Dari Masa Kemasa Kabupaten Banyuasin" Terkikis tipis sampai habis yang ada hanya setumpuk penghargaan prestasi di atas kertas., Bukan karna penilaian baik, namun ada nilai Rp yang harus Dibayar oleh cucuran keringat dan darah rakyat Banyuasin.
BANYUASIN,TRIBUNUS.CO.ID - Pemerintah menetapkan pola baru dalam pemanfaatan dana desa se-Indonesia. Alokasi dana desa bakal difokuskan ke sektor padat karya.modal padat karya. Model cash for work, ini 15 modus penyalahgunaan DD menurut hasil penelitian dan temuan tim tribunus.co.id petisi.co di lapangan Kabupaten Banyuasin Sum-Sel. Lokasi Penelitian dan Temuan Kecamatan Rantau Bayur.
1. Membuat rancangan anggaran biaya di atas harga pasar. Ini bisa diantisipasi jika pengadaan dilakukan secara terbuka dan menggunakan potensi lokal Desa. Misalnya, pengadaan bahan bangunan di toko bangunan yang ada di Desa sehingga bisa melakukan cek bersama mengenai kepastian biaya atau harga-harga barang yang dibutuhkan.
2.Mempertanggung jawabkan pembiayaan bangunan fisik dengan Dana Desa padahal proyek tersebut bersumber dari sumber lain. Modus ini hanya bisa terlihat jika pengawas memahami alokasi pendanaan oleh Desa. Modus seperti ini banyak dilakukan karena Relatif tersembunyi. Karena itulah APBDes harus terbuka agar seluruh warga bisa melakukan pengawasan atasnya.
3. Meminjam sementara Dana Desa untuk kepentingan pribadi namun tidak dikembalikan. Ini juga sangat banyak terjadi, dari mulai kepentingan pribadi hingga untuk membayar biaya kawin lagi beristri muda.
4.Budaya ewuh-pakewuh di Desa menjadi salah satu penghambat pada kasus seperti ini sehingga sulit diantisipasi.
5.Pungutan atau pemotongan DD oleh oknum pejabat Kecamatan atau Kabupaten. Ini juga banyak terjadi dengan berbagai alasan. Perangkat desa tak boleh ragu untuk melaporkan kasus seperti ini karena Desa-lah yang paling dirugikan.
6.Membuat perjalanan Dinas fiktif Kepala Desa dan jajarannya. Banyak kasus perjalanan untuk pelatihan dan sebagainya ternyata lebih ditujukan untuk pelesiran saja.
7.Penggelembungan (mark up) pembayaran honorarium perangkat Desa. Jika modus ini lolos maka para perangkat Desa yang honornya digelembungkan seharusnya melaporkan kasus seperti ini. Soalnya jika tidak, itu sama saja mereka dianggap mencicipi uang haram itu.
8. Penggelembungan (mark up) pembayaran alat tulis kantor. Ini bisa dilihat secara fisik tetapi harus pula paham apa saja alokasi yang telah disusun.
9. Memungut pajak atau retribusi Desa namun hasil pungutan tidak disetorkan ke kas Desa atau kantor pajak.Pengawas harus memahami alur Dana menyangkut pendapatan dari sektor pajak ini Misalnya beberapa sungai penghasil ikan Danau terminal,dan Pelabuhan secara prosedur ada yang di Lelang namun uang nya untuk Pribadi.
10.Pembelian inventaris kantor dengan Dana Desa namun peruntukkan secara pribadi. Lagi-lagi ewuh pakewuh menjadi salah satu penghambat kasus seperti ini sehingga seringkali terjadi pembiaran.
11. Pemangkasan anggaran publik kemudian dialokasikan untuk kepentingan perangkat Desa. Publik harus tahu alokasi pendanaan Dana Desa agar kasus ini tidak perlu terjadi.
12. Melakukan permainan (kongkalingkong) dalam proyek yang didanai Dana Desa. Bisa ditelusuri sejak dilakukannya Musyawarah Desa dan aturan mengenai larangan menggunakan jasa kontraktor dari luar.Membuat kegiatan atau proyek fiktif yang dananya dibebankan dari Dana Desa.
13. Tidak berjalannya struktur Pemerintahan desa di monopoli oleh oknum Kepala Desa sehingga semuanya di akal-akali oleh Kepala Desa baik dana, pembangunan maupun segala urusan yang bersifat menguntungkan, maka dari itu mempermuda sang kepala desa untuk melakukan kejahatan yang bersifat merugikan masyarakat desa, sala satu contoh menunjuk pegawai perangkat desa orang-orang keluarga dekatnya.
14. Tidak dibayarnya atau dikeluarkannya dana pemberdayaan perangkat dan lembaga desa oleh kepala desa seperti dana Kamtibmas, PKK, Tokoh Agama, Sarana umum dll.
15. MoU atau kontrak kerja kepala desa dan oknum penegak hukum (Kecamatan, DPMD, Inspektorat, Kejaksaan dan Kepolisian) atau Instansi yang terkait dengan tujuan memfasilitasi guna bebas dari jeratan hukum dan membantu merekahya syah laporan (SPJ) cara kotor.
Kepada Yth ; Bapak/Ibu
Dari 15 modus di atas ini merupakan hasil penelitian dan temuan tim di lapangan inilah yang terjadi di Kabupaten Banyuasin Sumsel.
Tempat Penelitian : Kecamatan Rantau Bayur. Anda termasuk nomor berapa dan berapa banyak muda-mudahan saudara/saudari tidak termasuk dari 15 modus kejahatan KKN Dana Desa (DD) yang Sumber dananya dari APBN Ini. Andai Saudara/Saudari Termasuk diantara 15 modus penyelewengan dd tersebut, baik disengaja Maupun tidak sengaja.
Kami dari media Tribunus.co.id dan Petisi.co siap mempaselitasi saudara/saudari untuk duduk di adili” jadi jangan salah kan kami seandainya itu terjadi dari 15 Poin itu yang sudah pasti Saudara/Saudari lakukan dan itu terjadi di setiap desa ia itu : Poin ke 11 karena kami ada di dalam itu Ini merupakan pemberitahuan kami dari tribunus.co.id, petisi.co.
Untuk Instansi yang terkait hendaknya bisa menyikapi temuan temuan tersebut bertujuan Perbaikan kinerja dan mental para pelanggar pelanggar hukum siapapun dia tetaplah ia penghianat suatu konspirasi dengan kondisi Negara dan Bangsa seperti ini harusnya kita sesama anak bangsa bahu membahu Gotong Royong untuk menyelesaikan Masalah bangsa Indonesia yang kita Cintai ini. "Salam Nawacita"
TINGGINYA TINGKAT KKN DANA DESA DIKARENAKAN TURUT SERTANYA KEPALA DAERAH DALAM MENIKMATI HASIL KORUPSI KEPALA DESA.
MEDIA TRIBUNUS.CO.ID - PETISI.CO BIRO SUM-SEL.
RONI PASLAH
Nama : Roni Paslah Kepala Biro media Tribunus.co.id dan Petisi.co Sum-Sel Alokasi Dana Desa 07 Juni 2018.
Ini lah Kondisi jalan penghubung Kecamatan (Jln Kecamatan) Kec, Air Salek, Tungkal Ilir, dan Pulau Rimau Kabupaten Banyuasin Sumatera Selatan. Dulu Pada saat penghapusan ADD (APBD, RPJMD Rp500.000.0000/desa) Untuk membangun jalan penghubung di setiap Kecamatan namun inilah Faktanya.
PEMANTAUAN PENGGUNAAN DD
Dalam rangka pengelolaan keuangan desa, Kepala Desa melimpahkan sebagian kewenangan kepada perangkat Desa yang ditunjuk. Perbuatan penyalahgunaan keuangan desa seperti penyalahgunaan Alokasi Dana Desa merupakan perbuatan yang dilarang dilakukan oleh perangkat desa. Apabila dilakukan, maka yang bersangkutan dikenai sanksi administratif berupa teguran lisan dan/atau teguran tertulis.
Dalam hal sanksi administratif tidak dilaksanakan, dilakukan tindakan pemberhentian sementara dan dapat dilanjutkan dengan pemberhentian.
Selain itu, perbuatan tersebut juga merupakan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (“ UU 31/1999”) sebagaimana diubah oleh Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, di mana ada ancaman pidana bagi orang yang menyalahgunakan wewenangnya yang berakibat dapat merugikan keuangan negara.
Masyarakat dapat membuat pelaporan atau pengaduan kepada Badan permusyawaratan desa (BPD) setempat serta kepada Pemerintah supra Desa (Kecamatan), mengenai Obyek kegiatan serta perkiraan nilai kerugian yang diselewengkan.
Dalam pelaporan atau pun pengaduan tersebut, perlu disertai dengan penjelasan konkret mengenai objek kegiatan yang menjadi dugaan tindak penyelewengan. Dalam hal tidak ada tindak lanjut dari kedua lembaga dimaksud atas laporan yang telah dilakukan, maka masyarakat dapat menyampaikan dugaan penyelewengan dana desa kepada Pemerintah Kabupaten, dalam hal ini Bupati cq.
Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD/OPD) yang membidangi pembinaan penyelenggaraan pemerintahan desa, serta Inspektorat Daerah Kabupaten. Jika memang masyarakat mempunyai bukti yang kuat dan dapat dipertanggungjawabkan di muka hukum atas dugaan penyelewengan dana desa (korupsi) dimaksud, maka masyarakat berhak melaporkan oknum tersebut kepada pihak aparat penegak hukum atas proses tindak lanjut. Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini.
Ulasan:
Hasil Penelitian Realisasi penggunaan Dana Desa Pada saat ini Penelitian dilakukan di Kecamatan Rantau Bayur Kabupaten Banyuasin Sumatera Selatan.
Disimpulkan dari hasil penelitian dan temuan ada 15 modus kejahatan KKN yang dilakukan Banyak Kepala Desa Di Kabupaten Banyuasin Sum-Sel. Sebelumnya, berdasarkan keterangan yang Dihimpun Tim imvestigasi media Tribunus.co.id dan petisi.co di lapangan tentang rencana masyarakat untuk mengambil upaya hukum, kami asumsi kan penyalahgunaan Alokasi Dana Desa (“ADD”) yakni ADD tidak sesuai dengan rencana anggaran biaya (RAB) yang anda maksud adalah adanya dana desa yang diselewengkan oleh perangkat desa, sehingga perangkat desa tersebut diduga menyalahgunakan wewenang atau diduga melakukan korupsi atas tugasnya dalam mengelola keuangan desa.
Menimbang:
1. bahwa sesuai dengan Pasal 18 ayat (7) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan daerah diatur dalam Undang-Undang;
2. bahwa penyelenggaraan pemerintahan daerah diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, dan kekhasan suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia;
3. bahwa efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan daerah perlu ditingkatkan dengan lebih memperhatikan aspek-aspek hubungan antara Pemerintah Pusat dengan daerah dan antardaerah, potensi dan keanekaragaman daerah, serta peluang dan tantangan persaingan global dalam kesatuan sistem penyelenggaraan pemerintahan negara;
4. bahwa Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah tidak sesuai lagi dengan perkembangan keadaan, ketatanegaraan, dan tuntutan penyelenggaraan pemerintahan daerah sehingga perlu diganti;
5. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d perlu membentuk Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah.
Mengingat :
Pasal 1, Pasal 4, Pasal 5 ayat (1), Pasal 17 ayat (1) dan ayat (3), Pasal 18, Pasal 18A, Pasal 18B, Pasal 20, Pasal 22D ayat (2), dan Pasal 23E ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
SEMAKIN TIDAK TERKENDALINYA KKN DI KABUPATEN BANYUASIN, SUMATERA SELATAN.
Tindak pidana korupsi yang diatur oleh UU No. 31 tahun 1999, terdapat 30 jenis perbuatan yang dikualifikasikan sebagai tindak pidana korupsi, yaitu : Kerugian Negara (Pasa12 dan 3), Suap menyuap (Pasal 5 ayat 1 huruf a dan h, ayat 2, Pasal 6 ayat 1 huruf a dan b, Pasa16 ayat 2, Pasal 11, Pasal 12 ayat 1 huruf a, b, c, d, Pasal 13), Penggelapan dalam Jabatan (Pasa18, 9, 10 huruf a, b, c), Pemerasan (Pasal 12 huruf e, g, h), Perbuatan curang (Pasa17 ayat 1 huruf a, b, c, d, ayat 2, Pasal 12 huruf h Benturan kepentingan pengadaan (pasal 12 huruf I), Gratifikasi (Pasal 12 B jo 12 C), Tindak pidana lainnya yang berhubungan dengan korupsi (mencegah/ menghalangi-halangi penyidikan Tindak Pidana Korupsi antara lain Pasal-Pasal 21, 22, 23, 24, 28, 29, 31, 35, 36).3."
Menimbang:
1. bahwa sesuai dengan Pasal 18 ayat (7) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan daerah diatur dalam Undang-Undang;
2. bahwa penyelenggaraan pemerintahan daerah diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, dan kekhasan suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia;
3. bahwa efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan daerah perlu ditingkatkan dengan lebih memperhatikan aspek-aspek hubungan antara Pemerintah Pusat dengan daerah dan antardaerah, potensi dan keanekaragaman daerah, serta peluang dan tantangan persaingan global dalam kesatuan sistem penyelenggaraan pemerintahan negara;
4. bahwa Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah tidak sesuai lagi dengan perkembangan keadaan, ketatanegaraan, dan tuntutan penyelenggaraan pemerintahan daerah sehingga perlu diganti;
5. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d perlu membentuk Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah.
Mengingat :
Pasal 1, Pasal 4, Pasal 5 ayat (1), Pasal 17 ayat (1) dan ayat (3), Pasal 18, Pasal 18A, Pasal 18B, Pasal 20, Pasal 22D ayat (2), dan Pasal 23E ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
SEMAKIN TIDAK TERKENDALINYA KKN DI KABUPATEN BANYUASIN, SUMATERA SELATAN.
Tindak pidana korupsi yang diatur oleh UU No. 31 tahun 1999, terdapat 30 jenis perbuatan yang dikualifikasikan sebagai tindak pidana korupsi, yaitu : Kerugian Negara (Pasa12 dan 3), Suap menyuap (Pasal 5 ayat 1 huruf a dan h, ayat 2, Pasal 6 ayat 1 huruf a dan b, Pasa16 ayat 2, Pasal 11, Pasal 12 ayat 1 huruf a, b, c, d, Pasal 13), Penggelapan dalam Jabatan (Pasa18, 9, 10 huruf a, b, c), Pemerasan (Pasal 12 huruf e, g, h), Perbuatan curang (Pasa17 ayat 1 huruf a, b, c, d, ayat 2, Pasal 12 huruf h Benturan kepentingan pengadaan (pasal 12 huruf I), Gratifikasi (Pasal 12 B jo 12 C), Tindak pidana lainnya yang berhubungan dengan korupsi (mencegah/ menghalangi-halangi penyidikan Tindak Pidana Korupsi antara lain Pasal-Pasal 21, 22, 23, 24, 28, 29, 31, 35, 36).3."
Namun ketentuan lebih lanjut secara khusus terdapat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (“PP 60/2014”) sebagaimana yang telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (“PP 22/2015”) dan terakhir diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (“PP 8/2016”).
Keuangan Desa
Keuangan Desa adalah semua hak dan kewajiban Desa yang dapat dinilai dengan uang serta segala sesuatu berupa uang dan barang yang berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban Desa.[1]
Hak dan kewajiban menimbulkan pendapatan, belanja, pembiayaan, dan pengelolaan Keuangan Desa.[2]
Pendapatan Desa bersumber dari:[3]
a. pendapatan asli Desa terdiri atas hasil usaha, hasil aset, swadaya dan partisipasi, gotong royong, dan lain-lain pendapatan asli Desa;
b. alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;
c. bagian dari hasil pajak daerah dan retribusi daerah Kabupaten/Kota;
d. alokasi dana Desa yang merupakan bagian dari dana perimbangan yang diterima Kabupaten/Kota;
e. bantuan keuangan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota;
f. hibah dan sumbangan yang tidak mengikat dari pihak ketiga; dan
g. lain-lain pendapatan Desa yang sah.
Alokasi Dana Desa.
Menurut Pasal 1 angka 9 Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (“PP 47/2015”) yang dimaksud dengan Alokasi Dana Desa (“ADD”) adalah dana perimbangan yang diterima kabupaten/kota dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah kabupaten/kota setelah dikurangi Dana Alokasi Khusus.
Pemerintah daerah kabupaten/kota mengalokasikan dalam anggaran pendapatan dan belanja daerah kabupaten/kota ADD setiap tahun anggaran.[4]
ADD tersebut paling sedikit 10% dari dana perimbangan yang diterima Kabupaten/Kota dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah setelah dikurangi Dana Alokasi Khusus.[5]
Dalam rangka pengelolaan Keuangan Desa, Kepala Desa melimpahkan sebagian kewenangan kepada perangkat Desa yang ditunjuk.[6]
Bagi Kabupaten/Kota yang tidak memberikan ADD Pemerintah dapat melakukan penundaan dan/atau pemotongan sebesar alokasi dana perimbangan setelah dikurangi Dana Alokasi Khusus yang seharusnya disalurkan ke Desa.[7]
ADD dibagi kepada setiap Desa dengan mempertimbangkan:[8]
a. kebutuhan penghasilan tetap kepala Desa dan perangkat Desa; dan
b. jumlah penduduk Desa, angka kemiskinan Desa, luas wilayah Desa, dan tingkat kesulitan geografis Desa. Ketentuan mengenai pengalokasian ADD dan pembagian ADD kepada setiap Desa ditetapkan dengan peraturan bupati/walikota.[9]
Penjelasan lebih lanjut mengenai dana desa dapat Anda simak dalam artikel Pengalokasian, Penyaluran, dan Pengawasan Dana Desa. Jadi salah satu sumber pendapatan desa adalah ADD yang merupakan bagian dari dana perimbangan yang diterima Kabupaten/Kota. ADD tersebut paling sedikit 10% (sepuluh perseratus) dari dana perimbangan yang diterima Kabupaten/Kota dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah setelah dikurangi Dana Alokasi Khusus.
Dalam rangka pengelolaan Keuangan Desa, Kepala Desa melimpahkan sebagian kewenangan kepada perangkat Desa yang ditunjuk. Jika Perangkat Desa Menyalahgunakan ADD Perangkat Desa terdiri atas:[10]
a. sekretariat Desa;
b. pelaksana kewilayahan; dan
c. pelaksana teknis.
Perangkat Desa bertugas membantu Kepala Desa dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya.[11]
Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, perangkat Desa bertanggung jawab kepada Kepala Desa.[12]
Perangkat Desa dilarang:[13]
1. merugikan kepentingan umum;
2. membuat keputusan yang menguntungkan diri sendiri, anggota keluarga, pihak lain, dan/atau golongan tertentu;
3. menyalahgunakan wewenang, tugas, hak, dan/atau kewajibannya;
4. melakukan tindakan diskriminatif terhadap warga dan/atau golongan masyarakat tertentu;
5. melakukan tindakan meresahkan sekelompok masyarakat Desa;
6. melakukan kolusi, korupsi, dan nepotisme, menerima uang, barang, dan/atau jasa dari pihak lain yang dapat mempengaruhi keputusan atau tindakan yang akan dilakukannya;
7. menjadi pengurus partai politik;
8. menjadi anggota dan/atau pengurus organisasi terlarang;
9. merangkap jabatan sebagai ketua dan/atau anggota Badan Permusyawaratan Desa, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota, dan jabatan lain yang ditentukan dalam peraturan perundangan-undangan;
10. ikut serta dan/atau terlibat dalam kampanye pemilihan umum dan/atau pemilihan kepala daerah;
11. melanggar sumpah/janji jabatan; dan,
12. meninggalkan tugas selama 60 (enam puluh) hari kerja berturut-turut tanpa alasan yang jelas dan tidak dapat dipertanggungjawabkan.
Perangkat Desa yang melanggar larangan tersebut dikenai sanksi administratif berupa teguran lisan dan/atau teguran tertulis.[14]
Dalam hal sanksi administratif tidak dilaksanakan, dilakukan tindakan pemberhentian sementara dan dapat dilanjutkan dengan pemberhentian.[15]
Jadi, pada hakikatnya, dalam menjalankan tugasnya, perangkat desa dilarang untuk menyalahgunakan wewenangnya. Bagi yang melanggarnya, perangkat desa yang bersangkutan bisa dikenakan sanksi administratif.
Selain itu, perbuatan tersebut dapat juga dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi. Untuk itu, kita merujuk pada Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (“ UU 31/1999”) sebagaimana diubah oleh Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dimana ada ancaman pidana bagi orang yang menyalahgunakan wewenangnya yang berakibat dapat merugikan keuangan negara. Pasal 3 UU 31/1999, berbunyi:
Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 tahun dan atau denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp1 miliar.
Hal serupa juga disebutkan dalam artikel Jokowi: Salah Kelola Dana Desa Bisa Jadi Tersangka Korupsi sebagaimana yang kami akses dari laman media Tempo, Presiden Joko Widodo mengingatkan para kepala desa agar menggunakan dana desa dengan baik karena bisa berujung menjadi tersangka korupsi. Dana desa tersebut harus digunakan untuk pembangunan desa. Jadi, jika itu berkaitan dengan penyalahgunaan keuangan desa seperti penyalahgunaan ADD, maka perbuatan tersebut bisa dikategorikan korupsi.
Langkah Hukum yang Dapat Dilakukan Masyarakat Sebagaimana menurut informasi yang kami akses dalam artikel Bagaimana Cara Melaporkan Perangkat Desa Menyelewengkan Dana Desa-Lapor yang kami akses dari laman Sarana Pengaduan dan Aspirasi (SaPa) Kementerian Dalam Negeri, dalam melaporkan adanya tindak dugaan penyelewengan dana desa, masyarakat dapat mengambil langkah-langkah sebagai berikut:
a. Masyarakat dapat membuat pelaporan atau pengaduan kepada Badan Permusyawaratan Desa (BPD) setempat serta kepada Pemerintah Supra Desa (Kecamatan), mengenai obyek kegiatan serta perkiraan nilai kerugian yang diselewengkan.
b. Dalam pelaporan ataupun pengaduan tersebut, perlu disertai dengan penjelasan konkrit mengenai obyek kegiatan yang menjadi dugaan tindak penyelewengan.
Hal ini untuk menghindari persepsi bahwa laporan yang dilakukan hanya didasarkan atas informasi yang tidak utuh, atau praduga-praduga yang tidak berdasar.
Oleh karena itu, disarankan kepada masyarakat desa, dalam menjalankan fungsi pengawasan pembangunan di wilayahnya, kiranya perlu mengedepankan upaya-upaya dialogis, dengan meminta penjelasan/konfirmasi mengenai indikasi terjadinya korupsi kepada pihak yang dicurigai terlibat melakukan tindakan penyelewengan tersebut.
c. Dalam hal tidak ada tindak lanjut dari kedua lembaga dimaksud atas pelaporan yang telah dilakukan, maka masyarakat dapat menyampaikan dugaan penyelewengan dana desa kepada Pemerintah Kabupaten, dalam hal ini Bupati cq.
Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang membidangi pembinaan penyelenggaraan pemerintahan desa, serta Inspektorat Daerah Kabupaten, atau jika memang masyarakat mempunyai bukti yang kuat dan dapat dipertanggungjawabkan di muka hukum atas dugaan penyelewengan dana desa (korupsi) dimaksud, maka masyarakat berhak melaporkan oknum tersebut kepada pihak aparat penegak hukum atas proses tindak lanjut.
d. Pemerintah menaruh perhatian penuh terhadap praktik-praktik tindakan korupsi maupun pungli, karena hal itu berdampak pada kerusakan nilai-nilai sosial dan kepercayaan publik pada pemerintah. Oleh karenanya, agar setiap tindakan atau indikasi korupsi dapat ditangani dengan optimal, masyarakat dapat membantu dengan memberikan informasi serta dukungan bukti-bukti yang memadai terjadinya tindakan korupsi dimaksud. Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Dasar hukum:
1. Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa;
2. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi;
3. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa sebagaimana yang telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa;
4. Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara sebagaimana yang diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
Referensi:
[1] Pasal 1 angka 10 jo. Pasal 71 ayat (1) UU Desa [2] Pasal 71 ayat (2) UU Desa [3] Pasal 72 ayat (1) UU Desa [4] Pasal 96 ayat (1) PP 47/2015 [5] Pasal 72 ayat (4) UU Desa jo. Pasal 96 ayat (2) PP 47/2015 [6] Pasal 72 ayat (5) UU Desa [7] Pasal 72 ayat (6) UU Desa [8] Pasal 96 ayat (3) PP 47/2015 [9] Pasal 96 ayat (4) PP 47/2015 [10] Pasal 48 UU Desa [11] Pasal 49 ayat (1) UU Desa [12] Pasal 49 ayat (3) UU Desa [13] Pasal 51 UU Desa [14] Pasal 52 ayat (1) UU Desa [15] Pasal 52 ayat (2) UU
Dana Transfer Pusat Kabupaten Banyuasin TA 2018. ( dalam ribuan rupia).
1.PPH Rp 12.587.521 2.PBB Rp62.635.375 3.CHT Rp 0 4.MIGAS Rp68.763.279 5.MINERBA Rp30.023.569 6.KEHUTANAN Rp1.146.197 7.PERIKANAN Rp 943.027 8.PANAS BUMI Rp 19.148 9.TOTAL DANA BAGI HASIL TA 2018 Rp 176.118.116. 10.DANA ALOKASI UMUM TA 2018 Rp 933.631.693. 11.BANTUAN OPERASIONAL PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN USIA DINI Rp 8.517.600. 12.TUNJANGAN PROFESI GURU Rp 138.630.923 13.TAMBAHAN PENGHASILAN GURU Rp 3.279.000 14.TUNJANGAN KHUSUS GURU RP 6.106.225 15.BANTUAN OPERASIONAL KESEHATAN 16.Rp 29.244.650 17.BANTUAN OPERASIONAL KELUARGA BERENCANA Rp 5.659.740.
18.DANA PENINGKATAN KAPASITAS KOPERASI DAN UKM Rp 5.659.740 19.DANA PELAYANAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN Rp 0 20.DANA PELAYANAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN 21.Rp 1.858.123 22.TOTAL DAK NON FISIK T.A. 2018 Rp 193.296.261 23.DANA INSENTIF DAERAH TA 2018 Rp 35.750.000 24.DANA DESA TA 2018 Rp254.673.532.
SALAM NAWACITA SETIA MEMBANGUN NEGERI DOKUMEN MEDIA TRIBUNUS.CO.ID - PETISI.CO BIRO SUMATERA SELATAN.
REALISASI PENGGUNAAN DANA PIRA DPRD BANYUASIN SUMSEL TAHUN 2018.
No. OPD. Nilai pagu. . Jumlah Paket.
BAPPEDA : Rp 1.000.000.000, 1
PUTR : Rp 26.581.000.000, 120
PERKIMTAN : Rp 38.889.000.000, 248
KESRA : Rp 530.000.000, 3
DISDIKPORA : Rp 1.405.000.000, 7
DISHUB : Rp 1.645.000.000, 11
BPKAD : Rp1.300.000.000, 6
PERIKANAN : Rp 600.000.000, 4
PERTANIAN : Rp 800.000.000, 1
DISKOPERINDAG : Rp 200.000.000, 1
KABAG UMUM : Rp 200.000.000, 1
KOMINFO : Rp 50.000.000, 1
PETERNAKAN : Rp 300.000.000, 2
TOTAL : RP 73.500.000.000, 406
http://www.tribunus.co.id/2018/06/aleh-aleh-piradprd-banyuasin-boyong.html
Ini Jalan Pangkalan Benteng Kec Talang Kelapa Kabupaten Banyuasin yang letaknya satu jengkal dari kota madya Palembang.
Terstruktur, Sistematis, dan Masif.
Pemasangan Lampu Jalan di Desa Tanjung Baru Kec,Makarti Jaya Rp200.000.000, Perkimtan.
Cor beton jalan arjuna lingkungan lll Makarti Jaya Rp200.000.000, Perkimtan.
Rehap jalan setapak dari jembatan arah pak jemali menuju SD 14 lingkungan 1 kelurahan makarti jaya Rp200.000.000, Perkimtan.
Cor Beton Jalan lorong Rt 07,08 Lingkungan lll Makarti Jaya Rp200.000.000, Perkimtan.
Rehap Jalan Lorong H. Jaisman lingkungan ll Makarti jaya Rp200.000.000, Perkimtan.
Pembangunan Gedung Serbaguna di Desa Tanjung Emas Makarti Jaya Rp300.000.000. PUTR.
Pembuatan RKB Paud Mustika Desa Upang Kec,Air Alek Rp200.000.000, PUTR.
Di Duga Penganggaran Dana Pira DPRD Kabupaten Banyuasin Sumsel Senilai RP 73.500.000.000, Paket ; 406. Tersebut tidak sesuai dengan asas penganggaran penggunaan uang pemerintah ia itu asas kebermanfaatan dan pembangunan yang berkeadilan serta program tata ruang daerah.
BAPPEDA : Rp 1.000.000.000, Paket : 1 PL.
BPKAD : Rp1.300.000.000, Paket : 6 PL.
KABAG UMUM : Rp 200.000.000, Paket : 1 PL.
PUTR : Rp 26.581.000.000, Paket : 120 PL.
PERKIMTAN : Rp 38.889.000.000, Paket : 248 PL.
Pada hal saat Musyawarah Rencana Pembangunan (Musrebang) Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) YANG KATANYA Pemerintah Daerah Kabupaten Banyuasin berupaya mewujudkan sinergitas meningkatkan kualitas dan sumber daya untuk mewujudkan Banyuasin bangkit, Adil dan Sejahtera "7 program pokok semua harus fokus, lakukan kegiatan program sesuai dengan RJPMD yang sudah ada, dan setiap 3 bulan dan 6 bulan akan dilakukan evaluasi.
Didalamnya terdapat 7 program prioritas yakni ;
1.Infrastruktur Bagus,
2.Banyuasin Prima,
3.Banyuasin Cerdas,
4.Banyuasin Sehat,
5.Petani Bangkit,
6.Pemerintah Terbuka dan
7.Banyuasin Religius.
Namun sepertinya pembahasan dan program bahas tentang arah dan pembangunan daerah sesuai dengan Kapasitas masing-masing wilayah tersebut hanya di atas kertas.
Seperti yang kita ketahui setiap penganggaran menggunakan uang negara harus sesuai dengan mekanisme dan prosedur hukum yang berlaku berasaskan Unsur kebermanfaatan atas kepentingan umum yang Berkeadilan bagi seluruh rakyat Indonesia apa pun bentuk, nama, kettreria dan sumbernya. Entah itu dana dari APBN, APBD, Bantuan Dari Pihak pihak lain atau Dari Swadaya masyarakat. Namun tetap demi kepentingan dan kesejahteraan rakyat yang berkeadilan bagi setiap warga negaranya.
DASAR HUKUM:
1. Undang-Undang Dasar 1945;
2. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah oleh Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001;
3. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagaimana telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2014.
[1] Pasal 1 angka 2 UU 17/2014
[2] Pasal 19 ayat (1) UUD 1945
[3] Pasal 67 UU 17/2014
[4] Pasal 68 UU 17/2014
[5] Pasal 20 A ayat (1) UUD 1945 jo Pasal 69 ayat (1) UU 17/2014
[6] Pasal 70 ayat (1) UU 17/2014
[7] Pasal 70 ayat (2) UU 17/2014
[8] Pasal 70 ayat (3) UU 17/2014
[9] Pasal 20 A ayat (2) UUD 1945 jo Pasal 79 ayat (1) UU 17/2014
[10] Pasal 80 UU 17/2014
[11] Pasal 110 ayat (1) huruf e UU 17/2014
[12] Pasal 110 ayat (2) UU 17/2014.
Undang‐Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN)., Undang‐Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah.
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang Dengan berkeadilan bagi seluruh rakyat Indonesia Sesuai dengan Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2010 tentang Program Pembangunan yang Berkeadilan.
Alokasi ADD Untuk Tahun 2018 di setiap desa se Indonesia.
Pembangunan Jembatan Penghubung Banyuasin Muara Enim Mangkrak Selama 4 Tahun.
http://www.tribunus.co.id/2018/04/kebablasan-anggaran-titipan-pemegang.html
http://www.tribunus.co.id/2018/04/kebablasan-anggaran-titipan-pemegang.html
APBN ADD TUMPANG TINDIH KOLABORASI UNTUK MENGELABUI PUBLIK :
Kasus KKN Penyalahgunaan Anggaran Dana Desa (ADD) Pada 7 Desa Di dalam Kecamatan Rantau Bayur, Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan. Tahun Anggaran 2017 - 2018 : Dimana Bangunan ADD Setiap desa yang rata rata di setiap desanya Rp.1,1 M, Dana Desa Nya Atau Sebaliknya …???? KKN
1 Desa Tebing Abang.(552,553)
2 Desa Pagar Bulan.(554)
3 Desa Lebung,(52,173,555,686,750,dan 751)
4 Desa Tanjung Tiga.(176,177,618)
5 Desa Tanjung Pasir.(65,175,178,519)
6 Desa Penandingan dan,(179,181,261)
7 Desa Muara Abab.(180,808)
8 Desa Sukarela.
FAKTA LAPANGANNYA :
Dari ke delapan desa ini didalam kecamatan Rantau Bayur Kabupaten Banyuasin Sumsel. dan dana kesehatan yang bersumber dari APBN/APBD Kab, Banyuasin diduga terjadinya tumpang tindih. kepada yang terhormat Bapak/Ibuk penegak hukum, Inspektorat, Kepolisian (Tipikor), Kejaksaan (Pidsus), Hingga KPK Untuk tidak mengulur ngulur waktu dalam penindakan secara hukum dan tidak ada tebang pilih serta pengecualian sesuai yang diamanatkan oleh UUD,45 bahwa setiap warga Negara dengan kedudukannya menjunjung tingga dan setara di mata Hukum.
CATATAN DAN DOKUMEN MEDIA TRIBUNUS.CO.ID BIRO SUMSEL UNTUK KABUPATEN BANYUASIN.