Oleh
Ki Gedhe Singhasari Pn (Pemangku Aspirasi) & Pandji R. Hadinoto (Pendukung Aspirasi).
Kerabat Pedjoang 45
HALAMAN PERSEMBAHAN
Dengan rasa syukur sedalam – dalamnya buku berjudul “KIDUNG TOLAK BALAK PAGEBLUK CORONA DAN MULAT SALIRA HANGRASA WANI” , ini kami persembahkan ke pada cucu – cucu Akung yang sangat kami sayangi yakni :
Diyo Pandya Wirabumi.(Yoga unior)
Aryo Fawwas Parama Wirabumi (Yoga unior)
Axheta Ramadani.(Galih Unior)
Ardhavan Ghaizan Rabbani.(Galih Unior)
Akifa Galila Rafasa. (Galih Unior).
(Adjeng Putri Afatu + Tiko unior)
Arkhan Nada Assobri (Yudha Unior)
Aysa Nada Alnaira (Yudha Unior)
Arya Satya Rasyid (Yosy Unior)
Salsabila Raisya (Irdham Unior)
Asiyah Azzahra Hapsari.(Wibi Unior)
AdamZubair Hapsoro (Wibi Unior)
Kirana Hayu Pramesti (Tatag Unior)
Adriyana Sekar Larasati (Tatag Unior).
Yasmin Shaqueena Hapsari(Prama Unior)
Dan adik – adiknya serta semua uniornya nanti dan keturunannya kelak. Akung & Uti, senantiasa berdoa semoga Anda semua bisa lulus dalam menghadapi berbagai ujian baik Ujian : Kejujuran;Kesabaran; Keihklasan; Keimanan; Ketakwaaan .Semoga!.
Dan semoga dapat mempelopori tindakan perlawanan terhadap embrio “intoleransi”dan ikut dalam menciptakan “Persatuan & Kesatuan Bangsa”.
Akungmu sangat bersyukur karena sejak Peringatan Hari Raya Natal tahun 2018, Akung didhawuhi untuk menyampaikan terus terang apa adanya eksistensi kumara Birokrat Kanjeng Gusti Pangeran yang memiliki tiga teritorial yakni di Kedaton Supit Urang, Grajakan Dlingo, Gua Dewi Maria di Wanasari dan di Sumber Beji, Sugihwaras, Banyuwangi..
Gambar sosok Ibu Agung atau Kanjeng Ibu Dyah Ayu Ulam Sari (penguasa Kedaton Supit Urang) yang tak lain adalah Kanjeng Ibu Dewi Maryam Ibundanya Nabi Isa Almasih yang juga bergelar Jesus Kristus, Sang Juru – Selamat. Ada contoh lain bahwa kumaranya manusia namun sebagai pepundhen sari masih dijadikan salah satu Birokrat-NYA seperti Dewi Retno Suwida (Adik Munding Wangi) putri Pajajaran itu karena begitu gentur tapanya di Gunung Kombang yang menjadi Ajar Cemara Tunggal, beliau memilih menjadi Ratunya para Lelembut di Pantai (ulangi Pantai) Laut Selatan, “Ratu Kidul”.
PRASABEN
Di tengah cengkeraman situasi dan kondisi adanya “Frontal Pandemi Covid 19 Atack” yang telah, sedang dan akan terus berlangsung seiring berlakunya adagium moyang kita yang menyatakan bahwa :
“Ana udan barat salah mangsa; Ana iwak wader mangan manggar;
Kuntul diunekake dhandhang – dhandhang diunekake kuntul;
Sileme perahu gabus kumambange watu item;
Ana pagebluk esuk lara sore mati – sore lara esuk mati
Dan Pujangga padha garah – Pandhita lan Ngulama nora nyata”.
Atau “Ada hujan angin salah musim; Ada ikan wader memakan manggar (bunga kelapa); Burung kuntul dikatakan gagak – gagak dikatakan kuntul; Tenggelamnya perahu gabus & terapungnya batu hitam, Ada pagebluk bila pagi terkena sorenya mati & bila sorenya terkena maka esuknya mati serta Pujangga suka berbohong – Pandhita dan ulama tidak terbukti”. Itulah super anomaly yang sedang menimpanya.
Dan secara spesifik terdapat pula Surya Sangkala yang berbunyi sbb.
Entenana Nusantara bakal kataman bendu; yen wis teka “Pandita (7) Hambuka (9) Wiwaraning (9) Naraka (1)” = 7991 = 1997 M. Seiring terjadinya krisis ekonomi dunia itu.
Dan tanda – tandanyapun telah digambarkannya dengan
“Jago tarung neng jero kandang”.
Entenana waluya & tentreme mengko nek wus tumeka “Pandawa (5) Mulat (2) Sirnaning (0) Penganten (2)” = 2025.
Oleh karnanya anak – anak bangsa ini mau tidak mau, suka tidak suka, percaya tidak percaya hendaknya senantiasa “ELING & WASPADA” dan bersahabat dengan Alam termasuk mahkluk-NYA yang tan kasad mata bernama Corona Covid 19 sambil senantiasa berdoa dan berupaya bagaimana agar serangan tersebut tawar – tidak memiliki daya penyebab meninggalnya manusia. Karena ada seseanti bahwa “KODRAT BISA DIWIRADAT”!!!.
Semua derita nan tak terperikannya lagi ini karena blunder atau kesalahan para elit bangsa & penyelenggara Negara yang tidak jujur dan sungguh – sungguh menjalankan amanat Reformasi Total, Amanat Penderitaan Rakyat dan atau Amanat Proklamasi. Sehingga ajaran spiritual yang bagaikan berlian – mutu manikan bernama PANCA SILA yang merupakan “Dasar Indonesia Merdeka” dan way of life bangsa; sumber dari segala sumber hukum; pedoman hidup dan perikehidupan berbangsa & bernegara serta semen – perekat persatuan dan kesatuan bangsa yang telah diuraikan dalam petunjuk dan pelaksanaan yang telah tersurat di dalam Konstitusi Negara bernama “UUD PROKLAMASI 1945”, justru telah dicampakkan dan jumawa dengan sesat pikir, sesat jalan dan kebablasan digantinya dengan “UUD 1945” plagiat, imitasi, KW3 yang tidak sah dan memalukan itu karena antara Preambule UUD 1945 dengan pasal – pasalnya (dulu disebutnya sebagai Batang Tubuh tidal lagi nyambung apa lagi sejiwa, sevisi, semisi dan setujuan.
Begitu kerontangnya pokok – pokok pikiran dan ajaran spiritualisme sehingga telah menjadi penyebab terjadinya “Destroying Nation” termasuk hilangnya jiwa dan semangat “45” yang menjadikan sebagai bangsa munafik dan hypokrit adanya.
Kepada Yth.
Bapak Presiden Republik Indonesia, YM. Bp. Ir. H. Joko Widodo.
Bapak Ketua MPR RI, YM. Bp. Drs. Bambang Susatyo
Ibu Ketua DPR RI, YM. Ibu Dra. Puan Maharani.
Bapak Ketua DPD RI. Bapak La Nyalla Mattalitti.
Bapak - Bapak YM. Menko Kabinet Indonesia Maju.
Bapak YM. Panglima TNI Republik Indonesia.
Bapak – Bapak YM Ketua Lembaga – Lembaga Negara
Bapak – Ibu YM Ketua Umum DPP Partai Politik.
Bapak YM Ketua Lembaga - Lembaga Agama & HPK.
Bapak Ibu YM Para Spiritualis; Budayawan; Tetua – Tetua Adat dan Pemuka Masyarakat Nusantara.
Di Jakarta.
Dengan segala hormat,
HAL : AKAR MASALAH BANGSA DAN KORBAN KORONA COVID 19 HINGGA 30 AGUSTUS 2020.
Kami salah satu anak bangsa pemilik kedaulatan rakyat, sungguh merasa miris dan teriris – iris melihat akar masalah bangsa justru terabaikannya dan nampaknya Pemerintah hanya terfokus guna menanggulangi kesehatan masyarakat akibat pandemi Covid 19 serta pemulihan di bidang “Ekonomi dan sosial” semata sehingga akar masalah bangsa justru ternafikannya.
Betapa besyukurnya bangsa dan Negara tercinta ini pernah memiliki “Dasar Indonesia Merdeka; bernama PANCA SILA” yang juklaknya telah tersurat dan tersirat di dalam konstitusi “UUD PROKLAMASI 1945”, yang telah diberkati dan dirahmati serta dipilih-NYA sebagai “Satu – satunya Negara Tauhid di Dunia” dan “Satu – Satunya Bangsa & Negara yang dikodratkan sebagai Pionir Terciptanya Kerajaan Allah yang Oleh Bung Karno dinamakannya dengan Mercusuar Dunia”. Yang oleh kaum spiritualis dunia dinyatakannya sebagai “Zaman Baru Robbani” (Keluarga Allah) dan atau “Zaman Baru Kristus” (Kasih Sayang). Yang secara tersurat dan tersirat-pun telah tertuang di dalam Preambule UUD Proklamasi 1945 Alinia IV.
Namun sungguh teramat sayang anugerah-NYA tersebut tanpa sadar telah dicampakkannya oleh Lembaga MPR dengan memberlakukannya konstitusi baru bernama “UUD 1945”, hasil sesat pikir, sesat jalan dan kebablasan sejak 10 Agustus 2002 paska 4 X Amandemen.
Namun ironisnya justru mengubur UUD Proklamasi 1945, karena menjadikannya UUD yang sama sekali baru dengan komposisi 21 BAB (vs 16) 73 pasal (vs 37); 179 ayat (vs 49) dan 2 pasal Aturan Peralihan (vs 4) serta 2 pasal Auran Tambahan (vs 2 ayat). Benarkah hal tsb. yang dimaksudkan dan dinamakannya dengan UUD 1945 Amandemen ?.
Lagi pula antara Preambule dengan pasal – pasalnya (dulu dinamakan dengan batang tubuh) sama sekali tidak nyambung, tidak jumbuh, tidak sevisi – semisi dan setujuan ?. Bukankah Sila IV, kata terakhir masih tertulis kata “/PERWAKILAN” dan hal tsb esensinya telah dikuburnya dan digantikan menjadi “KETERPILIHAN” sebagaimana implementasi dari amanat idiologi asing bernama “NEO LIBERALISME” itu ?.
Perubahan adalah sunatullah, dan perubahan itu sendiri adalah abadi; sungguhpun demikian bangsa ini telah terikat dengan “Panca Sila” yang telah disaksikan oleh Langit dan Bumi yang penuh dengan spiritual value sehingga perubahan itu harus memenuhi kaidah “Perfection – Perfected” menyempurnakan yang telah sempurna, yang oleh Bung Karno dinyatakannya demi mencapai “aufklarung” atau “enlightening” yaitu pencerahan, dengan mensublimir atau meningkatkan kwalitas sesuatunya. Lalu bagaimana caranya ?. Masyarakat kearifan lokal memiliki satu – satunya cara yakni “BENER (BENAR) – PENER (TEPAT) & BERSIH (SUCI)”,
Dan betapa bijak dan bajik manakala ada keinginan merubah UUD 1945 yang sejatinya telah diatur di dalam UU No. 5 Tahun 1985 tentang Referendum; akan tetapi seiring terjadinya tuntutan “Reformasi Paaripurna”, sungguh amat sangat disayangkan MPR 1998 – 1999 pimpinan H.M. Harmoko telah mencabut TAP No.II/MPR/1978 termasuk UU No. 5 Tahun 1985 tersebut; dengan TAP No.XII/MPR/1998.. Sehingga MPR 1999 – 2004 pimpinan Prof. Dr. K.H. Amin Rais M. A.; setelah memiliki peluang dan senjata serta telah sukses mengganti UUD Proklamasi 1945 yang telah diberlakukan kembali sebagaimana Dekrit Presiden 5 Juli 1959; yang dikuatkannya dengan Kepres No. 150 Tahun 1959 yang kemudian secara berturut – turut dikuatkan di dalam berbagai TAP MPRS/MPR yakni No.XX/MPRS/1966; No. V/MPR/1973 (pasal 3); No. I/MPR/1978 (pasal 115); No. I/MPR/1983 (pasal 104) dan No. IV/MPR/83 (pasal 1) yang telah disempurnakannya dengan “mencabut 163 TAP MPRS/MPR sejak tahun 1960 hingga tahun 2002”.
Pada galibnya MPR sama sekali tidak menaruh hormat dan melaksanakan amanat MPR sebelumnya yang terkesan melakukan “Abuse of Power”; karena seharusnya terikat dengan TAP No. I/MPR/1983 pasal 104 : “Berlaku bagi MPR – MPR selanjutnya”, yang berbeda dengan sekedar TATIB MPR itu. Dan utamanya pasal 1 “Untuk mempertahankan UUD 1945”!!!.
Dengan demikian pada galibnya MPR diluar kewenangannya justru melakukan tindakan makar secara kolektif yang nota bene justru telah melakukan blunder – kesalahan yang fatal diantaranya :
Melakukan destroying nation terhadap bangsa dan negaranya sendiri. Quovadis.
Telah jumawa dengan penuh eforia sehingga menyebabkan sesat pikir, sesat jalan dan kebablasan telah sengaja mengkhianati semua “amanah; amanat,; wasiat dan warisan: perjuangan dan jasa para Foundings Father, Proklamator, para syuhada; para pahalawan, para pejuang dan para pendahulu kita yang telah mempersembahkan maha pengorbanan baik waktu, tenaga, keringat, pikiran, obsesi, harta dan darah bahkan “NYAWA”-nyapun diwakafkannya asalkan bangsa ini dapat merdeka dan tetap merdeka dalam bingkai “Negara Proklamasi Kesatuan Republik Indonesia” (NPKRI) yang berdasarkan Indonesia Merdeka “PANCA SILA” dengan konstitusi “UUD Proklamasi 1945” itu.
Tidak seorangpun yang menuntut adanya UUD Proklamasi 1945 Amandemen yang telah dua periode sebagai proses sejarah mengalami penggantian baik UUD RIS pada tahun 1949 (197 pasal) maupun UUDS tahun 1950 (146 pasal). Akan tetapi MPR justru menempatkannya “UUD 1945 Amandemen” sebagai diktum dan preoritas utamanya. Inilah yang perlu diteliti dan dipertanggung jawabkan ke seluruh rakyat Indonesia.
MPR terkesan begitu jumawa (Jw : kumalungkung) merasa lebih piawai ketimbang mereka yang telah berjuang dan mengamanahkan, mewasiatkan dan mewariskan NPKRI dengan kelengkapan- nya yang telah diperjuangkan dengan segala daya upaya termask nyawa mereka di zaman kolonialisme dan berkecamuknya Perang Dunia II. Sungguh tidaklah etis dan bukan perilaku Panca Silais, Sang Ketua MPR, Prof. Dr. K.H. Amin Rais, M. A., menepuk dada yang diliput di berbagai layar kaca yang menyatakan bahwa UUD 1945 Amandemen adalah mahakarya dan persembahan MPR yang dipimpinnya yang arif dan bijak bestari.
Dengan cacat prosedur dimana UUD 1945 yang gres, baru, newest tanpa didukung dengan TAP MPR dan tanpa didaftarkan pada Lembaga Negara.
MPR pada galibnya telah menjadikan bangsa ini menjadi bangsa imitasi; bangsa munafik dan atau bangsa hypokrit adanya. Karena ada ambiguitas, kemenduaan dan atau kemangrwoan karena ada Panca Sila dan UUD 1945. Nah yang selalu para pejabat publik ucapkannya itu memiliki konotasi yang mana ? Yang aslikah atau yang plagiat dan imitasi itu ?.
Sungguh irasional bahwa MPR hasil UUD Proklamasi 1945 yang menjadikan sebagai “Lembaga Tertinggi Negara” sebagai representasi wakil dari pemilik kedaulatan rakyat itu justru dikerdilkaahkannya. Kedaulatan telah dipisahkannya dengan rakyatnya.
Sungguh sayang serum Zionist justru telah merasuki tulang sungsum para elit bangsa & Negara tercinta ini dan akibatnya tidak lagi peka terhadap suara, gita, sasmita, semiotika Alam yang tumpah ruah telah dianugerahkan-NYA itu.
Tragedi Alam baik pada 26 November 2004 (Gempa bumi Nabire,Papua Barat) sebulan kemudian disusul dengan tragedi gempa bumi plus tsunami di NAD pada 26 Desember 2004; yang segera disusul tragedi gempa bumi yang eloknya goyangannya bagai jalannya Sang Naga baik di DIJ & Jawa Tengah pada 27 Mei 2006 atau 1 Jumadilawal (19) 39 yang dapat disingkat dengan nama “SIJUM LUNGA”; (Si Jumbuhing kawula – Gusti wis lunga) raiblah kepribadian bak curiga manjing warangka – warangka manjing curiga”, kejujuran dan jiwa serta semangat “45” sudah musnahlah sudah.
Yang hanya selang dua hari, segera dilengkapi dengan tragedi “Luapan Lumpur Panas” bernama “LAPINDO” yang bermakna filosofis bahwa “Laku – lampah bangsa & Negara Proklamasi Kesatuan Republik Indonesia ini telah penuh dengan Lumpur Dosa”.
Dan pada 25 Oktober 2010, Gunung Merapi meletus dengan puluhan korban termasuk sang juru kunci Mbah Maridjan atau Ngabei Surakso Hargo; yang bersamaan dengan gempabumi dan tsunami di Mentawai. Ratusan orang jadi korban termasuk para peselancar dari Benua Kang Ngguru itu. Nampaknya dosa bangsa ini karena mindset jalan pintas, sisitem komisi bahkan di zaman Orba setiap proyek Pemerintah di atas Rp 500 juta ; dan keuntungan bank BUMN dalam penggunaan laba bersih , sebanyak 2,5% harus dimasukkan ke Yayasan Darmais & Supersemar; dan bagi pembayar pajak yang pendapatannya lebih dari US$ 40.000.00/tahun sebesar 2% harus diperuntukkannya bagi Yayasan Dana Sejahtera Mandiri sebagaimana diatur dilegalkannya melalui PP No.15 tahun 1976; Kepres No. 90 tahun 1995; PP No. 92 Tahun 1996. Dan akibat penyalah gunaan keuangan tsb. yang tanpa control/pengawasan; Negara telah dirugikannya dan akibatnya keluarganya yang ditinggalkannya sesuai amar putusan Mahkamah Agung tertanggal 11 Agustus 2015, sebesar Rp 4,4 treliun dan uang tsb harus dikembalikan ke Kas Negara. Nah sudahkah dikembalikan dan kemana larinya pengumpulan dana suka rela dari masyarakat dalam menghadapi krisis ekonomi mulai 1997 kala itu ?.
Tragedi Alam terus saja silih berganti, sampai tanpa menggunakan majaz lagi seperti tragedi gempabumi plus tsunami plus likwifaksi pada 28 September 2018 di BALA(K) yang maknanya identik dengan “Azab” masih dijelaskannya lagi kata ROA atau besar. Hingga di bulan dirgahayu Proklamasi & NPKRI masih diingatkannya lagi pada 2 Agustus 2019 dengan gempa dahsyat 7,4 SR pada jam 7 lebih 4 menit malam yang didahului dengan peresmian lukisan batik terpanjang = 74 M oleh Bapak Presiden sendiri. Nama tempat episentrum gempa di “SUMUR BANTEN” belum juga tersadarinya bahwa nama tsb. bisa jadi mengingatkan elit bangsa ini hati – hati akan muncul “Lubang Buaya Jilid II oleh Alam.
Akibat kesombongan parpol yang semata – mata demi kekuasaan maka membatasi munculnya calon presiden disyaratkan dengan “Presiden treshold” sebesar 20% para pengusungnya harus memiliki kursi di DPR; ditambah peraturan Pemilu Serentak baik Pilpres, Pileg, Pildewandarah, PilDPRD” pada 17 April 2020. Ajaibnya sekedar menghitung perolehan suara masing – masing Pemilu telah memakan korban = 700 orang Petgus KPPS meninggal dunia dan 4.000 petugasnya yang menderita sakit. Bukankah angka terdepan “7 & 4” atau “74” menyiratkan kedaruratan Proklamasi Kemerdekaan Bangsa yang ke “74”?.
Eloknya Pemilihan Umum segalanya secara langsung itu yang mengkhianati amanat Sila IV, kata terakhir “PERWAKILAN” yang esensinya digantinya dengan “KETERPILIHAN” (sebagai amanat idiologi “NEOLIB”, dimana pelaksanaan Pilkada Gelombang II, pada 15 Februari 2017 yang diikuti oleh “101” daerah termasuk DKI Jakarta; dengan prolog pidato Gubernur Basuki Cahaya Purnama di Pulau Panggang, Kabupaten Kepulauan Seribu pada 29 September 2016 dengan menyitir Surah Almaidah 5 : 51 telah menjadi triger off, atau pemantik mendidihknya sikon di Ibu Kota oleh kelompok primordialisme yang dimatangkan oleh fatwa MUI pada 11 Oktober 2016 yang menyatakan bahwa BCP (1). Telah menhina Al – Qor’an dan (2). BCP telah menhina ulama yang memiliki konsekwensi hukum dan (3). 5 rekomendasi kepada Pemerintah; Aparat Penegak Hukum dan rakyat atau masyarakat.
Maka egera terciptalah gerakan bernama “Gerakan Nasional Pengawal Fatwa MUI” (GNPF) yang dikomandani oleh K. H. Bachtiar Nasir dan imam Besar FPI, RHS sebagai Ketua Dewan Pembina dengan kuasa hukum dan team Advokasi oleh Kapita Ampera dan Egi Sujana serta Sugito. HRS secara resmi telah ditetapkannya oleh Polri sebagai “DPO Polisi” pada 30 Mei 2017. Sehingga team Advokasi pernah sesumbar akan mencanangkan “Revolusi Putih” untuk perang melawan hukum kita (29 Mei 2017).
Banyak ulama yang berseberangan dengan fatwa MUI tsb.termasuk Wakil Ketua Komis Fatwa MUI sendiri bernama K. H. Prof. Ahmad Ishomuddin yang menjadi saksi meringankan bagi Ahok pada persidangan tanggal Selasa, 21 Maret 2017 yang menyatakan bahwa “Ahok tidak menistakan agama dan tidak dilakukan tabayun agar jangan sampai mengambil keputusan tidak tahu masalah yang sebenarnya” . Namun sayang bahwa kata hati sanubarinya itu justru mendapat hadiah “Pemecatan dari Kepengurusan MUI” pada saat itu juga. Pendapat yang sama juga dilontarkan oleh Prof. KH. Nasaruddin Umar, MA, Ph.D.imam besar Masjid Istiqlal.
Akibatnya GNPF bermetamorfosis menjadi gerakan (moral) “212” dan demi memenangkan Cagub – Awagub Anis Baswedan/Sandiaga Uno tidak segan – segan mengusung politisasi agama dengan jargon “Tamasya Al – Maidah”, dengan (rencana) pengerahan massa penggerudukan oleh umat Islam di luar DKI guna mengawasi TPS –TPS di seluruh Jakarta. Sehingga pada menjelang hari H, Pemerintah tidak mau kecolongan sehingga mengerahkan puluhan ribu aparat kepolisian dibantu TNI guna menjaga lorong – lorong pintu masuk ke DKI Jakarta dan menempatkannya di setiap TPS; dengan jumlah yang berbeda sesuai zonasinya merah atau kuning.
Pada 6 Maret 2017 acara silaturahim ulama Nusantara di Ponpes “Al – Anwar”, Sarang, Rembang di kediaman Kyai khos K.H. Maemoen Zubair (Alm. Yang lahir bersamaan dengan tanggal Sumpah Pemuda itu); beliau menyentil para ulama yang bertugas membina ahklaq umat dengan menyatakan bahwa : “Untuk itu kyai harus lebih dulu beraklak, bukan hanya kepada pemimpin pemerintah, tetapi juga kepada pemimpin agama. Ulama & Umaro harus baik, akan tetapi tidak baik – baikan” tandasnya (Kompas, Minggu, 19 Maret 2017, halaman 2).
Mempertimbangkan atas sikon pro dan kontra terhadap Ahok di masyarakat yang secara routine melakukan demo, maka demi keamanan PN Jakarta Pusat memutuskan pelaksanaan persidangan dipindahkan ke Auditorium Kementan di Jl. R. M. Harsono, Ragunan, Pasar Minggu yang mulai tanggal 13 Desember 2016 hingga 9 Mei 2017 telah memvonis dirinya selama 2 (dua) tahun dan segera masuk LP Cipinang. Yang kemudian dipindahkannya ke LP Mako Brimob, Kelapa Dua.
Ahok sudah jatuh tertimpa tangga sudah kalah dalam Pilkada putaran II, yang hanya memperoleh 2.350.366 (42.04%) versus 3.240.987 (57.96%) yang dipecundangi oleh mantan Mendikbud Anis Baswedan/Sandiaga Uno dan harus segera menghuni hotel prodeo itu. Dan telah bebas pada 24 Januari 2019. Dan kini dipromisikan oleh Menteri BUMN Erik Tohir sebagai Komisaris Utama PT. Pertamina.
Yang perlu diambil hikmahnya adalah betapa riskan berkembang nya politik identitas, primordialisme akhir – akhir ini yang cenderuhng mengaku benar sendiri, berhak sendiri, dan menafikan perbedaan sebagaimana adi kodratinya. Juga nyaris devisitnya yang berkenan mengkaji serpihan ayat – ayat Tuhan atau min aayatillah khususnya angka “101” Pilkada Gelombang II/2017 tsb.
Bila berkenan merujuk QS Surah ke 101 adalah “SURAH AL – QAARI’AH” (MALA PETAKA YANG MENDEBARKAN HATI). Yang eloknya dilengkapi dengan isaroh wafatnya mantan Ketua Umum PBNU, Prof. Dr. K.H. Hasyim Muzadi yang juga pendiri Ponpes bernama “Al – Hikam” di Malang dan di Depok, Jawa – Barat.
Satu – stunya orang yang bisa napak tilas dengan rasulullah Muhammad SAW yang lahir pada Senin Pon dan wafat pada hari yang sama Senin Pon. K.H. Hasyim Muzadi lahir Kamis Kliwon (8 Agustus 1944). Dalam kasanah budaya kearifan lokal naptu hari Kamis = 8 dan Pasaran Kliwon = 8. Tanggalnya pun 8 bulannya pun 8. Dan wafatnya pada Kamis Kliwon tanggal 16 Maret 2017.
Nah angka “88” bila merujuk pada Surah ke 88 kitab suci Al – Qor’an adalah “SURAH AL – GHASYIYAH”. (HARI SELUBUNG MALA PETAKA).
Nah agar bangsa & Negara tercinta ini embrio primordialisme dengan politisasi agama telah dilakukan sejak Pilpres paska Pileg, 7 Juni 1999 setelah kran Neolib dibuka lebar oleh rezim Presiden Prof. BJ. Habibie dengan mempercepat pelaksanaan Pemilu itu. Nah iktibar dan hikmah yang perlu dikaisnya antara lain adalah sbb. :
Pemilu diikuti oleh Parpol yang lulus seleksi sebanyak “48” parpol. Dimana Pileg, 7 Juni 1999 dimenangkan oleh PDI Perjuangan = > 30%.
SURAH KE 48 “AL – FATH” (KEMENANGAN). Sayang PAN (NO. 15) tidak ridho kemenangan PDI Perjuangan tsb. maka guna mengganjal laju Ketum PDI Perjuangan Megawati sebagai Presiden, maka Ketua Umum DPP PAN, Prof. Dr. K.H. Amin Rais dengan piawai membentuk “POROS TENGAH” yakni para Parpol yang berbasiskan Islam seperti :
PAN No. Peserta Pemilu 1999 = 15.
PKB No. “ “ “ = 35.
PBB No. “ “ “ = 22.
PPP No. “ “ “ = 4 dan
PK (PKS) ” “ “ = 24
Dan PDI Perjuangan yang didzolimi oleh penguasa Rezim Orde Baru, toh masih dilanggengkannya oleh Poros Tengah tsb.
Nah untuk menjegal laju Megawati sebagai Presiden, maka entah siapa promotornya, yang jelas muncullah fatwa bahwa “Wanita Haram hukumnya menjadi Presiden R.I.”. Mereka tidak sadar bahwa Pakistan sebagai Negara Islam pun Perdana Menterinya wanita yang dijabat oleh Benazir Bhutto, hingga terbunuhnya (27/12/07) sebagai PM Pakistan itu sebagai clen pendahulunya Ali Butho.Dan nampaknya Alam sama sekali tidak meridhoi cara yang non Islami tersebut sehingga para anggota Poros Tengah semua ditelanjangi-NYA sesuai No.Urut Pemilu 1999 sbb. :
PAN (15), QS : 48 ayat ke 15 dinyatakan bahwa : “Orang – Orang Badui yang tertinggal itu akan berkata apa bila kamu berangkat untuk mengambil barang pampasan , biarkanlah kami, niscaya kami akan mengikuti kamu, mereka hendak mengubah janji Allah. Katakanlah, ‘Kamu sekali – kali tdak (boleh) mengikuti kami, demikian Allah telah menetapkan sebelumnya, mereka akan mengatakan, ‘Sebenarnya kamu dengki kepada kami’. Bahkan mereka tidak mengerti melainkan sedikit sekali”.
Bila dikaitkan dengan Surah ke 15 : QS : Al – Hijr (Negeri Kaum Samud) 15 : 15 “Tentulah mereka berkata, sesungguhnya pandangan kamilah yang dikaburkan, bahwa kami adalah orang – orang yang kena sihir”.
Yang lebih ironis Prof. Dr. K.H. Amin Rais, M. A., yang merangkap sebagai Ketua MPR, yang diluar tuntutan reformasi paripurna dan tanpa mandat sang pemilik kedaulatan telah jumawa – berani mengganti dasar Indonesia Merdeka “Panca Sila”, dimana kata terakhir Sila IV, “/PERWAKILAN’ esensinya telah diganti dengan “KETERIPILIHAN”. Sehingga dengan sesat pikir, sesat jalan dan kebablasan begitu jumawa “MENGUBUR UUD PAROKLAMASI 1945” dan menggantinya dengan UUD 1945 (KW3)!. Mungkin itulah nampaknya yang paling tepat dengan apa yg beliau lakukan itu telah “TERKENA SIHIR”?.
PKB (35) bila dikaitkan dengan QS 15 : 35 dinyatakan bahwa : “dan sesungguhnya kutukan itu telah menimpamu sampai hari kiamat”.
c).PBB (22) manakala dikaitkan dengan QS : 15 : 22 firmanNYA berbunyi “Dan Kami telah meniupkan angin untuk menga- winkan (tumbuh – tumbuhan) dan Kami turunkan hujan - dari langit, lalu Kami beri minum kamu dengan air itu, dan sekali – kali bukanlah kamu yang menyimpannya”.
d). P3 (9) nah manakala dikaitkan dengan QS : 15 : 9 berbunyi : “ Sebenarnya Kamilah yang menurunkan Al – Qor’an dan Kami pulalah yang memeliharanya”.
e). PK (PKS) No. 24; lalu apa maknanya ? QS : 15 : 24 : “Dan sesungguhnya Kami telah mengetahui orang – orang yang terdahulu dari kamu, & Kami tahu tahu juga orang – orang yang akan hidup sepeninggalmu”.
Nah Parpol yang berdiri pada 20 April 1998, gerakan Islam yang berbasis mahasiswa dan cendekyawan itu yang diketuai oleh M. Sohibul Imam (Presiden) dan Mustafa Kemal (Sekjen) dan Majelis Suro dipegang oleh Salim Segaf Al Jufri dan Hidayat Nurwahid. Yang awalnya dipropagandakan sebagai partai putih sehingga mendulang simpati dan harapan masyarakat; namun sayang dalam perjalanannya tak kuasa menepis godaan “3T” (Tahta, Harta & Wanita) karena terbukti para pentholannya terjerat oleh hukum, sebut saja (1). Lufti Hasan Isak (2). Patrialis Akbar (3). Gatot Pujonugroho (4). Nur Mahmudi.
Dan lagi – lagi Alam memperingatkan nihilnya konsistensi perjuangan partai putih, manakala mau mengaitkan dengan firman-NYA dalam QS : 24 (An – Nuur) ayat 24 diingatkan bahwa : “Pada hari (ketika) lidah, tangan dan kaki mereka menjadi saksi atas mereka terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan”.
Nampaknya itulah petunjuk-NYA tentang karmapala dengan sadar demi kekuasaan telah melakukan “Politisasi Agama”; dan akan selalu bersambung dan berkaitan dengan Pemilu demi Pemilu yang ber berdasarkan atas jati diri dan idiologi asing yang “Neolib” itu.
Pemerintah nampaknya enggan belajar pada tragedi perhitungan suara Pemilu Serentak 17 April 2019 itu. Karena SEKALIPUN TELAH DITURUNKAN BALA(K) ROA (28/09/18) dan SERBUAN PASUKAN COVID 19, DAN TERANCAMNYA PROKLAMASI & NPKRI TERCINTA INI TOH TETAP BERGEMING AKAN MENJALANKAN 270 PILKADA BUPATI & WALIKOTA PADA RABO WAGE, 9 DESEMBER 2020.
Seiring semiotik terancamnya bulan Dirgahayu Proklamasi & NPKRI ke 74 tahun; ternyata 4 bulan kemudian muncullah pandemi Corona Covid 19 pada pergantian tahun yang diawali di Wuhan, Hubei, RRT. Dan sungguh miris; KOMPAS.com ; barusan melansir berita bahwa :”Enam bulan sejak laporan kasus pertama Covid-19 di Indonesia pada 2 Maret 2020, kasus Covid-19 di Indonesia saat ini mencapai 174.796 kasus. Dari jumlah tersebut, sebanyak 7.417 orang meninggal dunia. Sementara 125.959 orang dinyatakan pulih. Dari jumlah korban meninggal tersebut, Ikatan Dokter Indonesia (IDI) mencatat sudah genap 100 dokter yang gugur dalam melawan virus corona jenis baru atau SARS-CoV-2 pada Sabtu (30/8/2020)”.
Seketika kami terperanjat melihat jumlah yang tewas akibat Covid 19 per 30 Agustus 2020 sebanyak = 7.417 jiwa yang ironisnya 100 jiwa diantaranya pahlawan terdepan para dokter itu sendiri. Lalu apa hikmah dan iktibar dari gugurnya mereka yang terserang Covid 19 itu ?.
Sungguh ajaib dan semoga dapat menyadarkan para elit bangsa dan para penyelenggara Negara ini bahwa tak lain dan tak bukan itulah karmapala akibat pengkhianatan amanat Proklamasi & AMPERA. Bukankah dari angka jumlah yang sedo, wafat, tewas = 7.417 itu dapat merefleksikan Angka Proklamasi ? Mari kita kaji secara numorologis yakni :
Angka Kajian = 7.417.
Angka Dasan adalah = 17 (Merupakan Tanggal Proklamasi).
Dari Angka tsb. bila = 1 + 7 = 8 (Merupakan Bl Proklamasi).
Dari Angka Ratusan = 417 diolah dengan + (4 + 7 + 17) = 45 (Tahun Proklamasi).
Sehingga dengan seksama terlukis angka = 17.8.45 yang merupakan “KEJADIAN LAHIRNYA PROKLAMASI KEMERDEKAAN BANGSA” setelah jeda 17 tahun paska Sumpah Pemuda itu. Eloknya lagi, paska MPR pimpinan Prof. Dr. K.H. Amin Rais dengan jumawa menggantikan konstitusi UUD Proklamasi 1945, dengan UUD 1945 yang “NEO LIB MANIDED” itu. Dengan serangan pagebluk/pandemi Corona – Covid 19 hingga “Dirgahayu Kemerdekaan Amerika Serikat”, 4 Juli 2020; telah tercatat sebanyak (1). 2.890.588 penderita (2). Yang sembuh = 1.235.488 dan yang meninggal = 132.101 jiwa. Nah mahaguru yang jati diri dan idiologinya “NEOLIB” itu “Proklamasi Kemerdekaannya 4 Juli 1.776 itu terancam disamping 50 Negara Bagian pada Oktober 2013 mengajukan somasi untuk keluar dari “United Stated of America:” sebagai Negara yang mengaku sebagai Begawan Demokrasi dan Negara Super Power satu – satunya di dunia, namun sungguh ironis sekedar melawan Pandemi Covid 19 saja tidak mampu bahkan dinobatkan sebagai Negara yang penduduknya tertinggi menderita Covid 19 itu.
Nah Angka Kajian Jumlah Penderita Covid 19 per 040720 = 2.890.588, eloknya secara Numorologis dapat merefleksikan Angka Proklamasi Kemerdekaan AS = 4.7.1776!
Angka Ekan (terakhir) “8” : angka jutaan paling depan “2” maka = 4 (merupakan tanggal Proklamasi AS).
Angka puluhan ribu terdepan “9” minus 2 (angka terdepan) = 7 (bulan ke 7 Proklamasi AS).
Angka ratusan (terakhir) “588” X 2 = 1.176. Nah angka ratusan “1” tsb. plus angka ekan (terakhir) “6” = 7. Maka angka ratusan menjadi = 776 dan lengkapnya menjadi = 1.776 (tahun Proklamasi Kemerdekaan AS.
Dan eloknya terlukiskan menjadi = 4.7.1776; Angka Proklamasi Kemerdekaan Bangsa Amerika; yang idiologinya diadopsi oleh MPR 1999 – 2004 itu. Nah sebagai American Maided; eloknya jumlah korban Covid 19 per tanggal 4 Juli 2020 tsb. juga dapat merefleksikan Proklamasi Kemerdekaan Bangsa Indonesia 17.08.45. Dengan data yakni : (1). Jumlah penderita = 62.142 (2). Sembuh = 28.219 dan (3). Meninggal = 3.089.
Angka Kajian : Jumlah Penderita = 62.142. Nah secara numorologis dapat dikaji sbb. :
6 X 2 = 12!. 12 + 1 + 4 = 17 (tanggal Proklamasi).
1 + 7 = 8 (bulan Proklamasi).
Jumlah Angka Penderita, angka – angkanya ditambahkan = 6 + 2 + 1 + 4 + 2 = 15 X 6/2 = 45 (Tahun Proklamasi). Kembali terlukis Angka = 17.8.45!.
Nah Alam nampaknya mengingatkan kepada seluruh anak – anak bangsa ini hendaknya ekstra hati – hati atas serangan pasukan Covid 19 frontal attack dan frontal complexity form bahkan tanpa gejala dan beraneka fenomena. Nampaknya sudah sampai pada Jangka Jayabaya yang utamanya menyatakan bahwa : Suatu saat nanti manakala bertemu dengan tahun yang kembar dan dibolak – balik sama (1441 H) dan atau (2020 M) maka akan menemui wolak – waliking zaman yang penuh anomaly seperti
Langgar (Mushola) bubar.
Masjid korat – karit.
Kakbah tidak keambah.
Begajul (nara pidana) padha ucul (dibebaskan Pemerintah).
Manusia meninggal tanpa diberinya perawatan dan penghormatan.
Para Satria Jawa jangan mengeluh dan berputus asa.
Tetaplan senantiasa “ELING LAWAN WASPADA” dan madep – manteb marang GUSTI-ne!.
Sungguhpun demikian tentu Bapak – Ibu sekalian tidaklah hanya berdiam diri dan menerima takdirnya belaka bukan ? Karena dalam adagium budaya kearifan lokal diyakini bahwa “KODRAT BISA DIWIRADAT”. Dan Bapak Ibu semuanya lebih paham dan piawai untuk itu adanya. Sungguh penyaji khawatir adanya bahwa kita sedang berpacu dengan waktu apakah kita mampu menyelamatkan prakiraan tragedi Alam yang telah dihitung diprediksikan oleh BMKG bahwa diantaranya akan ada :
Gelombang Monster yang tingginya 4 lantai hotel.
Adanya megatrust – gempa bumi yang dahsyat sebagai takdir sebagai bagian dari Ring Of Fire dunia.
Waspada dengan gejolak berbagai Gunung Meletus, paska gunung – gunung itu bersolekkan dengan topi di atasnya.
Waspadai senjata TUHAN yang dari unsur “Api; Air; Angin dan Tanah (Bumi) dimana BALA(K) ROA (BESAR) di Sulawesi Tengah, sudah terjadi pada 28 September 2018.
The last but not et least, nah boleh percaya maupun tidak, Sang Bunda Pertiwi dengan penuh kasih sayang dengan senantiasa mengingatkan dengan cara dan bahasanya sejak Pemilu 7 Juni 1999 dan berbagai Pemilu selanjutnya, yang saat Pemilu tahun 2009 yang diikuti oleh 44 Parpol, yang tanpa sadar bahwa Surah ke 44 adalah “AD – DUKHAN” (KABUT) yang memiliki makna zaman kegelapan, zaman besi, zaman kali yuga atau zaman Kala Bendu, Zaman Edan, Zaman Kala Tidha, karena justru betapa enjoynya telah mengkhianati “PANCA SILA” dengan menikmati ekses dari Konstitusi hasil : Plagiat, Imitasi, KW3 yang dinamakannya “UUD 1945” (Tanpa inisial dan tambahan apapun itu). Maka Alam lagi – lagi lewat pohon Sengon di kabupaten Semarang (yang dikambing hitamkan oleh pjs. Dirut PLN sebagai penyebabnya sehingga PLN se JAWA & BALI pada 4 hingga 5 Agustus 2019 blackout, mati total, oglangan yang mengingatkan masih betapa gelap gulitanya nurani anak – anaknya yang disusuinya itu.
Demikianlah suara hati nurani kami berdua selebihnya kami hanya bisa menyerahkan sepenuhnya kepada goodwil Bapak – Ibu sekalian, semoga kekhawatiran tsb. di atas tidak terbukti adanya dan bangsa & negara tercinta ini senantiasa JAYA – JAYA – JAYA WIJAYANTI dan selamat sentausa adanya. Dan mohon dimaafkan atas kelancangan dan ketidak sopanan kami berdua.
Jakarta, 1 September 2020
Hormat Kami
Kerabat Pejoang “45”
WIDODU PUTU PRAWIRO PANDJI R. HADINOTO
KTP3172040307540002 . .............................
(Pemangku Aspirasi) (Pendukung Aspirasi)