Sufi yang belajar dari keheningan dan ketiadaan. Cinta dan Fana keduanya sulit dijelaskan dengan kata-kata dan akal namun hati yang suci secara gamblang memaparkan makna keduanya.
Hanya berharap pada Tuhan
Aku angkat saksi dihadapan Dzat-KU sendiri, sesungguhnya tidak ada Tuhan selain Aku.
Dan Aku angkat saksi sesungguhnya Muhammad itu utusan-KU, sesungguhnya yang disebut Allah adalah ingsun (aku) diri sendiri. Rasul itu rasul-KU, Muhammad itu cahaya-KU, aku Dzat yang hidup yang tak kena mati, Akulah Dzat yang kekal yang tidak pernah berubah dalam segala keadaan.
Akulah Dzat yang bijaksana tidak ada yang samar sesuatupun, Akulah Dzat Yang Maha Menguasai, Yang Kuasa dan Yang Bijaksana, tidak kekurangan dalam pengertian, sempurna terang benderang, tidak terasa apa-apa, tidak kelihatan apa-apa, hanyalah aku yang meliputi sekalian alam dengan kudrat-KU.
Janganlah ragu dan janganlah menyekutukan, karena engkau adalah keberadaan Allah. Disebut Imannya Iman.
Jangalah ragu dan janganlah menyekutukan, karena engkau adalah tempat manunggalnya Allah. Disebut Imannya Tauhid.
Jangalah ragu dan janganlah menyekutukan, karena engkau adalah sifatnya Allah. Disebut Imannya Syahadat.
Jangalah ragu dan janganlah menyekutukan, karena engkau adalah kewaspadaan Allah. Disebut Imannya Makrifat.
Jangalah ragu dan janganlah menyekutukan, karena engkau adalah menghadap Allah. Disebut Imannya Shalat.
Jangalah ragu dan janganlah menyekutukan, karena engkau adalah kehidupannya Allah. Disebut Imannya Kehidupan.
Jangalah ragu dan janganlah menyekutukan, karena engkau adalah kepunyaan dan keagungan Allah. Disebut Imannya Takbir.
Jangalah ragu dan janganlah menyekutukan, sebab engkau adalah pertemuan Allah. Disebut Imannya Sadekah.
Jangalah ragu dan janganlah menyekutukan, karena engkau adalah kesucian Allah. Disebut Imannya Kematian.
Jangalah ragu dan janganlah menyekutukan, sebab engkau adalah wadahnya Allah. Disebut Imannya Junub.
Jangalah ragu dan janganlah menyekutukan, karena engkau adalah bertambahnya nikmat dan anugrah Allah. Disebut Imannya Jinabat.
Jangalah ragu dan janganlah menyekutukan, karena engkau adalah asma Nama Allah. Disebut Imannya Wudlu.
Jangalah ragu dan janganlah menyekutukan, karena engkau adalah ucapan Allah. Disebut Imannya Kalam.
Jangalah ragu dan janganlah menyekutukan, karena engkau adalah juru bicara Allah. Disebut Imannya Akal.
Jangalah ragu dan janganlah menyekutukan, karena engkau adalah wujud Allah, yaitu tempat berkumpulnya seluruh jagad alam mayapada, dunia akhirat, surga neraka, arsy kursi, loh kalam, bumi langit, manusia, jin, iblis laknat, malaikat, nabi, wali, orang mukmin, nyawa semua, itu berkumpul di pucuknya jantung, yang disebut alam khayal (ala al-khayal). Disebut Imannya Nur Cahaya.
Yang disebut kodrat itu yang berkuasa, tiada yang mirip atau yang menyamai.
Kekuasannya tanpa piranti, keadaan wujudnya tidak ada baik luar maupun dalam merupakan kesatuan, yang beraneka ragam.
Iradat artinya kehendak yang tiada membicarakan, ilmu untuk mengetahui keadaan, yang lepas jauh dari panca indra bagaikan anak panah lepas dari busur .
Inilah maksudnya syahadat: Asyhadu berarti jatuhnya rasa, Ilaha berarti kesetian rasa, Ilallah berarti bertemunya rasa, Muhammad berarti hasil karya yang maujud dan Pangeran berarti kesejatian hidup.
Mengertilah bahwa sesungguhnya ini syahadat sakarat, jika tidak tahu maka sakaratnya masih mendapatkan halangan, hidupnya dan matinya hanya seperti hewan.
Syahadat Allah, Allah badan lebur menjadi nyawa, nyawa lebur menjadi cahaya, cahaya lebur menjadi roh, roh lebur menjadi rasa, rasa lebur sirna kembali kepada yang sejati, tinggalah hanya Allah semata yang abadi.
Syahadat Aning Ingsun, Asyhadu keberadaan-KU, La Ilaha bentuk wajahku, Ilallah Tuhanku, sesungguhnya tidak ada Tuhan selain Aku, yaitu badan dan nyawa seluruhnya.
Syahadat Panetap Panatagana yaitu, yang menjadi bertempatnya Allah, menghadap kepada Allah, bayanganku adalah roh Muhammad, yaitu sejatinya manusia, yaitu wujudnya yang sempurna.
Kenikmatan mati tak dapat dihitung, tersasar, tersesat, lagi terjerumus, menjadikan kecemasan, menyusahkan dalam patihnya, justru bagi ilmu orang remeh…..
Segala sesuatu yang wujud, yang tersebar di dunia ini, bertentangan dengan sifat seluruh yang diciptakan, sebab isi bumi itu angkasa yang hampa.
Shalat lima kali sehari adalah pujian dan dzikir yang merupakan kebijaksanaan dalam hati menurut kehendak pribadi. Benar atau salah pribadi sendiri yang akan menerima, dengan segala keberanian yang dimiliki.
Pada permulaan saya shalat, budi saya mencuri, pada waktu saya dzikir, budi saya melepaskan hati, menaruh hati kepada seseorang, kadang-kadang menginginkan keduniaan yang banyak, lain dengan Dzat Maha yang bersama diriku, jadi..,
saya inilah
Yang Maha Suci, Dzat Maulana yang nyata, yang tidak dapat dipikirkan dan tidak dapat dibayangkan.
Syahadat, shalat, dan puasa itu adalah amalan yang tidak diinginkan, oleh karena itu tidak perlu dilakukan. Adapun zakat dan naik haji ke Makkah, keduanya adalah omong kosong. Itu semua adalah palsu dan penipuan terhadap sesama manusia.
Menurut para ulama bila manusia melakukannya maka dia akan dapat pahala itu adalah omong kosong, mereka adalah orang yang tidak tahu.
Tiada pernah saya menuruti perintah budi, bersujud-sujud di masjid mengenakan jubah, pahalanya besok saja, bila dahi sudah menjadi hitam, rambut memutih. Sesungguhnya hal itu tidak masuk akal.
Di dunia ini semua manusia adalah sama. Mereka semua mengalami suka duka, menderita sakit dan duka nestapa, tiada bedanya satu dengan yang lain. Oleh karena itu saya, Siti Jenar, hanya setia pada satu hal, saja, yaitu Gusti Dzat Maulana.
Gusti Dzat Maulana. Dialah yang luhur dan sangat sakti, yang berkuasa Maha Besar, lagi pula memiliki dua puluh sifat, kuasa atas segala kehendak-Nya.
Dialah Maha Kuasa pangkal mula segala ilmu, Maha Mulia, Maha Indah, Maha Sempurna, Maha Kuasa, Rupa warna-nya tanpa cacat, seperti hamba-Nya. Di dalam raga manusia ia tiada tanpak. Ia sangat sakti menguasai segala yang terjadi, dan menjelajahi seluruh alam semesta, Ngindraloka.
Hyang Widi, wujud yang tak tampak oleh mata, mirip dengan ia sendiri, sifat-sifatnya mempunyai wujud, sperti penampakan raga yang tiada tanpak.
Warnanya melambangkan keselamatan, tetapi tanpa cahaya atau teja, halus, lurus terus menerus, menggambarkan kenyataan tiada dusta, ibaratnya kekal tiada bermula, sifat dahulu yang meniadakan permulaan, karena asal diri pribadi.
Mergertilah bahwa sesungguhnya ini syahadat sakarat, jika tidak tahu maka sekaratnya masih mendapatkan halangan, hidupnya dan matinya hanya seperti hewan.
Syekh Siti Jenar mengetahui benar di mana kemusnahan anta ya mulya, yaitu Dzat yang melanggengkan budi, berdasarkan dalil rama itu, ialah dalil yang dapat memusnahkan beraneka ragam selubung, yaitu dapat lepas bagaikan anak panah, tiada dapat diketahui di mana busurnya. Syari’at, tarekat, hakekat, dan ma’rifat musnah tiada terpikirkan. Maka sampailah Syekh Siti Jenar di istana sifat yang sejati.
Dokumen media tribunus.co.id Biro Sumsel
Tidak ada komentar:
Posting Komentar