06% dibandingkan triwulan sebelumnya dengan penyerapan 97,87% (yoy). Meskipun, jumlah KPM yang menyerap bantuan pada triwulan laporan adalah 817.713 KPM lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat 569.649 KPM. Peningkatan jumlah KPM dan nominal yang disalurkan merupakan implementasi salah satu kebijakan jaring pengaman sosial untuk menjaga daya beli masyarakat terdampak dari pemerintah melalui Bantuan Sosial Non Tunai dengan penyesuaian waktu penyaluran PKH yang sebelumnya dilakukan secara triwulanan menjadi setiap bulan sampai dengan bulan Agustus 2020.
Grafik 5-23 Proporsi Penyaluran Keluarga Penerima Manfaat (KPM)
Sejalan dengan upaya mendorong peningkatan transaksi non tunai di Sumatera Selatan, transaksi e-commerce mengalami peningkatan baik dari sisi nominal maupun frekuensi. Jumlah nominal transaksi pada triwulan laporan adalah sebesar Rp934,28 miliar dengan pertumbuhan 31,84% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat Rp749,20 miliar dengan pertumbuhan 22.99% (yoy). Sejalan dengan hal tersebut, frekuensi transaksi melalui e-commerce tumbuh 63,20% (yoy) atau 4,29 juta transaksi pada triwulan laporan dari 45,75% (yoy) atau 3,07 juta transaksi pada triwulan sebelumnya. Peningkatan ini sejalan dengan kondisi pandemi COVID-19 yang mendorong masyarakat untuk bertransaksi melalui e-commerce untuk berbelanja. Tiga jenis barang dengan persentase tertinggi yang dibeli adalah baju sebesar 29,44%, kosmetik dan barang pribadi sebesar 17,01%, serta perlengkapan rumah tangga dan kantor sebesar 10,97%. Sedangkan jenis pembayaran yang paling sering digunakan adalah transfer bank dengan persentase 33,02%, kemudian menggunakan UE yakni 29,27%, dan pembayaran di kios/minimarket dengan persentase sebesar 13,88%.
Perkembangan Sistem Pembayaran Tunai
Aliran uang kartal melalui Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Selatan pada triwulan II 2020 menunjukkan posisi net outflow sebesar Rp1,34 triliun, berbeda dibandingkan triwulan sebelumnya yang berada pada posisi net inflow sebesar Rp194,67 miliar. Total aliran kas masuk (inflow) uang kartal pada triwulan laporan tercatat Rp3,12 triliun, terkontraksi sebesar -43,18% (yoy) melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 15,23% (yoy). Sementara total aliran kas keluar (outflow) pada triwulan laporan sebesar Rp4,46 triliun terkontraksi sebesar -37,84% (yoy), melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 6,13% (yoy). Posisi net outflow yang terjadi sejalan dengan pola HBKN Ramadhan dan Idul Fitri. Meskipun, dibandingkan triwulan yang sama pada tahun lalu memiliki pertumbuhan yang negatif sebagai dampak pelemahan pertumbuhan ekonomi pada triwulan laporan serta melemahnya konsumsi rumah tangga dan konsumsi pemerintah.
Grafik 5-26 Data Netflow di Sumatera Selatan
Sebagai bagian dari tugas pengelolaan uang Rupiah, Bank Indonesia Provinsi Sumatera Selatan terus dan berupaya menjaga kualitas uang yang beredar di masyarakat melalui kebijakan clean money policy. Melalui kebijakan tersebut, Bank Indonesia menarik Uang Tidak Layak Edar (UTLE), melakukan pemusnahan uang dan menggantikan dengan Uang Layak Edar (ULE). Pemusnahan uang dilakukan terhadap uang rupiah yang sudah tidak layak edar yang disetorkan masyarakat ke Bank Indonesia. Pemusnahan juga dilakukan terhadap uang rupiah yang sudah dicabut dan ditarik dari peredaran. Pelaksanaan ini merupakan komitmen Bank Indonesia dalam pengelolaan uang Rupiah dan sebagai upaya menjaga kualitas uang yang beredar di masyarakat.
Pada triwulan II 2020 UTLE yang dimusnahkan tercatat sebesar Rp1,39 triliun atau sebesar 44,71% dari jumlah uang kartal yang masuk (inflow) ke Bank Indonesia. Tingkat pemusnahan tersebut lebih rendah jika dibandingkan dengan triwulan I 2020 yang tercatat sebesar Rp2,32 triliun. Hal ini merupakan dampak kebijakan karantina selama 14 hari terhadap uang setoran bank ke Bank Indonesia sebelum dilakukan perhitungan dan pemusnahan untuk menurunkan risiko penyebaran COVID-19 melalui uang kartal.
Grafik 5-27 Pemusnahan Uang Lusuh di Provinsi Sumatera Selatan
Dalam rangka menjalankan clean money policy, Bank Indonesia Provinsi Sumatera Selatan juga melakukan layanan kas yang dilaksanakan di dalam kantor maupun di luar kantor. Layanan kas bagi masyarakat di kantor Bank Indonesia dibuka untuk melayani penukaran uang rusak, uang cacat serta uang yang sudah dicabut dari peredaran. Sementara layanan kas di luar kantor dilakukan dengan kas keliling dan membuka layanan Kas Titipan di beberapa wilayah perbatasan. Untuk meminimalisir kontak langsung dan menurunkan risiko penyebaran COVID-19, layanan kas keliling tidak dilakukan untuk sementara waktu sejak pertengahan Maret 2020.
Kas Titipan adalah penyediaan uang kartal oleh Bank Indonesia kepada perbankan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat di wilayah tertentu melalui penempatan uang kartal pada bank yang ditunjuk. Terdapat 3 (tiga) kas titipan di bawah pengawasan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Selatan, yaitu Kas Titipan Prabumulih, Kas Titipan Baturaja, serta Kas Titipan Musi Banyuasin. Adanya layanan Kas Titipan ini diharapkan dapat memberikan beberapa manfaat yaitu:
Perbankan memiliki persediaan Uang Layak Edar (ULE) yang cukup;
Memenuhi kebutuhan masyarakat akan ULE dengan pecahan dan nominal yang sesuai;
Dapat menyerap lebih banyak Uang Tidak Layak Edar (UTLE) dari masyarakat yang ada di wilayah tersebut;
Mendorong kelancaran transaksi ekonomi di daerah.
Selama triwulan II 2020, aliran uang pada Kas Titipan adalah sebesar Rp1,80 triliun, turun -21,12% (yoy) terkontraksi lebih dalam dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai Rp1,14 triliun atau terkontraksi 14,42% (yoy). Penurunan ini sejalan dengan penurunan pertumbuhan ekonomi pada triwulan laporan.
Grafik 5-28 Aliran Uang dalam rangka Kegiatan Kas Titipan di Provinsi Sumatera Selatan
Bank Indonesia Provinsi Sumatera Selatan juga melayani penukaran uang kepada masyarakat. Terdapat layanan penukaran khusus uang rusak langsung kepada masyarakat di loket penukaran Kantor Perwakilan BI Provinsi Sumatera Selatan yang dibuka setiap hari Kamis pukul 08.00 WIB sampai dengan pukul 11.00 WIB, sedangkan untuk hari lainnya dapat dilakukan melalui perbankan. Namun, untuk meminimalkan risiko penyebaran COVID-19, layanan penukaran uang kepada masyarakat untuk sementara waktu ditiadakan.
Berikut beberapa ketentuan penukaran uang rusak sesuai dengan Buku Panduan Penukaran Uang Tidak Layak Edar Bank Indonesia:
Uang Kertas
Ciri-ciri uang kertas Rupiah dapat dikenali keasliannya
Fisik uang kertas Rupiah lebih besar dari 2/3 ukuran aslinya
Merupakan satu kesatuan dengan atau tanpa nomor seri yang lengkap
Apabila uang rusak tidak merupakan satu kesatuan maka kedua nomor seri harus lengkap dan sama.
Uang Logam
Fisik uang logam Rupiah lebih besar dari ½ ukuran aslinya, dan
Ciri-ciri uang Rupiah dapat dikenali keasliannya
Sementara itu pada triwulan II 2020, uang rupiah tidak asli yang tercatat melalui laporan serta setoran perbankan ke Bank Indonesia sebanyak 54 lembar, menurun signifikan dibandingkan dengan jumlah temuan pada triwulan sebelumnya yang sebanyak 518 lembar. Lebih rendahnya temuan uang rupiah tidak asli ini didorong oleh masyarakat yang semakin teredukasi oleh Bank Indonesia dengan sosialisasi keaslian uang rupiah. Masyarakat saat ini juga telah meningkatkan kewaspadaan ketika melakukan penukaran atau penarikan uang, sehingga dapat meminimalkan penyebaran uang rupiah tidak asli. Lebih lanjut, semakin luasnya peredaran uang tahun emisi (TE) 2016 dengan fitur pengaman yang lebih canggih, menyulitkan kegiatan pemalsuan uang. Keseriusan kalangan penegak hukum dalam menindak praktik-praktik pemalsuan uang juga menjadi faktor yang mendorong turunnya penyebaran uang palsu. Dalam menghadapi HBKN Ramadhan dan Idul Fitri di tengah pandemi, Bank Indonesia berkomitmen untuk senantiasa memenuhi kebutuhan uang kartal masyarakat. Pemenuhan tersebut dilakukan baik dari segi jumlah nominal, jenis pecahan, maupun dari segi kebersihannya (higienis). Kegiatan pemenuhan uang kartal terutama dilakukan dengan mengoptimalkan loket penukaran perbankan dengan tetap menerapkan konsep physical distancing dan mengikuti protokol penghentian wabah COVID-19.
Kegiatan Penukaran Valuta Asing Bukan Bank (KUPVA BB) Berizin dan Penyelenggaraan Transfer Dana Bukan Bank (PTD BB)
Dalam rangka mencapai dan memelihara kestabilan nilai Rupiah serta menjaga kelangsungan ekonomi nasional, dibutuhkan dukungan pasar keuangan termasuk pasar valuta asing domestik yang sehat. Kegiatan Penukaran Valuta Asing Bukan Bank (KUPVA BB) merupakan bagian dari pasar valuta asing domestik. Guna mendukung terlaksananya perdagangan valuta asing yang sehat dan aman bagi masyarakat, Bank Indonesia telah mengatur tata cara Perizinan dan Pengawasan Kegiatan Penukaran Valuta Asing yang dilakukan Perusahaan Bukan Bank. KUPVA BB berizin di Sumatera Selatan di triwulan I 2020 berjumlah 10 (sepuluh) KUPVA BB Berizin yang terdiri dari 8 (delapan) kantor pusat dan 2 (dua) kantor cabang.
Pada triwulan II 2020, perkembangan transaksi valuta asing dari KUPVA BB di Sumatera Selatan tercatat sebesar Rp743,40 juta, terkontraksi -89,50% (yoy) dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar Rp6,75 miliar atau tumbuh 23,39% (yoy). Penurunan terjadi baik dari sisi pembelian maupun penjualan valuta asing. Transaksi pembelian valuta asing terkontraksi -86,16% (yoy) atau Rp523,66 juta jauh lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 31,24% (yoy) dengan nominal Rp3,29 miliar. Sedangkan transaksi penjualan terkontraksi -93,33% (yoy) atau tercatat Rp219,74 miliar, lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 16,76% (yoy) atau tercatat Rp3,46 miliar. Peningkatan ini diperkirakan lebih merupakan base effect tingginya baseline pada 2018 sebagai dampak Asian Games, sehingga sepanjang tahun 2019 terjadi penurunan signifikan apabila dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Penurunan total nominal transaksi jual beli melalui KUPVA BB dipengaruhi oleh tidak adanya wisatawan asing yang berkunjung ke Provinsi Sumatera Selatan, selain itu terbatasnya jumlah wisatawan dari Provinsi Sumatera Selatan yang bepergian ke luar negeri di tengah pandemi COVID-19 seperti pelaksanaan umrah, tidak adanya pelaksanaan haji, dan perjalanan lainnya.
Grafik 5-29 Perkembangan Transaksi KUPVA BB Sumatera Selatan
Berdasarkan jenis mata uang yang ditransaksikan, Singapore Dollar merupakan transaksi yang paling dominan baik untuk transaksi beli dengan persentase 50,79%. Sedangkan transaksi jual didominasi oleh Ringgit Malaysia dengan persentase 41,37%.
Pada triwulan II 2020, transfer dana domestik yang masuk ke Sumatera Selatan/incoming dari domestik tumbuh sebesar 15,44% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 0,07% (yoy). Meskipun, dari sisi nominal terdapat sedikit penurunan menjadi Rp132,36 miliar dari Rp145,72 miliar pada triwulan sebelumnya. Dari sisi volume, terjadi pelemahan pertumbuhan menjadi 65,95% (yoy) dari sebelumnya 114,05% (yoy). Meskipun, dari jumlah transaksinya terjadi peningkatan menjadi 802.060 transaksi dari 553.814 transaksi. Penurunan nominal transaksi sejalan dengan penurunan konsumsi rumah tangga dan konsumsi pemerintah pada triwulan laporan. Sementara itu, transfer dana incoming yang berasal dari luar negeri dari sisi nominal terkontraksi -4,54% (yoy) dengan nominal Rp71,11 miliar, lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 19,57% (yoy) atau senilai Rp84,15 miliar. Sejalan dengan hal tersebut, volume transaksi mengalami kontraksi sebesar -45,87% (yoy) dengan jumlah 16.663 transaksi, lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 14,07% (yoy) dengan jumlah 28.553 transaksi. Penurunan ini sejalan dengan penurunan ekspor di Provinsi Sumatera Selatan pada triwulan laporan.
Transfer dana yang keluar secara domestik pada triwulan II 2020 dari Sumatera Selatan (outgoing) tercatat sebesar Rp244,34 miliar, terkontraksi -20,73% (yoy) sedikit meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang senilai Rp219,30 miliar yang terkontraksi -26,04% (yoy). Di sisi lain, volume transaksi outgoing domestik terkontraksi -20,73 (yoy) lebih rendah dibanding triwulan sebelumnya yang tumbuh 116,96% (yoy). Meskipun jumlah transaksi pada triwulan laporan meningkat menjadi 580.648 dari 572.772 transaksi pada triwulan I 2020. Peningkatan juga terjadi pada transfer dana outgoing ke luar negeri yang mengalami pertumbuhan 23,06% (yoy) atau dengan nominal Rp6,01 miliar dibandingkan triwulan sebelumnya yang terkontraksi -4,80% (yoy) dengan nominal Rp5,82 miliar. Volume transaksi transfer dana ke luar negeri dari Provinsi Sumatera Selatan juga mengalami penurunan menjadi 704 transaksi atau terkontraksi -61,15% (yoy), lebih dalam dibandingkan triwulan sebelumnya 819 transaksi atau terkontraksi -13,24% (yoy). Penurunan baik dari sisi volume maupun nominal yang terjadi diindikasikan akibat penurunan impor di Provinsi Sumatera Selatan pada triwulan laporan.
Halaman ini sengaja dikosongkan
Kondisi Ketenagakerjaan
Tingkat kesejahteraan masyarakat khususnya di wilayah perdesaan dapat terkonfirmasi dari Nilai Tukar Petani (NTP). Hal ini sejalan dengan mata pencaharian masyarakat perdesaan yang terkonsentrasi pada lapangan usaha pertanian. Perkembangan NTP Sumatera Selatan pada triwulan II 2020 tercatat sebesar 89,99, menurun dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 94,13. Indeks NTP Sumatera Selatan tidak mencapai angka 100. Hal ini menunjukkan bahwa dalam tingkatan tertentu nilai tukar produk yang dihasilkan petani belum mampu memenuhi kebutuhan rumah tangga petani, baik untuk konsumsi rumah tangga maupun untuk biaya produksi pertaniannya.
Penurunan NTP pada Triwulan II 2020 terutama didorong oleh penurunan pendapatan yang diterima petani sementara biaya yang dibayar petani meningkat. Penerimaan petani dicerminkan oleh Indeks yang diterima petani (IT) yang tercatat menurun dari 99,07 pada triwulan I 2020 menjadi sebesar 94,70 pada triwulan II 2020. Penurunan indeks yang diterima petani terjadi pada semua subsektor, kecuali subsektor peternakan yang mengalami kenaikan sebesar 3,25%. Penurunan terbesar terjadi pada indeks harga yang diterima petani pada subsektor tanaman perkebunan. Hal ini diperkirakan sejalan dengan menurunnya harga komoditas karet dan kelapa sawit serta penurunan permintaan. Sejalan dengan hal tersebut, indeks harga yang dibayar petani mengalami penurunan yang tidak signifikan dari 105,25 pada triwulan I 2020 menjadi 105,23 pada triwulan laporan. Penurunan terjadi pada hampir semua subsektor kecuali subsektor tanaman pangan dan subsektor peternakan yang masing-masing naik sebesar 0,17% dan 0,06%. Kondisi ini mengakibatkan secara agregat NTP mengalami penurunan yang diikuti oleh penurunan kedua indeks.
Dilihat dari subsektornya, penurunan indeks harga yang diterima petani terjadi pada semua subsektor, kecuali subsektor peternakan yang mengalami kenaikan sebesar 3,25%. Penurunan terbesar pada indeks harga yang diterima petani dicapai oleh subsektor tanaman perkebunan. Sejalan dengan hal tersebut, indeks harga yang dibayar petani mengalami penurunan yang tidak signifikan dari 105,25 pada triwulan I 2020 menjadi 105,23 pada triwulan laporan. Penurunan terjadi pada hampir di semua subsektor kecuali subsektor tanaman pangan dan subsektor peternakan yang masing-masing naik sebesar 0,17% dan 0,06%. Kondisi ini mengakibatkan secara agregat NTP mengalami penurunan yang diikuti oleh penurunan kedua indeks.
NTP subsektor Tanaman Perkebunan Rakyat (NTPR) menurun sejalan dengan kontraksi harga CPO dan karet di tengah menurunnya permintaan global dampak pandemi COVID-19. NTPR provinsi Sumatera Selatan mencatatkan penurunan sebesar 5,21% pada triwulan II 2020 dibandingkan periode yang sama triwulan sebelumnya dan merupakan penurunan terbesar dibandingkan dengan subsektor lainnya. Koreksi NTP ini sejalan dengan fluktuasi harga komoditas CPO dan karet di tengah ketidakpastian ekonomi global sejak merebaknya COVID-19. Harga minyak sawit dan karet pada triwulan II 2020 secara berturut-turut mengalami kontraksi sebesar 17,51% dan 4,78% dibandingkan triwulan sebelumnya. Sejalan dengan hal tersebut, NTP subsektor tanaman pangan (NTPP), hortikultura (NTPH) dan perikanan (NTNP) masing-masing mengalami penurunan sebesar -3,64%; -1,27%; -1,54%. Penurunan NTP pada ketiga subsektor diperkirakan karena masih terbatasnya permintaan masyarakat serta operasional penyedia jasa makan dan minum/restoran di Provinsi Sumatera Selatan. Hal ini terkonfirmasi dengan terkontraksinya lapangan usaha penyediaan akomodasi dan makan minum pada triwulan laporan sebesar 18,26%. Di sisi lain, NTP subsektor peternakan (NTPT) mengalami peningkatan sebesar 3,20%. Peningkatan NTPT pada triwulan laporan terjadi karena peningkatan pendapatan yang diterima oleh peternak menjelang HBKN Ramadhan dan Idul Fitri. Hal ini terkonfirmasi dengan kenaikan inflasi yang terjadi pada komoditas ayam hidup, daging ayam ras dan daging sapi.
Koreksi NTP Provinsi Sumatera Selatan juga terkonfirmasi melalui hasil Survei Konsumen (SK) pada triwulan II 2020, dimana mayoritas responden menyatakan bahwa tingkat pendapatan/penghasilan menurun/lebih buruk dibandingkan 6 bulan sebelumnya. Sebanyak 50,56% responden menyatakan bahwa penghasilan mereka menurun/lebih buruk dibandingkan dengan kondisi 6 bulan sebelumnya. Selanjutnya, sejumlah 33,67% responden menyatakan bahwa penghasilan mereka pada triwulan laporan relatif sama dibandingkan dengan kondisi 6 bulan sebelumnya, sedangkan responden lainnya sebanyak 15,78% menyatakan bahwa penghasilan saat ini lebih baik dibandingkan dengan kondisi 6 bulan sebelumnya.
Tabel 6-6 Penghasilan Konsumen Terhadap Penghasilan Saat Ini Dibandingkan 6 Bulan Yang Lalu Triwulan II 2020
Sumber: Survei Konsumen Kantor Perwakilan BI Provinsi Sumatera Selatan
Meskipun demikian, masyarakat optimis bahwa penghasilan mereka ke depan akan relatif lebih baik seiring dengan meredanya penyebaran pandemi COVID-19. Sejumlah 50,44% responden berpendapat bahwa penghasilan 6 bulan yang akan datang akan lebih baik dibandingkan saat ini. Sementara itu, 36,44% responden menyatakan bahwa penghasilan kedepan akan sama atau stabil dibandingkan saat ini. Responden lainnya sebanyak 13,11% memperkirakan penghasilan 6 bulan yang akan datang lebih buruk.
Tabel 6-7 Penghasilan Konsumen Terhadap Penghasilan 6 Bulan YAD Triwulan II 2020
Sumber: Survei Konsumen Kantor Perwakilan BI Provinsi Sumatera Selatan
Kemiskinan
Angka kemiskinan Provinsi Sumatera Selatan pada triwulan laporan mengalami peningkatan yang sejalan dengan kondisi nasional. Jumlah penduduk miskin di Provinsi Sumatera Selatan pada Maret 2020 mencapai 1,08 juta orang atau 12,66% dari total penduduk Sumatera Selatan. Kondisi ini sedikit meningkat dibandingkan perkembangan penduduk miskin pada September 2019 yang sebesar 12,56% dari total penduduk Sumatera Selatan dan pada Maret 2019 yang sebesar 12,71% dari total penduduk Sumatera Selatan. Peningkatan penduduk miskin pada periode laporan merupakan dampak lanjutan dari kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang diterapkan oleh pemerintah provinsi untuk memitigasi risiko penyebaran pandemi COVID-19. Kebijakan ini sangat berpengaruh terhadap pendapatan/penerimaan masyarakat terutama yang bekerja di sektor informal sebagai akibat terbatasnya aktivitas ekonomi masyarakat. Hal ini ditambah dengan beberapa kendala pada program yang dicanangkan oleh pemerintah seperti belum meratanya jangkauan penyaluran bantuan, terbatasnya sumber daya serta kendala teknis lainnya. Adapun beberapa program bantuan yang dicanangkan oleh pemerintah melalui Dinas Sosial adalah PKH (Program Keluarga Harapan), BPNT (Bantuan Pangan Non Tunai), KUBE (Kelompok Usaha Bersama) dan UEP (Usaha Ekonomi Produktif) menemui
Selanjutnya, meningkatnya jumlah pegawai yang dirumahkan maupun di PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) juga menjadi pemicu bertambahnya jumlah penduduk miskin di Provinsi Sumatera Selatan.
Grafik 6-4 Perkembangan Penduduk Miskin
Sumber : BPS Provinsi Sumatera Selatan
Berdasarkan lokasi tempat tinggalnya, jumlah penduduk miskin baik di daerah perkotaan maupun perdesaan pada periode Maret 2020 mengalami peningkatan. Jumlah penduduk misikin daerah perkotaan meningkat menjadi 387 ribu orang dibandingkan posisi September 2019 sebesar 379 ribu orang dan posisi Maret 2019 sebesar 385 ribu orang. Sejalan dengan hal tersebut, jumlah penduduk miskin daerah perdesaan mengalami kenaikan pada bulan Maret 2020 menjadi sebesar 694 ribu orang dibandingkan posisi Maret dan September 2019 yang masing-masing sebesar 689 ribu orang dan 688 ribu orang. Perkembangan ini menunjukkan bahwa penduduk di daerah perkotaan berpotensi lebih besar terkena dampak penyebaran COVID-19 dibandingkan dengan perdesaan. Secara umum, pertumbuhan penduduk miskin di Sumatera Selatan berada pada tren yang meningkat yang diikuti oleh kenaikan nilai nominal garis kemiskinan.
Tabel 6-8 Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin
Sumber : BPS Provinsi Sumatera Selatan
Perubahan Garis Kemiskinan
Garis Kemiskinan dipergunakan sebagai suatu batas untuk mengelompokkan penduduk menjadi miskin atau tidak miskin. Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan dibawah Garis Kemiskinan. Tabel 6-8 menyajikan perkembangan garis kemiskinan pada September 2016 sampai dengan Maret 2020. Selama periode Maret 2019 – Maret 2020, batas nominal Garis Kemiskinan naik sebesar 6,94%, yaitu dari Rp410.532,00 per kapita per bulan pada Maret 2019 menjadi Rp439.041,00 per kapita per bulan pada Maret 2020. Dengan memperhatikan komponen Garis Kemiskinan (GK), yang terdiri dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan Makanan (GKBM), terlihat bahwa komponen makanan masih mendominasi dibandingkan faktor komoditi bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan dan kesehatan). Besarnya sumbangan GKM terhadap GK pada Maret 2020 tercatat sebesar 74,49 persen, sedikit menurun dibandingkan dengan kondisi Maret 2019 yang sebesar 74,56 persen.
Tabel 6-9 Perkembangan Garis Kemiskinan Provinsi Sumatera Selatan
Sumber : BPS Provinsi Sumatera Selatan
Ketimpangan Pendapatan
Sejalan dengan tingkat kemiskinan yang terkoreksi, kondisi ketimpangan pendapatan di Provinsi Sumatera Selatan juga menunjukkan peningkatan. Ketimpangan pendapatan tercermin melalui rasio gini yang mengukur ketimpangan distribusi pendapatan melalui pengukuran yang berkisar antara 0 sampai 1. Apabila koefisien gini bernilai 0 berarti terjadi pemerataan sempurna di suatu daerah, sementara apabila bernilai 1 maka terjadi ketimpangan sempurna. Pada Maret 2020, koefisien Gini Sumatera Selatan tercatat sebesar 0,339 lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang sebesar 0,331. Hal ini mengindikasikan kondisi ketimpangan yang meningkat di Sumatera Selatan yang disebabkan belum optimalnya program pemerataan yang dilakukan oleh pemerintah baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota. Dibandingkan dengan provinsi lainnya, Sumatera Selatan menduduki peringkat 17 (tujuh belas) dengan koefisien gini terendah di Indonesia. Secara keseluruhan, gini ratio Indonesia pada bulan Maret 2020 tercatat sebesar 0,381.
Ditinjau dari wilayahnya, tingkat ketimpangan di kawasan perkotaan tercatat lebih tinggi dibandingkan perdesaan. Pada Maret 2020, koefisien gini perkotaan Sumatera Selatan tercatat sebesar 0,358 lebih tinggi dibandingkan dengan perdesaan yang mencapai 0,308. Gini ratio di daerah perkotaan maupun di daerah perdesaan pada periode empat tahun terakhir mengalami fluktuasi, namun dalam satu tahun terakhir atau periode Maret 2019 - Maret 2020 Gini Ratio daerah perkotaan dan perdesaan cenderung mengalami peningkatan. Tingkat ketimpangan yang lebih tinggi di daerah perkotaan sejalan dengan kondisi nasional, yang diperkirakan juga terkait dengan pengangguran yang lebih tinggi di daerah perkotaan.
Selain Gini Ratio, ukuran ketimpangan lain yang sering digunakan adalah persentase pengeluaran pada kelompok penduduk 40 persen terbawah atau yang dikenal dengan ukuran Bank Dunia. Berdasarkan ukuran ini tingkat ketimpangan dibagi menjadi 3 kategori, yaitu tingkat ketimpangan tinggi jika persentase pengeluaran kelompok penduduk 40 persen terbawah angkanya dibawah 12 persen, ketimpangan sedang jika angkanya berkisar antara 12–17 persen, serta ketimpangan rendah jika angkanya berada di atas 17 persen.
Seiring dengan semakin meningkatnya Gini Ratio Provinsi Sumatera Selatan dalam satu tahun terakhir, distribusi pengeluaran di Sumatera Selatan menurut ukuran Bank Dunia pada periode yang sama juga menunjukkan distribusi yang kurang baik. Kondisi ini terlihat dari menurunnya persentase pengeluaran pada kelompok 40 persen terbawah pada bulan Maret 2020 jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya yakni dari 19,74% menjadi 19,61%. Namun demikian, distribusi pengeluaran penduduk Provinsi Sumatera Selatan selama 6 bulan terakhir atau periode September 2019 – Maret 2020 sudah mulai menujukkan perbaikan. Kondisi ketimpangan pendapatan di daerah perkotaan pada bulan Maret 2020 masih berada pada kategori ketimpangan rendah sebesar 18,03%, walaupun menurun dibandingkan persentase pada bulan Maret 2019 sebesar 18,44%. Di sisi lain, di daerah perdesaan, kondisi ketimpangan pendapatan membaik yang ditandai dengan peningkatan persentase pengeluaran 40 persen penduduk terbawah menjadi 21,24%.
Terkait dengan distribusi pendapatan sebagaimana diulas di atas, perbaikan aspek pemerataan (equity) dalam distribusi pendapatan juga perlu diupayakan melalui pembangunan modal manusia. Salah satu upaya dalam menekan tingkat ketimpangan adalah mengupayakan agar penduduk mendapatkan kemudahan dalam mengakses kebutuhan dasar untuk mengembangkan potensinya yang kemudian akan tercermin dalam Indeks Pembangunan Manusia. IPM merupakan indikator penting untuk mengukur keberhasilan dalam membangun kualitas hidup manusia. IPM juga menjelaskan bagaimana penduduk dapat mengakses hasil pembangunan untuk memperoleh pendapatan, kesehatan, dan pendidikan.
Halaman ini sengaja dikosongkan
Prospek Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi Sumatera Selatan triwulan IV 2020 diperkirakan tumbuh lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan III 2020. Perekonomian Sumatera Selatan diprakirakan semakin membaik meskipun pertumbuhan masih rendah. Konsumsi secara keseluruhan diprakirakan membaik meskipun masih terkontraksi dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Mulai kembalinya aktivitas ekonomi dengan menerapkan social distancing dan ekspektasi masyarakat yang mulai optimis dengan mulai terkendalinya wabah COVID-19 mendorong pemulihan ekonomi. Meskipun demikian, tingkat konsumsi diperkirakan belum kembali ke pola normalnya sejalan dengan tekanan yang cukup besar kepada permintaan pada saat awal mula merebaknya pandemi dan adanya kemungkinan second wave dari penyebaran wabah COVID-19. Kinerja investasi dan net ekspor diperkirakan akan membaik namun masih terbatas. Di sisi LU, perbaikan juga akan terjadi pada seluruh LU utama Sumatera Selatan. Sejalan dengan mulai pulihnya permintaan global, produksi LU tradable diprakirakan tumbuh meningkat, khususnya pada LU pertanian dan industri pengolahan. Selain itu, pengerjaan proyek pada LU konstruksi diperkirakan akan meningkat seiring dengan komitmen pemerintah daerah yang akan mendorong pembangunan infrastruktur untuk mendukung pemulihan ekonomi daerah.
Konsumsi rumah tangga diperkirakan akan tumbuh lebih tinggi didorong oleh mulai pulihnya aktivitas ekonomi yang didukung dengan adaptasi kebiasaan baru melalui penerapan protokol pencegahan penularan COVID-19. Hal ini ditandai dengan kembali pulihnya aktivitas ekonomi pada Lapangan usaha (LU) perdagangan besar, eceran, reparasi mobil dan sepeda motor serta LU penyediaan akomodasi dan makan minum. LU perdagangan relatif tumbuh lebih tinggi karena pemulihan aktivitas sudah mulai kembali dan akan dilaksanakannya Pilkada di Desember 2020 yang ditunda pelaksanannya di bulan September 2020. Selanjutnya, ekspor luar negeri juga diperkirakan tumbuh lebih tinggi sejalan dengan realisasi kontrak penjualan dari luar negeri yang sempat terhenti karena pandemi dan kembali pulihnya permintaan dari luar negeri. Hal ini juga terlihat dari perkembangan impor luar negeri yang diperkirakan akan meningkat seiring dengan mulai pulihnya aktivitas manufaktur dan kegiatan logistik internasional.
Perkembangan harga komoditas batubara diperkirakan masih akan melemah, namun harga karen dan CPO diperkirakan meningkat. Masih terbatasnya permintaan batubaara diakibatkan belum pulihnya konsumsi energi di masing-masing negara tujuan ekspor utama, ditambah lagi masih tingginya pasokan energi domestik juga menahan permintaan energi dari negara lain. Hal ini menyebabkan pertumbuhan permintaan batubara masih terbatas dibandingkan sebelum merebaknya wabah COVID-19. Sementara itu, harga karet diperkirakan akan lebih tinggi di akhir tahun seiring dengan mulai pulihnya aktivitas industri ban sehingga mendorong permintaan dan harga karet menjadi lebih tinggi. Sama seperti komoditas karet, harga komoditas CPO diperkirakan akan terus meningkat dengan terus diterapkannya kebijakan B30 di tingkat nasional dan meningkatnya permintaan CPO terutama dari Tiongkok dan Eropa. Hal ini akan mendorong pertumbuhan permintaan minyak kelapa sawit di tengah terbatasnya produksi kelapa sawit akibat moratorium perluasan lahan perkebunan kelapa sawit. Menurunnya pasokan diperkirakan akan mendorong peningkatan harga kelapa sawit internasional.
Di sisi lain, konsumsi LNPRT diperkirakan akan meningkat seiring dengn pelaksanaan Pilkada 2020 yang akan diselenggarakan pada Desember 2020. Sementara itu, konsumsi pemerintah diperkirakan akan mulai meningkat seiring dengan realisasi penyerapan anggaran pemerintah baik untuk penanggulangan COVID-19 maupun untuk peningkatan layanan kesehatan, Jaring Pengaman Sosial, program pemulihan ekonomi, danrealisasi belanja rutin pemerintah lainnya yang telah disesuaikan dengan kondisi new normal, serta komitmen pemerintah dalam pembangunan infrastruktur untuk mendorong pemulihan ekonomi. Namun demikian, investasi diperkirakan masih akan tertunda terutama investasi yang berasal dari belanja modal pemerintah untuk pembangunan infrastruktur yang tergabung di dalam Proyek Strategis Nasional, seperti pembangunan Jalan Tol Trans Sumatera, Kawasan Ekonomi Khusus Tanjung Api-Api, dan pembangunan bendungan. Hal ini disebabkan bergesernya periode waktu pembangunan proyek tersebut yang disebabkan oleh fokus pemerintah dalam penanggulangan wabah dan pemuluhan dampak ekonomi dari COVID-19. Dengan mempertimbangkan faktor-faktor tersebut maka pertumbuhan ekonomi Sumatera Selatan pada triwulan IV 2020 diperkirakan tumbuh lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.
Secara keseluruhan tahun 2020, pertumbuhan ekonomi Provinsi Sumatera Selatan diprakirakan tumbuh lebih lambat dibandingkan tahun sebelumnya. Melambatnya konsumsi rumah tangga dan tertundanya investasi menjadi faktor utama yang menyebabkan perlambatan pertumbuhan ekonomi di tahun 2020. Aktivitas ekonomi yang masih belum pulih seperti pandemi di tengah penerapan adaptasi kebiasan baru new normal , diperkirakan masih belum dapat mengembalikan pertumbuhan ekonomi ke periode sebelum pandemi. Namun demikian, tren pemulihan sudah mulai terlihat sejak dibukanya kembali beberapa sektor utama pada pertengahan tahun 2020. Sejalan dengan hal tersebut, perbaikan permintaan global di beberapa negara yang sebaran virusnya mulai turun, mendorong kembalinya aktivitas manufaktur sehingga memberikan dampak positif kepada kinerja ekspor yang diperkirakan akan tumbuh untuk menopang pertumbuhan ekonomi yang lebih lambat dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Pertumbuhan ekonomi dunia tahun 2020 diperkirakan akan mengalami kontraksi lebih dalam. Pertumbuhan ekonomi dunia diproyeksikan akan mengalami kontraksi sebesar 4,9% (yoy). Meskipun saat ini, kasus COVID-19 dunia sudah mulai melandai, namun tren kenaikan kasus COVID-19 global masih berlanjut. Beberapa indikator ekonomi global seperti kinerja manufaktur global masih mengalami kontraksi; namun demikian, perkembangan volume perdagangan dunia mulai menunjukkan tren yang meningkat meskipun masih terkontraksi di triwulan II 2020; sejalan dengan pertumbuhan negara tujuan ekspor utama Sumatera Selatan yaitu Tiongkok yang telah kembali positif di triwulan II 2020 dan Amerika Serikat yang mulai menunjukkan perbaikan dari kegiatan manufakturnya di triwulan II 2020. Dari sisi perdagangan dunia, dengan asumsi kondisi ekonomi global yang diperkirakan terkontraksi lebih dalam sebagai dampak pandemi COVID-19 hampir terasa di seluruh sektor ekonomi, meskipun pada pertengahan tahun 2020 perbaikan aktivitas perekonomian sudah mulai terlihat seiiring dengan kebijakan-kebijakan akomodatif yang dikeluarkan oleh pemerintah dari seluruh negara. Oleh karena itu, proyeksi pertumbuhan volume perdagangan internasional direvisi dan diperkirakan turun lebih dalam mencapai -4,9% pada tahun 2020, dibandingkan proyeksi pada bulan Apriil 2020 yang terkontraksi sebesar -2,2%.
Tabel 7-1. Global Economic Outlook
Sumber: WEO IMF, *) estimasi
Dari sisi lapangan usaha (LU), LU industri pengolahan diperkirakan akan menjadi LU utama dengan adanya pertumbuhan yang agresif terutama dari subsektor industri kertas dan barang kertas serta industri kayu dan barang dari kayu. Indutri karet dan barang dari karet juga diperkirakan akan tumbuh karena mulai pulihnya kembali aktivitas industri ban global. Selain itu, industri kimia juga diperkirakan turut mendorong pertumbuhan LU industri pengolahan. LU pertanian, kehutanan, dan perikanan juga diperkirakan akan meningkat seiring dengan terus diberlakukannya kebijakan B30 dan rencana B100 yang dapat mendorong harga kelapa sawit. Kondisi cuaca yang kondusif juga ikut mendorong peningkatan produksi tanaman perkebunan tahunan, tanaman hortikultura, dan tanaman bahan pangan lainnya. Harga karet juga diperkirakan akan ikut meningkat yang terlihat dari mulai meningkatnya permintaan karet global dan penerapan kebijakan pembentukan Unit Pengolahan dan Pemasaran Bokar (UPPB) untuk meningkatkan harga karet di tingkat petani. Sementara itu, LU pertambangan dan penggalian diperkirakan tumbuh terbatas di tahun 2020 karena permintaan energi global yang masih belum setinggi tahun sebelumnya. Disamping LU utama tersebut, LU perdagangan besar, eceran, reparasi mobil, dan motor serta LU penyediaan akomodasi dan makan minum diperkirakan juga akan kembali tumbuh seiring dengan mulai kembalinya aktivitas masyarakat dengan penerapan skema adaptasi kebiasaan baru. Hal ini diperkirakan akan meningkatkan aktivitas ekonomi dan konsumsi masyarakat kembali. LU konstruksi diperkirakan tumbuh terbatas yang disebabkan masih belum berlanjutnya pembangunan infrastruktur baik yang tergabung dalam Proyek Strategis Nasional dalam rangka refocusing dan realokasi anggaran untuk penanggulangan pandemi. Namun demikian, adanya rencana pembangunan infrastruktur strategis daerah sebagai program pemulihan ekonomi daerah diperkirakan dapat menopang kinerja LU konstruksi di tahun 2020.
Tabel 7-2. Volume Perdagangan Internasional
Sumber: WEO, IMF, *) estimasi
Dengan mempertimbangkan perkembangan faktor-faktor pendorong ekonomi Sumatera Selatan tersebut, pertumbuhan ekonomi pada tahun 2020 diperkirakan melambat dibandingkan pertumbuhan ekonomi tahun 2019. Perlambatan tersebut sejalan dengan menurunnya kinerja konsumsi rumah tangga, investasi, dan ekspor luar negeri seiring dengan adanya pembatasan aktivitas sementara dan ketidakpastian global sebagai dampak penyebaran virus COVID-19 yang menyerang sejumlah negara. Selain itu, dari sektor eksternal terdapat beberapa risiko yang perlu diwaspadai seperti penurunan permintaan global, pembatasan pengiriman barang logistik untuk kegiatan ekspor-impor, dan penurunan harga komoditas global lebih dalam.
Prospek Inflasi
Perkembangan inflasi pada triwulan IV 2020 diperkirakan masih terkendali. Inflasi yang terjaga terutama disebabkan oleh masih terkendalinya pasokan bahan pangan yang didukung oleh mulai meningkatnya curah hujan yang berdampak terhadap meningkatnya produksi bahan pangan. Namun demikian, masih terbatasnya permintaan dari rumah tangga untuk makanan dan minuman dari sektor penyediaan makanan dan minuman juga turut menahan laju pertumbuhan inflasi kelompok volatile food. Pada kelompok administered prices, telah dioperasikannya kembali angkutan udara diperkirakan dapat mendorong peningkatan tarif angkutan udara. Namun demikian, adanya pembatasan perjalanan jarak jauh dan penerapan protokol kesehatan sebagai skema new normal pada moda transportasi udara diperkirakan akan mengurangi konsumsi masyarakat akan komoditas tersebut. Kenaikan harga emas perhiasan yang mengikuti tren kenaikan harga emas global diperkirakan akan mendorong laju peningkatan inflasi inti di Sumatera Selatan.
Tekanan inflasi Sumatera Selatan di tahun 2020 diperkirakan lebih rendah dibandingkan tahun 2019 namun tetap berada di dalam kisaran target inflasi nasional. Menurunnya tekanan inflasi tersebut diperkirakan terjadi pada kelompok inflasi volatile food, dan administered prices, sementara itu, kelompok inflasi inti diperkirakan masih tumbuh lebih tinggi. Inflasi kelompok volatile food relatif stabil dan lebih rendah karena menurunnya permintaan bahan makanan dari rumah tangga dan pelaku usaha restoran/perhotelan. Sementara itu, tekanan pada kelompok administered prices relatif terbatas. Meskipun telah terdapat peningkatan cukai rokok yang telah diberlakukan sejak awal tahun 2020, terbatasnya penggunaan angkutan udara menyebabkan tertahannya peningkatan inflasi pada kelompok administered prices. Namun demikian, tekanan inflasi masih terasa pada kelompok inti yang disebabkan oleh kenaikan harga komoditas emas yang lebih tinggi dari historisnya akibat ketidakpastian ekonomi karena penyebaran wabah COVID-19. Koordinasi yang solid antar instansi yang tergabung dalam Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) diharapkan dapat menjaga inflasi berada dalam batas yang terkendali sesuai target inflasi nasional sebesar 3,0±1% (yoy) diakhir tahun 2020.
Rekomendasi
Percepatan pembangunan infrastruktur, kecukupan pasokan energi, harmonisasi ketentuan, monitoring pencapaian dan growth strategy untuk mencari sumber pertumbuhan ekonomi baru menjadi syarat perlu untuk pembangunan ekonomi Sumatera Selatan yang berkualitas dan berkelanjutan. Adapun rekomendasi yang perlu mendapat perhatian dalam upaya mempercepat dan mempertahankan pertumbuhan ekonomi di Sumatera Selatan yang solid dan berkelanjutan diantaranya adalah:
Peningkatan pertumbuhan ekonomi:
Menerapkan protokol pencegahan penyebaran COVID-19 yang ketat dan menyuluruh di seluruh kegiatan ekonomi. Hal ini dilakukan untuk memberikan keyakinan kepada masyarakat yang akan melakukan aktivitas ekonomi di luar rumah, sehingga diharapkan dapat mendorong aktivitas ekonomi masyarakat lebih tinggi lagi.
Melakukan program pemulihan ekonomi kepada pelaku usaha baik untuk pelaku usaha besar maupun usaha kecil (UMKM). Pemulihan ekonomi dapat dilakukan dengan cara pemberian insentif pembebasan pajak dalam waktu tertentu, bantuan pembiayaan usaha dengan bunga rendah, ataupun penanaman modal milik pemerintah. Hal ini dilakukan agar pelaku usaha dapat meningkatkan kembali skala bisnisnya sehingga dapat menciptakan lapangan kerja baru.
Dana Desa memiliki peran strategis dalam pengentasan kemiskinan di pedesaan dan mendorong pertumbuhan ekonomi di wilayah pedesaan. Namun demikian, pemanfaatan dana desa perlu digunakan secara optimal, misalnya untuk membangun BUMDes yang dapat melakukan usaha produktif sesuai potensi daerah.
Percepatan pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus Tanjung Api-Api (KEK TAA) yang dilengkapi dengan fasilitas Pelabuhan Terminal Tanjung Carat sebagai kawasan industri yang terintegrasi untuk mendorong hilirisasi industri berbasis komoditas di Sumatera Selatan.
Mendorong pembangunan infrastruktur dengan skema pembiayaan Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) baik untuk infrastruktur sosial dan infrastruktur ekonomi untuk mengakselerasi pertumbuhan ekonomi dan layanan masyarakat di Provinsi Sumatera Selatan.
Sebagai upaya untuk mendukung perbaikan harga CPO, diperlukan fasilitasi peningkatan uji coba penyerapan B30 (biodiesel) di daerah sehingga pada penetapannya di tahun 2020 dapat meningkatkan permintaan kelapa sawit domestik.
Melakukan hilirisasi produk karet yang berbasis crumb rubber di Sumatera Selatan, sehingga dapat memanfaatkan komoditas eksisting yang telah diproduksi dan mendorong peningkatan nilai tambah.
Dalam rangka mengantisipasi pelemahan permintaan batubara global seiring dengan perubahan kebijakan energi negara tujuan ekspor diperlukan dorongan untuk pengembangan proyek gasifikasi batubara dan pembangkit listrik berbahan bakar batubara.
Dalam rangka meningkatkan governance pemerintah daerah melalui elektronifikasi atau penggunaan instrumen non tunai diperlukan adanya optimalisasi elektronifikasi transaksi pemerintah daerah, baik transaksi pengeluaran maupun penerimaan.
Dalam rangka mendukung percepatan perluasan elektronifikasi transaksi pemerintah daerah diperlukan adanya fasilitasi perbankan dan instansi terkait (perusahaan telekomunikasi) untuk membangun infrastruktur pendukung elektronifikasi.
Sehubungan dengan sektor pertanian yang merupakan sektor terbesar dalam penyerapan tenaga kerja di Sumatera Selatan, maka Nilai Tukar Petani perlu ditingkatkan dengan penerapan teknologi tepat guna untuk meningkatkan produktivitas lahan dan menekan biaya produksi, serta memperpendek rantai distribusi melalui pembangunan Sentra Terminal Agribisnis dan pemasaran produk-produk pertanian secara daring.
Sehubungan dengan jumlah penerima kredit UMKM yang masih lebih rendah dibandingkan dengan jumlah UMKM (termasuk petani), maka penyaluran kredit UMKM perlu terus ditingkatkan. Hal ini dapat dilakukan melalui peningkatan kapasitas UMKM baik dari sisi produksi maupun kualitas SDM, fasilitasi edukasi akses keuangan, dan pemberian fasilitas bunga pinjaman yang sesuai untuk UMKM.
Pengendalian inflasi
Dalam rangka menjaga ketersediaan pasokan dan menjaga inflasi yang relatif stabil, perlu dibuat mekanisme Kerjasama Antar Daerah (KAD) yang memastikan pengiriman pasokan dari daerah yang surplus ke daerah yang defisit.
Dalam rangka menjaga inflasi agar tetap terkendali diperlukan peningkatan pengawasan dan pemantauan terhadap harga komoditas bahan pangan strategis oleh Tim Pengendalian Inflasi Daerah, Satgas Pangan, dan instansi terkait lainnya.
Untuk menjaga kestabilan komoditas pangan diperlukan pasar penyeimbang sebagai penyerap dan penyedia komoditas di kabupaten/kota yang dapat berlangsung secara berkelanjutan melalui peningkatan fasilitasi perluasan kemitraan petani.
Untuk memastikan ketersediaan pasokan komoditas pangan diperlukan adanya laporan ketersediaan komoditas pangan yang telah memperhitungkan kebutuhan wilayah dan kebutuhan wilayah sekitar sehingga diperoleh data surplus/defisit bahan pangan yang lebih akurat.
Dalam rangka meningkatkan efektivitas pemantauan harga bahan pangan dan penyediaan informasi kepada publik perlu adanya peningkatan partisipasi pemerintah daerah dalam pengkinian data harga komoditas secara berkelanjutan pada aplikasi Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) agar utilisasi sistem lebih maksimal.
Halaman ini sengaja dikosongkan
Tabel Inflasi Bulanan Provinsi Sumatera Selatan
Tabel Inflasi Tahunan Provinsi Sumatera Selatan
Daftar KUPVA Bukan Bank Berizin di Sumatera Selatan
Daftar Istilah
Tim Penyusun
Penanggung Jawab
Hari Widodo
Koordinator Penyusun
Demina R. Sitepu
Indra Kuspriyadi
Tim Penulis
Rendha Prasetya Kuswono
Destiarini
Pahmi Utamaraja Ginting
Raja Alfredo Siregar
Nuri Rizky Az-Zahra Gayo
Kontributor
Fungsi Asesmen Ekonomi dan Surveillance
Fungsi Data Statistik Ekonomi dan Keuangan
Fungsi Komunikasi dan Koordinasi Kebijakan
Fungsi Pelaksanaan dan Pengembangan UMKM
Fungsi Perizinan dan Pengawasan SPPUR
Fungsi Keuangan Inklusif dan Perlindungan Konsumen
Produksi dan Distribusi
Asriandi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar