“Dengarkanlah, apakah kalian telah mendengar bahawa sepeninggalku akan ada para pemimpin?
Siapa yang masuk kepada mereka, lalu membenarkan kedustaan mereka dan menyokong kezaliman mereka, maka dia bukan golonganku, aku juga bukan golongannya. Dia juga tak akan menemuiku di telaga”. (HR Tirmidzi, Nasai dan Al Hakim).
Hai muslim, tahukah kamu apa itu telaga Nabi ﷺ? Setiap Nabi memiliki telaga, dan mereka berbangga dengan banyak pengikutnya yang akan singgah padanya.
Telaga Rasul kita Muhammad ﷺ adalah paling ramai.
Padanya ada gelas yang jumlahnya seperti bintang di langit.
Siapa yang meminum darinya tak akan haus selamanya.
Telaga ini terletak di padang Mahsyar sebelum para hamba melewati shirath.
Airnya mengalir dari sungai / telaga Kautsar yang ada di Jannah. Namun sayang, ada umat Nabi ﷺ yang akan diharamkan dan diusir dari telaganya.
Tahukah kamu siapa mereka? Akan ada pemimpin-pemimpin pandai berdusta dan menzalimi rakyatnya.
Siapa yang;
Berkawan dengan mereka Selalu membenarkan keputusan pemerintah, meski dengan modal dusta Menyokong mereka menzalimi rakyat Rasulullah ﷺ mengancam mereka;
Mereka tidak diakui sebagai pengikut Rasul ﷺ. Meskipun mereka merasa diri sebagai pengikut Sunnah / Salaf. Rasul ﷺ tidak sudi dianggap oleh mereka. Wa Lastu Minhu Mereka diusir dari telaga Nabi ﷺ.
Wahai Ulama…
Wahai Ustadz…
Wahai Muslim…
Ittaqullah…
Kamu merasa di atas Sunah Rasul ﷺ, padahal beliau tidak akui. Karena kamu selalu membela penguasa zalim. Sadarlah, (Rn).
Sumatera Selatan atau pulau Sumatera bagian selatan yang dikenal sebagai provinsi Sumatera Selatan didirikan pada tanggal 12 September 1950 yang awalnya mencakup daerah Jambi, Bengkulu, Lampung, dan kepulauan Bangka Belitung dan keempat wilayah yang terakhir disebutkan kemudian masing-masing menjadi wilayah provinsi tersendiri akan tetapi memiliki akar budaya bahasa dari keluarga yang sama yakni bahasa Austronesia proto bahasa Melayu dengan pembagian daerah bahasa dan logat antara lain seperti Palembang, Ogan, Komering, Musi, Lematang dan masih banyak bahasa lainnya.
Menurut sumber antropologi disebutkan bahwa asal usul manusia Sumatera bagian selatan dapat ditelusuri mulai dari zaman paleolitikum dengan adanya benda-benda zaman paleolitikum pada beberapa wilayah antara lain sekarang dikenal sebagai Kabupaten Lahat, Kabupaten Sarolangun Bangko, Kabupaten Ogan Komering Ulu dan Tanjung Karang yakni desa Bengamas lereng utara pergunungan Gumai, di dasar (cabang dari Sungai Musi) sungai Saling, sungai Kikim lalu di desa Tiangko Panjang (Gua Tiangko Panjang) dan desa Padang Bidu atau daerah Podok Salabe serta penemuan di Kalianda dan Kedaton dimana dapat ditemui tradisi yang berasal dari acheulean yang bermigrasi melalui sungai Mekong yang merupakan bagian dari bangsa Monk Khmer.
Provinsi Sumatera Selatan sejak berabad yang lalu dikenal juga dengan sebutan Bumi Sriwijaya; pada abad ke-7 hingga abad ke-12 Masehi wilayah ini merupakan pusat kerajaan Sriwijaya yang juga terkenal dengan kerajaan maritim terbesar dan terkuat di Nusantara. Gaung dan pengaruhnya bahkan sampai ke Madagaskar di Benua Afrika.
Sejak abad ke-13 sampai abad ke-14, wilayah ini berada di bawah kekuasaan Majapahit. Selanjutnya wilayah ini pernah menjadi daerah tak bertuan dan bersarangnya bajak laut dari Mancanegara terutama dari negeri China.
Roni Paslah : Bapak, Muhammad Ali Bin Masyhur Bin Abbas Bin Kutong. (Pemulutan Ilir Ogan).
Roni Paslah : Ibu, Rusliah Binti Amir Hamzah Bin Sidi Bin Mahajib Bin Danomayo. (Tanjung Sakti Lahat, Muara Kati Lubuk Linggau).
Ini peninggalan merupakan bukti dan tabat sejarah Simbol dari Roni Paslah : Bapak, Muhammad Ali Bin Masyhur Bin Abbas Bin Kutong. (Sriwijaya, Lahat, Pemulutan Ilir Ogan).
Nenek moyang dari masyarakat suku Ogan diperkirakan berasal dari masyarakat yang menghuni Gunung Dempo, yang terletak di dataran tinggi Basemah.
Berdasarkan penemuan arkeologis, telah ada masyarakat yang hidup di sekitar dataran tinggi Pasemah, yang diperkirakan telah ada sejak 4.500 tahun yang lalu (2.500 SM). Mereka yang berasal dari dataran tinggi Pasemah akhirnya mulai turun ke bawah untuk kemudian menyusuri Sungai Ogan, dengan tujuan mencari lahan pemukiman yang baru.
Keberadaan mereka di pinggiran Sungai Ogan, pada akhirnya berinteraksi dengan masyarakat yang telah ada sebelumnya, untuk kemudian membentuk satu kebudayaan tersendiri.
Pemukiman masyarakat di sekitar sepanjang Sungai Ogan sendiri sebenarnya sudah ada sebelum kedatangan nenek moyang dari suku Ogan.
Temuan arkeologis di Gua Harimau, salah satu peninggalan zaman purba di wilayah Sumatra Selatan, menunjukkan bahwa peradaban disekitar Sungai Ogan sudah berumur puluhan ribu tahun, bahkan diperkirakan telah ada sejak masa zaman es.
Penghuni gua-gua purba ini, awalnya merupakan komunitas Ras Australomelanesid. Lalu setelah kedatangan Ras Mongoloid, kedua ras ini menyatu dalam satu kelompok masyarakat yang baru.[3]
Sumber lain mengatakan bahwa nenek moyang dari suku Ogan diduga ada yang berasal dari Lampung, Palembang, dan Tanah Jawa, diantaranya yang tercatat adalah:
Keluarga Sanghyang Sakti Nyata; Berdasarkan catatan dari masyarakat Lampung Pesisir Way Lima, diceritakan beliau memiliki 7 orang anak, yang kemudian menjadi leluhur bagi Suku Ogan, Rejang, Semende, Pasemah, Komering dan Lampung.
Pengikut Penguasa Palembang yang pernah hijrah ke Ogan Ilir, antara lain:
Pangeran Sido ing Rajek di Desa Saka Tiga (Inderalaya) tahun 1659.
Sultan Mahmud Badaruddin (II) Pangeran Ratu di Desa Tanjung Lubuk tahun 1821.
Sultan Ahmad Najamuddin (IV) Prabu Anom di Hulu Sungai Ogan tahun 1824.
MELAYU PALEMBANG
Batang Hari Sembilan, Ibu Suku dan Marga
Melalui jalur sungai itu, Kesultanan Palembang menegakkan integritas wilayah, kedaulatan hukum, dan kesatuan budaya. Jaringan sungai yang menguntai budaya Palembang itu memiliki sebutan khusus, yakni Batang Hari Sembilan, yang terdiri dari Sungai Musi dan delapan anak sungai utamanya.
Batang Hari Sembilan, Ibu Suku dan Marga
Rangkaian Light Rail Transit (LRT) Palembang melintas di atas Sungai Musi, Palembang, Sumatra Selatan Budaya palembang berkembang di sepanjang Musi dan anak-anak sungainya, wilayah budaya yang disebut Batang Hari Sembilan. Budaya sungai itu melahirkan banyak suku dan marga.
Masyarakat Palembang itu khas. Ada yang menyebutnya Melayu-Palembang untuk membedakannya dengan Melayu Riau, atau Deli. Dalam Melayu Palembang ada jejak budaya Arab, Cina, Minang, dan Jawa yang kental. Jejak budaya itu muncul dalam aspek bahasa, kuliner, busana, arsitektur, kesenian, tradisi, nilai, dan pranata sosial khas ala Palembang. Budaya ini pun menyebar ke seantero Sumatra Selatan, sebagian Lampung dan Jambi.
Palembang kembali tumbuh menjadi pusat budaya ketika kerajaan baru yang independen muncul di abad 16. Kerajaan ini didirikan oleh bangsawan Kesultanan Demak yang notabene adalah anak-cucu Sultan Fatah yang berasal dari Palembang. Sejarah mencatat, Raden Fatah adalah putra Brawijaya III dari Majapahit dari istrinya yang berdarah Cina, yang diasuh dan dibesarkan oleh Arya Damar, Adipati Palembang.
Hijrah dari Demak (Jawa Tegah) ke Palembang itu terjadi menyusul adanya konflik berkepanjangan pada keluarga kerajaan. Di bawah pimpinan Ki Gede Suro, rombongan trah Demak itu mendarat di Palembang sekitar 1560-an. Dengan membawa atribut sebagai cucu-cicit Raden Fatah serta Ario Damar, rombongan ini diterima dengan baik oleh masyarakat Palembang yang sudah tumbuh menjadi komunitas Islam.
Kekosongan kekuasaan di Palembang memberi peluang Ki Gede Suro menjadi penguasa di lembah Musi itu, dan berlanjut hingga anak cucunya. Dinasti Ki Gede Suro pun membangun kerajaan kecil. Hampir seabad kemudian, setelah berhasil mengkonsolidasikan wilayah dan kekuasaan politiknya, pada 1659 Pangeran Ario Kesumo memproklamasikan diri sebagai Sultan Palembang I dengan gelar pertama dibawa Sri Susuhunan Sultan Abdurrahman Khalifat al-Mukminin Sayidil Iman.
Ketika itu Palembang sudah menjadi bandar yang ramai. Palembang hidup dari perdagangan hasil bumi, hutan, dan tambang. Pedagang Arab dan Tionghoa datang. Sesuai peraturan yang berlaku ketika itu, para pedagang asing itu diijinkan bermukim di seberang Ulu, di seberang Sungai Musi dari arah Keraton yang kini ada di jantung Kota Palembang, yakti Benteng Kuto Besak.
Para era-era berikutnya, masyarakat lain dari berbagai daerah datang dan bermukim di Palembang dan sebagian datang dari Ranah Minang. Jadilah Palembang sebagai bandar besar dengan budaya khas.
Sampai 150 tahun silam, kawasan hutan alam masih mendominasi alam di Sumatra Selatan. Jalan darat amat minim. Toh, penetrasi budaya Palembang ke pedalaman berjalan lancar, lewat jalur air. Sungai Musi yang panjangnya 720 km itu bisa dilayari sampai 450 km ke pedalaman. Empat Lawang, Tebing Tinggi, Musi Banyuasin, dan Sekayu adalah kota-kota yang dilewati Sungai Musi.
Sungai Musi juga menjadi muara bagi delapan sungai besar lainnya, yakni Sungai Komering, Sungai Rawas, Sungai Leko (disebut juga Batang Hari Leko), Lakitan, Kelingi, Lematang, Lahan (Semangus), dan Sungai Ogan. Melalui badan Sungai Musi dan kedelapan anak sungainya, budaya Palembang ini tumbuh dan mengakar di antero Sumatra Selatan. Wong Pelembang menjadi identitas mereka semua.
Melalui jalur sungai itu pula, Kesultanan Palembang menegakkan integritas wilayahnya, kedaulatan hukum, dan kesatuan budayanya. Jaringan sungai yang menguntai budaya Palembang itu memiliki sebutan khusus, yakni Batang Hari Sembilan, yang terdiri dari Sungai Musi dan delapan anak sungai utamanya.
Wilayah Kesultanan Palembang dibagi dalam wilayah-wilayah semacam kabupaten. Bila daerahnya luas, maju, dan berpenduduk besar, pemimpinnya disebut Pangeran. Yang lebih kecil dipimpin oleh Depati. Di bawah mereka ada demang-demang yang memimpin sejumlah wilayah adat dan masing-masing wilayah adat itu dipimpin seorang Pasirah.
Meski sama-sama berkiblat ke Palembang, warga di sepanjang tepian Batang Hari Sembilan itu tidak mudah saling berkomunikasi secara langsung. Tidak heran bila komunitas pada masing-masing anak sungai itu itu berkembang subkultur sendiri. Orang Palembang menyebutnya suku.
Ada banyak suku di kawasan Batang Hari Sembilan itu. Ada suku Kikim, Semenda, Komering, Ogan, Lintang, Pasemah, Lintang, Pegagah, Rawas, Sekak Rambang, Lembak, Kubu, Penesek, Gumay, Musi, Panukal, Bilida, Rejang, dan Ranau. Meski satu induk, bahasa di masing-masing suku tak sepenuhnya sama. Dari suku-suku itu ada kesatuan adat di bawahnya yang disebut marga.
Hingga saat ini ada puluhan marga yang masih hidup di Sumatra Selatan. Seperti di Sumatra Barat, warga Batang Hari Sembilan itu boleh menggunakan nama marga boleh juga tidak. Beberapa nama marga Palembang yang masih sering terdengar, antara lain, adalah Madang, Mandayun, Temenggung, atau Samendawai. (P-1)
Pendidikan dalam Islam tentu sangat erat kaitannya dengan sejarah serta kisah para Nabi dan Rasul. Kisah tersebut pada umumnya mengandung unsur akidah, ibadah, dan akhlak. Kisah Nabi Ilyas yang akan dibahas di bawah ini tentunya bermuatan nilai-nilai yang terpuji sehingga diharapkan mampu membawa kebaikan pada diri setiap umat muslim.
RIWAYAT SINGKAT NABI ILYAS A.S.
Nabi Ilyas merupakan salah satu nabi utusan Allah swt. Fakta tersebut tercantum dalam firman Allah Al-Quran Surat Ash-Shaaffaat ayat 123 yang artinya, “Dan sesungguhnya Ilyas benar-benar termasuk salah seorang dari rasul-rasul’. Tidak hanya itu, bahkan kenabian Ilyas semakin diperkuat dengan disebutnya nama Ilyas hingga empat kali dalam Al-Quran, yaitu pada Surat Ash Shaaffaat dan Surat Al-An’aam.
Dikisahkan, bahwa Nabi Ilyas merupakan seorang nabi yang memiliki akhlaq yang baik dengan tingkat kesalehan yang tinggi serta taat menjalankan perintah Allah SWT. Namun ketakwaannya tidak berbanding lurus dengan keadaan masyarakat yang syirik karena masih banyak yang menyembah berhala.
Nabi Ilyas ditugaskan untuk memperbaiki akhlaq kaum yang merupakan keturunan dari Bani Israil dan masih saja memiliki kebiasaan menyembah berhala dengan nama berhala Baal. Kaum tersebut bertempat tinggal di Kota Balbek, tepatnya berada di wilayah Lebanon. Allah mengutusnya untuk mengajarkan tauhid terhadap kaum tersebut.
Nabi Ilyas diperintahkan oleh Allah untuk mengajak kaumnya menyembah Allah SWT. Ia pun tak pernah lelah menjalankan perintah Allah dengan menyerukan kepada kaumnya agar menyembah Allah. Namun hal tersebut tidak mudah dilakukan mengingat dakwahnya terus ditentang dan kaumnya tetap menyembah berhala. Namun beliau tak patah arang dan tetap bersabar dan terus berdakwah.
Pada suatu hari, Beliau bertanya pada kaumnya, “Wahai kaumku, mengapa kalian tidak bertakwa? Mengapa kalian tetap menyembah Baal dan berpaling dari Allah, Tuhamu dan Tuhan bapak bapakmu yang terdahulu?” Namun kaum Nabi Ilyas tidak menggubris perkataan tersebut.
Lalu Beliau melanjutkan ucapannya kepada kaumnya, “Apakah engkau tidak takut dengan azab Allah ? Engkau menyembah berhala Baal, padahal hanya Allah, Tuhan semesta alam, yang patut disembah”. Mendengar perkataan tersebut, kaum Bani Israil tetap tidak menghiraukan perkataan Nabi Ilyas. Alih-alih putus asa melihat kejadian tersebut, Ia tetap ikhlas untuk berdakwah.
NABI ILYAS A.S. DITUGASKAN UNTUK MEMPERBAIKI AKHLAQ BANI ISRAIL
Pada suatu ketika, kaum Nabi Ilyas hidup dalam kenikmatan karena perekonomian kembali pulih setelah musibah kekeringan yang terjadi sebelumnya. Namun dengan adanya kenikmatan tersebut, kaumnya tetap tidak mau bersyukur kepada Allah SWT. Terlebih lagi, mereka kembali durhaka kepada Allah SWT dengan terus melakukan berbagai kemaksiatan dan tetap menyembah Berhala Dewa Ba’l.
Melihat kondisi tersebut, Ia memerintahkan kaumnya dengan berkata pada Raja Ahab,“Hai Raja Ahab, perintahkan seluruh kaum Bani Isra’il untuk bertemu dengan saya di Jabal Qarmil. Sertakan juga empat ratus nabi Ba’l”.
Mendengar perkataannya, sepintas kemudian Raja Ahab mengerahkan seluruh rakyat dan para nabi Ba’l menuju Jabal Qarmil. Lalu Nabi Ilyas AS lantang berseru di depan kerumunan tersebut, “sampai kapan kalian menyembah dewa! Jika Tuhan itu Allah, sembahlah Allah SWT! Kalau Tuhan itu Ba’l, sembahlah Ba’l!”. Mendengar perkataan tersebut, orang-orang yang berkumpul disana tetap diam saja.
Kemudian Nabi Ilyas AS berkata: “Di antara nabi-nabi Allah, hanya saya seorang yang hadir disini, sementara ada 450 nabi Ba’l. Mari kita lihat siapakah Tuhan yang benar”.
Tak lama kemudian Nabi Ilyas menyuruh para nabi Ba’l untuk mencari seekor sapi jantan dan diperintahkan untuk menyembelihnya. Selepas itu, ia memerintahkan untuk memotong-motong daging dan meletakannya diatas tungku api. Kemudian diantaranya dan para nabi Ba’l tidak diperbolehkan ada yang menyalakan api.
Nabi Ilyas memerintahkan para nabi Ba’l untuk berdoa kepada dewa mereka, sementara ia berdoa kepada Allah SWT. Beliau ingin membuktikan bahwa tuhan siapa yang dapat menghidupkan api untuk memasak daging sapi jantan tersebut. Maka rakyat pun menyetujui kesepakatan tersebut.
Sepintas kemudian, para nabi Ba’l mulai memilih seekor sapi jantan dan menyiapkan daging-daging sapi yang sebelumnya telah disembelih. Setelah itu mereka berdoa kepada Ba’l dari pagi sampai tengah hari sambil berteriak-teriak, “Jawablah kami, Ba’l!”. Mereka memohon sembari menari-nari di sekeliling tempat tungku api yang siap dikirim api dari langit tersebut. Namun tak ada kejadian apapun yang muncul.
Tak lama kemudian, Nabi Ilyas menyeru pada mereka, “Berdoalah lebih keras lagi kepada dewa kalian, Dewa Ba’l yang kalian anggap tuhan selama ini”. Mendengar perkataannya, Nabi-nabi Ba’l itu mulai terpancing untuk berdoa lebih keras lagi. Mereka juga melakukan ritual dengan menggores-gores badan mereka dengan pedang dan tombak sehingga darah bercucuran dari tubuh mereka.
KAUM BANI ISRAIL MENGAKUI KENABIAN NABI ILYAS DAN MULAI BERIMAN KEPADA ALLAH SWT.
Melihat doa para nabi Ba’l yang tak kunjung dikabulkan oleh dewa mereka, lantas Nabi Ilyas memerintahkan rakyat untuk berkumpul. Ia mulai memperbaiki tempat peribadatan yang telah runtuh dengan meletakkan bebatuan sehingga tampak kembali sempurna sebagai tempat beribadah kepada Allah SWT.
Kemudian Bai Ilyas menggali parit yang cukup besar sehingga dapat menampung kurang lebih 15 liter air. Beliau menyusun balok-balok kayu di atas tempat persembahan qurban, dan menaruh daging diatas kayu bakar tersebut.
Kemudian Nabi Ilyas berkata, “Isilah 4 tempayan dengan air sampai penuh, lalu tuangkan air itu ke atas persembahan qurban dan diatas tumpukan kayu tersebut”. Setelah semuanya dipersiapkan, ia lantas berkata, “Sekali lagi,” lalu mereka melakukannya. “Satu kali lagi, katanya, dan mereka melakukannya pula. Maka mengalirlah air hingga memenuhi parit tersebut.
Lalu Nabi Ilyas AS mendekati tempat itu dan berdoa: “Yaa Allah, Tuhan yang disembah oleh Ibrahim, Ishaq, dan Ya’qub, tunjukkanlah kuasamu saat ini bahwa engkaulah Allah Yang Maha Esa, dan saya adalah hamba-Mu. Jawablah, Yaa Allah! Jawablah saya supaya rakyat ini tahu bahwa Engkau adalah sebenar-benarnya tuhan dan hanya kepadamu lah tempat kembali!”.
Tak lama setelah ia memanjatkan doa tersbut, lalu Allah SWT seketika mengirim api dari langit. Lantas api tersebut membakar tumpukan kayu dan potongan daging diatasnya. Melihat kejadian tersebut, seketika mereka tersungkur ke tanah untuk bersujud sambil berkata, “Allah itu adalah Tuhan! Sungguh Allah-lah Tuhan yang benar!”.
Setelah itu Nabi Ilyas AS berkata kepada Raja Ahab, “Sebentar lagi akan turun hujan, silakan Raja Ahab pergi!”. Lalu Raja Ahab pergi dan ia naik ke atas Jabal Qarmil. Lalu Allah SWT menurunkan hujan lebat ke negeri Isra’il.
MUKJIZAT NABI ILYAS A.S. MENGHIDUPKAN ANAK YANG MENINGGAL
Nabi Ilyas AS tinggal di negeri Isra’il dengan seorang raja yang jahat bernama Ahab. Raja Ahab menyuruh orang Isra’il untuk menyembah dewa dan berhala. Melihat kondisi kaum dengan raja yang jahat seperti itu, maka Allah murka terhadapnya.
Kemudian Allah memerintahkan Nabi Ilyas menemui Raja Ahab dan berkata, “Ketahuilah wahai Raja Ahab, tidak akan pernah ada embun atau hujan sedikitpun selama dua atau tiga tahun kedepan, kecuali saya mengatakannya! Maka dari itu, bertaubatlah dan sembahlah Allah!”. Kemudian Raja Ahab menjadi kesal dan marah kepadanya dan berusaha untuk membunuhnya.
Lantas Allah memerintahkan Nabi Ilyas untuk pergi ke anak sungai Kerit dan bersembunyi disana. Dengan meminum air sungai serta makanan yang dibawa oleh burung gaga katas perintah Allah kepada mereka.
Pasukan Raja Ahab terus mengejar Nabi Ilyas AS, dan mengetahui bahwa ia sedang bersembunyi di anak Sungai Kerit. Beliau bertahan hidup dengan meminum air dari anak sungai itu dan makan makanan yang dibawa oleh burung gagak setiap harinya. Namun secara tiba-tiba anak sungai itu pun kering karena tidak ada hujan, sehingga ia kebingungan untuk mencari tempat perlindungan.
Tak lama kemudian datanglah bala tentara Raja Ahab untuk membunuh Nabi Ilyas, akhirnya ia bersembunyi di dalam rumah Nabi Ilyasa. Ketika bersembunyi di dalam rumah Nabi Ilyasa AS, Nabi ilyasa masih sangatlah muda dan tengah menderita sakit. Lantas kemudian beliau membantu menyembuhkan penyakitnya.
Setelah sembuh, Nabi Ilyasa AS pun dijadikan anak angkat oleh Nabi Ilyas AS dan terus menemani Nabi Ilyas dalam berdakwah. Namun saat itu Nabi Ilyas AS belum diangkat menjadi nabi.
Kemudian Allah SWT memerintahkannya untuk pergi ke Kota Sarfat dan tinggal disana karena ada janda yang akan memberikan makan dan mencukupi kehidupannya. Maka pergilah Nabi Ilyas AS ke Kota Sarfat.
Sesampainya di kota tersebut, ia melihat seorang janda yang sedang mengumpulkan kayu api. Lalu Nabi Ilyas as mendekati janda itu dan berkata: “Ibu, tolong ambilkan sedikit air minum untuk saya, juga bawakanlah juga sedikit roti!”.
Namun seketika janda itu menjawab, “Maaf, saya tidak sedikitpun memiliki roti. Saya hanya mempunyai segenggam tepung terigu di dalam mangkuk, dan sedikit minyak zaitun di dalam botol. Saya sedang mengumpulkan kayu api untuk memasak bahan yang sedikit itu supaya saya dan anak saya bisa makan. Itulah makanan kami yang terakhir; sesudah itu kami pun akan mati!”.
Namun Nabi Ilyas tetap menjawab, “Jangan khawatir, Ibu, silakan Ibu membuat makanan untuk Ibu dan anak Ibu. Tapi sebelum itu buatlah dahulu satu roti kecil dari tepung dan minyak itu, dan bawalah kepada saya. Sebab Allah SWT, satu-satunya Tuhan yang patut disembah, mengatakan bahwa mangkuk itu akan selalu berisi tepung, dan botol itu akan terisi minyak, hingga Allah turunkan hujan ke bumi”.
Akhirnya, janda terebut percaya dengan perkataan Nabi Ilyas AS. Tak lama kemudian janda tersebut bersedia melakukan apa yang dikatakan oleh Ilyas. Lantas dia membuat roti kecil dan memberikannya kepadanya. Ia pun segera memakannya, sementara janda itu kemudian membuat roti sebagai makanan baginya dan anaknya.
Seperti yang sudah dikatakan Allah SWT melalui Nabi Ilyas AS, mangkuk itu selalu berisi tepung, dan botol itu pun selalu berisi minyak. Hari berikutnya masih ada sedikit tepung dan sedikit minyak untuk membuat roti lagi. Sehingga persediaan makanan untuk mereka dapat terkcukupi hingga hampir 3 tahun selama musim kemarau panjang berlangsung.
Pada suatu hari, janda tersebut mendapat berita buruk. Ia menemuni anaknya jatuh sakit dan meninggal. Lalu janda itu memanggil Nabi Ilyas AS dan berkata, “Hai Hamba Allah, apa yang terjadi dengan anak saya? Mengapa anak saya meninggal dunia?”
Lantas kemudian Nabi Ilyas mengambil anak yang tengah jatuh sakit tersebut menuju kamar pribadinya. Ia membaringkan anak itu di atas tempat tidur, lalu berdoa kepada Allah SWT, “Ya Allah, Yaa Tuhanku, mengapa Engkau mendatangkan musibah kepada janda ini? Ia sudah memberi roti kepadaku dan sekarang Engkau mencabut nyawa putranya”.
Ia terus berdoa kepada Allah, “Ya Allah, Yaa Tuhanku, hidupkanlah kiranya anak ini!. Melihat keseungguhannya dalam berdoa, lantas Allah SWT mendengarkan doa tersebut dan mengabulkan doanya. Anak tersebut kemudian mulai bernapas dan hidup kembali. Lalu beliau membawa anak itu kepada ibunya dan berkata: “Ibu, anak ibu sudah hidup kembali”.
Janda itu lantas menjawab: “Sekarang aku tahu bahwa engkau adalah hamba Allah dan segala perkataanmu berasal dari Allah SWT!”
KAUM NABI ILYAS A.S. MENDAPATKAN HUKUMAN
Nabi Ilyas terus berupaya menyadarkan Bani Israil agar meninggalkan praktik-praktik menyembah berhala, namun usaha tersebut sia-sia. Kaum Bani Israil tetap menolak dakwah Nabi Ilyas namun beliau tetap bersabar dan istiqamah melakukan tugasnya.
Suatu ketika, Nabi Ilyas berdoa kepada Allah supaya menghentikan hujan. Allah memperkenankan doanya. Akhirnya selama tiga tahun tidak juga turun hujan di wilayah tersebut. Wilayah tersebut mengalami kekeringan parah dan menyebabkan banyak hewan ternak dan tumbuhan mati. Kaum Nabi Ilyas pun mengalami banyak kesusahan akibat peristiwa tersebut.
Kemudian Nabi Ilyas berkata kepada kaumnya, “Apabila engkau meninggalkan berhala, maka aku akan berdoa kepada Allah untuk segera menghentikan penderitaanmu”. Mereka pun membuang berhala berhala mereka dan kemudian ia berdoa kepada Allah untuk segera menghentikan penderitaan kaum Bani Israil dan segera menurunkan hujan. Mendengar doanya, kemudian Allah mengabulkan doa-doa tersebut.
Nikmat tersebut tak serta merta meruntuhkan sifat buruk Bani Israil, terbukti mereka tetap menyembah berhala-berhala mereka. Ia kemudian berdoa kembali kepada Allah untuk menghentikan hujan. Allah pun mengabulkan kembali doanya.
Namun pada akhirnya, kaum Bani Israil akan menjadi kafir lagi dan azab Allah yang pedih menimpa mereka. Kemudian Allah mengutus Nabi Ilyasa untuk menggantikan Nabi Ilyas untuk mengajak kaum Bani Israil menuju jalan yang benar.
ALLAH MENJADIKAN NABI ILYAS TETAP HIDUP ABADI
Nabi Ilyas AS dan Nabi Ilyasa AS bersama-sama mengemban misi dakwah yaitu membuat kaum Bani Isra’il di Isra’il meninggalkan kebiasaan menyembah berhala dan membuat mereka beriman kepada Allah SWT. Ilyas AS hidup bersama Nabi Ilyasa AS untuk mengemban misi dakwah kepada Bani Isra’il selama delapan tahun lamanya.
Pada suatu ketika, mereka berdua pergi menuju wilayah di sebelah timur sungai Yordan. Ketika Ilyas AS sedang beristirahat, datanglah Malaikat Maut dihadapannya, dan kemudian berseru, “Hai Ilyas, penuhilah panggilan Allah, kini saatnya engkau menghadap Allah dan bersiap-siaplah karena nyawamu akan segera kucabut!” kata Malaikat Maut.
Mendengar berita itu, ia menjadi sedih dan menangis. Kemudian malaikat maut bertanya, “Mengapa engkau bersedih, Ilyas?”. “Apakah engkau bersedih karena akan meninggalkan dunya dan takut menghadapi kematian?”, tanya malaikat Maut.
“Tak satupun yang aku sesali kecuali tak ada lagi waktu untukku berdzikir kepada Allah, sementara orang lain masih bisa terus berdzikir memuji Allah,” jawab Nabi Ilyas A.S.
Melihat peristiwa tersebut, maka saat itu juga Allah SWT menurunkan wahyu kepada Malaikat Maut agar menunda untuk mencabut nyawa Nabi Ilyas dan memberi kesempatan kepadanya untuk berdzikir sesuai dengan permintaannya. Keinginannya sangat sederhana, yaitu ingin terus hidup untuk berdzikir kepada Allah SWT. Maka berdzikirlah ia sepanjang hidupnya.
Akibat persitiwa tersebut, maka muncullah firman Allah SWT, “Biarlah Nabi Ilyas hidup di taman untuk berbisik dan mengadu serta berdzikir kepada-Ku sampai akhir nanti”. Mendengar firman Allah tersebut, maka Malaikat Maut tidak berani mencabut nyawa Nabi Ilyas AS. Maka ia diijinkan oleh Allah untuk hidup selama-lamanya dan tidak akan pernah mati kecuali saat hari Kiamat tiba.
Sekian pembahasan Kisah Nabi Ilyas, silahkan disebarluaskan, semoga membawa manfaat bagi kita semua.
Alkisah, suatu hari Nabi Muhammad SAW sedang duduk di dalam masjid Madinah. Ketika itu tampak dua orang yang berpenampilan bersih dan rupa yang tampan datang menghampiri. Mereka memberi Salaam.
“Dari mana kalian berasal?” tanya Nabi.
“Kami berasal dari masa yang sudah lama berlalu,” jawab mereka.
“Sudah lama kami menyembah Allah dan kami telah mendengar untaian kata-kata yang lebih indah dari segala kata yang pernah ada. Dari seluruh Kitab Allah yang ada, untaian kata-kata ini disebutkan sebagai yang terindah, dan untaian kata-kata ini hanya akan muncul di akhir zaman, di dalam Kitab yang paling akhir muncul (yakni Al Qur’an Karim, red.). Jadi kami kemudian beribadah selama seribu tahun hingga Allah bertanya kepada kami berdua karunia apa yang bisa diberikan-NYA kepada kami. Kami memohon agar bisa mendengar untaian kata-kata indah itu, yakni surah Al-Faatihah.” Allah tidak menjawab mereka. Lalu mereka berdua kembali berdoa selama seribu tahun. Baru Allah menjawab mereka. Dia berkata, “Surah ini hanya KU-peruntukkan bagi Kekasih-KU tercinta Muhammad SAS dan umatnya.”
Kedua lelaki itu berdoa selama seribu tahun lagi hingga Allah kembali bertanya kepada mereka karunia apa yang bisa Dia berikan kepada mereka. Mereka menjawab, “Karena kami tak bisa dikaruniai Al-Faatihah mohon agar ijinkan kami berdua hidup berusia panjang agar bisa menjadi bagian dari umat Beliau SAW, menyalami Beliau SAW, dan mendengar pembacaan surah Al-Faatihah, walau hanya sekali saja. Sehingga kami kemudian wafat dalam keadaan puas/ridho.”
Kedua lelaki ini adalah Nabi Khidir AS dan Nabi Ilyas AS. Mereka kemudian ber-Syahadah kepada Nabi SAW yang dengannya mereka merasa puas. Mereka tidak lagi menjadi Nabi tapi “hanyalah” bagian dari Umat Muhammad SAW. Mereka memohon agar Nabi SAW berkenan membacakan Al-Faatihah untuk mereka. Beliau SAW kemudian membacakan surah Al-Faatihah untuk mereka berdua dan kemudian mereka berdua membacanya bersama Beliau SAW. Lalu mereka semua bersama-sama mengucapkan “Amiin” yang artinya “Duhai Allah, mohon terimalah doa kami…”
“Jika saja Allah mengaruniaiku kehidupan hingga akhir masa, maka tidaklah cukup untuk mengatakan kepadamu semua manfaatnya (semua kebaikan yang akan kita terima karena membaca surah Al-Faatihah, red.),” jawab Nabi SAW. “Jadi, aku akan mengatakan kepadamu manfaat dari mengucapkan Amiin.”
“Alif tertulis pada Arsy Allah. Mim ada pada kaki dari Kursi-Nya. Yaa ada pada Lawhul Mahfudz. Nun ada pada Pena (Kalam).”
“Mohon ceritakan lebih banyak lagi,” kata kedua lelaki itu.
“Alif tertulis di kening Israfil AS. Mim tertulis di kening Mikail AS. Yaa tertulis di kening Jibril AS. Nun tertulis di kening Izrail AS. Siapa saja yang mengucapkan “Amiin” akan mendapat manfaat dari keempat Malaikat ini.”
“Mohon ceritakan lebih banyak lagi,” kata mereka berdua.
“Alif tertulis di dalam Taurat. Mim tertulis didalam Zabur. Yaa tertulis didalam Injil. Nun tertulis didalam Qur’an.
Siapa saja yang bersungguh-sungguh dalam mengucapkan “Amiin” setelah pembacaan al-Faatihah, maka seolah-olah dia telah membaca Keempat Kitab Suci itu.”
“Kalian mau yang lebih lagi?”
“Ya…” jawab mereka.
“Alif tertulis di kening Sayyidina Abu Bakar RA. Mim tertulis di kening Sayyidina Umar RA. Yaa tertulis di kening Sayyidina Utsman RA. Nun tertulis di kening Sayyidina Ali RA. Siapa saja yang mengucapkan “Amiin” akan mendapat manfaat dari Keempat Sahabat ini”.
Kedua lelaki baru saja akan berdoa memohon agar Allah mencabut nyawa mereka sebagaimana yang mereka kehendaki apabila keinginan mereka sudah mereka peroleh, ketika Nabi SAW menghentikan maksud mereka. Beliau SAW berkata “Allah telah mengaruniai kalian usia yang panjang dan kekuatan khusus. Umatku lemah dan mereka membutuhkan kalian.”
Kemudian Allah mengaruniai mereka usia yang panjang untuk berkhidmat kepada Umat Sayyidina Muhammad SAW. Nabi Ilyas AS di daratan, Nabi Khidir AS di lautan.
(Naskah ini ditulis oleh Hajjah Anne Aminah Adil al-Haqqani, yang tak lain adalah istri dari Maulana Syaikh Naziem Adil Al-Haqqoni).